Minggu, 05 Juni 2011

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS SOLUTIO PLACENTA

BAB I
PENDAHULUAN


Metty Masnizar
Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan
Anggkatan ke VIII

A. Latar Belakang
Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implementasinya sebelum janin lahir (F. Gary Cunningham, 2005).

Nama lain dari Solutio Plasenta adalah Abrupsio Plasenta, Abisio Plsenta, Accidental Hoemorarrhge, Premature Saparation Of The Normally Implanted Placenta.

Solutio Plasenta yang secara klinis jelas terdapat pada 0,5 – 1% dari semua kehamilan. Solutio Plasenta sering disertai oleh keadaan yang menyebabkan Insufiensi Uteroplasenter Kronik seperti hipertensi, merokok trauma atau menggunakan kokai, juga sering disertai oleh plasenta Preria Marginalis. Solutio Plasenta yang cukup berat sehingga bisa mematikan janin terjadi I dalam 500 kehamilan. Diagnosis ditegakkan apabila pada pemeriksanan Ultrasonografi tidak terdapat Plasenta Previa (WilliamF. Rayburn, 2001).

Pada sebagian besar laporan, angka kematian perinatal akibat Solutio Plasenta adalah sekitar 25%. Pada sebuah studi besar di Swedia oleh Karegard dan Gennser (1986) yang disebut diatas, angkanya adalah 20% Krohn dkk, (1987). Melaporkan bahwa angka kematian perinatal adalah 20% dari 844 kehamilan dengan penyulit Solutio Plasenta. Di Washington State Ananth dkk (1999) meneliti bahwa 530 wanita dengan Solutio Plasenta di Mt Sinai Hospital di New York dan melaporkan bahwa 40% melahirkan kurang bulan.

Ketika angka kelahiran mati akibat kausa lain telah berkurang secara bermakna, angka lahir mati akibat Solutio Plasenta menjadi lebih menonjol, sebagai contoh dari semua bayi lahir mati Trimester ke-3 leih dari 40.000 pelahiran di Parkland Hospital selama tahun 1992 sampai 1994, 12% terjadi akibat Solutio Plasenta (Cunningham dan Hollier, 1997) frekwensi ini sama dengan yang dilaporkan oleh Fretts dan Usher (1997)yang meneliti hampir 62.000 kelahiran di Royal Victoria Hospital d Montreal antara tahun 1978 dan 1995 Solutio Plasenta telah menjadi penyebab tersering dan menyebabkan sekitar 15% bayi lahir meninggal.

Yang terpenting bahkan, apabila janinnya selamat, masih mungkin terjadi sekuele simpang dari 182 bayi yang selamat dalam penelitian oleh Abdella dkk (1984). 25 (14%) diantaranya teridentifikasi mengalami defisit neurologis yang signifikan dalam tahun pertama kehidupan.

Berdasarkan insidens diatas kelompok sangat tertarik untuk membahas dan mempelajari askep Solutio Plasenta, sehingga akan meningkatkan pemahaman kita semua khususnya kelompok.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mendapat wawasan, menambah pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman nyata dalam meberikan askep pada pasien Solutio Plasenta dilapangan.

2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mampu :
a. Menyebutkan tentang definisi Solutio Plasenta
b. Menjelaskan tentang etiologi Solutio Plasenta
c. Menjelaskan patofisologi Solutio Plasenta
d. Menjelaskan tentang manifestasi klinis Solutio Plasenta
e. Menjelaskan tentang komplikasi Solutio Plasenta
f. Menjelaskan askep Solutio Plasenta serta mampu menerapkan dilapangan.









BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian
Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implementasinya sebelum janin lahir (Cunningham, 2005)

Abrupsio Plasenta (pelepasan plasenta prematur) didefinisikan sebagai lepasnya plasenta yang tertanam normal dari dinding uterus baik lengkap maupun parsial pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih (Ben – Zion Tabe, 1994).

Abrupsio Plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat tertanamnya, sebelum waktunya (Helen, 2006).

Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia diatas 28 minggu (Arief Mansjoer, 2001).

Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada kospus uteri sebelum janin lahir (Prof. Dr. Hanifa Wikryosastro, 1992).

Solutio Plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable dimana plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau korpus uteri) terkelupas atau terlepas sebelum kala III (Dr. Chrisdiono M. Achadiat,Sp, 2003).

Solutio Plasenta adalah pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak (Obstetri dan Ginekologi, FKU Padjajaran Bandung, 1984).

B. Etiologi
Faktor penyebabnya belum diketahui, tetapi kondisi abrupsio plasenta dapat dikaitkan dengan hal-hal berikut :
1. Tekanan darah tinggi pada ibu
2. Usia ibu atau paritas cukup tinggi
3. Perokok
4. Gizi buruk
5. Korioamnionitis
6. Trauma tumpul pada abdomen ibu
7. Riwayat absupsio plasenta terdahulu
8. Peningkatan dan ukuran uteri secara mendadak (misal, bila terjadi pecah ketuban akibat polihidramnion atau diantara persalinan pada kehamilan kembar).
9. Versi kepala luar
10. Pengguna kokain terutama jenis crack.
C. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang mebentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah anatara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanyapun tidak jelas kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehiam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karna otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplsenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus sebagian darah akan menyelundup dibawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk kedalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut-serabut diotot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Jal ini disebut uterus couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk kedalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya diuterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pemberian intravaskule. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal dan nasib janin, makin lama sejak terjadinya Solutio Plasenta sampai selesai, makin hebat umumnya komplikasi.

D. Manifestasi Klinis
1. Perdarahan pervaginam disertai rasa nyeri diperut yang terus-menerus, warna darah merah kehitaman.
2. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul dibelakang plasenta hingga rahim teregang (uterus embosis, Wooden uterus).
3. Palpasi janin sulit karena rahim keras.
4. Fundus uteri makin lama makin naik.
5. Auskultasi DJJ sering negatif.
6. KU pasien lebih buruk dari jumlah darah yang keluar.
7. Sering terjadi renjatan (hipovolemik dan neurogenik)
8. Pasien kelihatan pucat, gelisah dan kesakitan.

E. Pembagian Solutio Plasenta
Solutio Plsenta dibagi menjadi 3 :
a. Solutio Plsenta ringan
 Tanpa rasa sakit
 Pendarahan kurang dari 500 cc warna akan kehitam-hitaman
 Plasenta lepas kurang dari 1/5 bagian
 Fibrinogen diatas 250 mg %

b. Solutio Plsenta sedang
 Bagian janin masih teraba
 Perdarahan antara 500-100 cc
 Terjadi fetal distress
 Plasenta lepas kurang 1/3 bagian

c. Solutio Plsenta berat
 Abdomen nyeri, palpasi janin sukar
 Janin telah meninggal

F. Komplikasi Solutio Plsenta
1. Perdarahan dan Syok
2. Hypofibrinogenaomi
3. Apoplexi Uteroplasentair (Uterus Couvelaire)
4. Gangguan foal ginjal

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu protrombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen, gen elektrolit plasenta, CBC, CT, BT, elektrolit (bila perlu).
2. Keadaan janin kardiootokografi, Doppler, laennec.
3. USG menilai letak plasenta, usia kehamilan dan keadaan janin secara keseluruhan.


H. Penatalaksanaan Solutio Plsenta
a. Konservatif
 Hanya untuk Solutio Plsenta derjat ringan dan janin masih belum cukup bulan, apalagi jika janin telah meninggal.
 Transfusi darah (1 x 24 jam) bila anemia (HB kurang dari 10,0%)
 Apabila ketuban telah pecah, dipacu dengan oksitosin 10IU dalam larutan saline 500 cc, kemudian ditunggu sampai lahir pervaginam.
 Bila 1 botol tersebut belum lahir, ulangi dengan 1 botol lagi dan ditunggu sampai lahir. Dengan langkah ini biasanya sebagian besar kasus dapat diselesaikan dengan baik (90%) sedangkan bagi yang gagal dapat dilakukan SC emergency.

b. Pengobatan
1. Umum
 Pemberian darah yang cukup
 Pemberian 02
 Pemberian antibiotik
 Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
2. Khusus
a. Terhadap hypofibrinogenaemi
 Substansi dengan human fibrinogen 10 g atau darah segar.
 Menghentikna fibrinolyse dengan trsylol (proteinase inhibitor) 200.000 S. IV selanjutnya kalau perlu 100.000 s/jam dalam infus.
b. Untuk meransang diurese : mannit monnitol diurese yang baik lebih dari 30 – 40 cc/jam.
Pada Solutio Plsenta darah dari tempat pelepasan, mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan pada akhirnya keluar dari serviks. Terjadilah pendarahan keluar atau pendarahan tampak.
Kadang darah tidak keluar tetapi berkumpul dibelakang plasenta membentuk hematom retroplsentair. Pendarahan ini disebut pendarahan kedalam atau pendarahan tersembunyi.
Pendarahan juga dapat terjadi keluar tetapi sebagian masuk kedalam ruang amnion, terjadilah perdarahan keluar dan tersembunyi.
c. Perbedaan Solutio Plsenta dengan pendarahan tersembunyi dan pendarahan keluar :
 Pendarahan tersembunyi
 Pelepasan biasanya komplit
 Sering disertai toksemia
 Hanya merupakan 20% dari Solutio Plsenta
 Pendarahan keluar
 Biasanya inkomplit
 Jarang disertai toksemia
 Merupakan 80% dari Solutio Plsenta
d. Perbedaan Solutio Plsenta dengan Plasenta Previa
 Solutio Plsenta
 Pendarahan dengan nyeri
 Pendarahan segera disusul partus
 Pendarahan keluar hanya sedikit
 Palpasi sukar
 Bunyi jantung anak biasanya tidak ada
 Pada toucher tidak teraba plasenta tapi ketuban yang terus menerus tegang.
 Ada impresi pada jaringan plsenta karena hematom.
 Plasenta Previa
 Pendarahan tanpa nyeri
 Pendarahan berulang-ulang sebelum partus
 Pendarahan keluar banyak
 Bagian depan tinggi
 Biasanya ada bunyi jantung
 Teraba jaringan plasenta
 Robekan selaput marginal
3. Obstetris
Pimpinan persalinan pada Solutio Plsenta bertujuan untuk mempercepat persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam.
Alasan ialah :
 Bagian yang terlepas meluas
 Pendarahan bertambah
 Hypofibrinogenaemi menjelma dan bertambah
Tujuan ini dicapai dengan :
a. Pemecahan ketuban
b. Pemberian infus pitocin ialah 5 c dalam 500 cc glukosa 5%.
c. SC
d. Hysterektomi



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SOLUTIO PLASENTA


Solutio Plasenta merupakan pelepasan prematur terjadi selama trisemester ketiga biasanya selama persalinan (Doengoes, 2001).

1. Pengkajian
a. Sirkulasi : Hipertensi (faktor pencetus) pendarahan, bila ada, mungkin berwarna gelap atau terang, mungkin tersembunyi.
b. Makanan / cairan : Abdomen keras, seperti papan, uterus tegang dengan pembesaran simetris atau asimetris.
c. Nyeri / ketidaknyamanan : Dapat mengalami nyeri dengan hemoragi retroplasenta, nyeri tekan nyata atau berat secara umum, atau nyeri lokal, nyeri punggung bawah.
d. Seksualitas : Peninggian fundus uterus, relaksasi diantara kontraksi menurun secara progresif janin hiperaktif, DJJ mungkin DBN atau dapat menunjukkan bradikardia atau takikardia.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1). Kekurangan volume cairan berdasarkan dengan kehilangan vaskular berlebihan ditandai dengan hipotensi, peningkatan frekwensi nadi, penurunan tekanan nadi, urin menurun / terkonsentasi, penurunan pengisian vena, perubahan mental.
KH :
 Klien akan mendemonstrasikan kestabilan / perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat, dan haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual.

Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Evaluasi, laporkan dan catat jumlah serta sifat kehilangan darah, lakukan penghitungan pembalut, timbang pem-balut/pengalas.
Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosa setiap gram pening-katan berat pembalut sama dengan kehi-langan kira-kira 1 ml darah.
2. Lakukan tirah baring, instruksikan klien untuk menghindari valsava anu-ver dan koltus. Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme (yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat meransang perdarahan.


3. Posisikan klien dengan tepat, telentang dengan panggul ditinggikan atau po-sisi semi-fowler pada plasenta previa, hindari posisi trendelenburg. Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak, peninggian panggul meng-hindari kompresi vena kava, posisi semi – fowler memungkinkan janin bertindak sebagai tampan. Posisi trendelenburg dapat menurunkan keadaan pernafasan ibu.

4. Catat tanda-tanda vital pengisian ka-piler pada dasar kuku, warna membran mukosa/kulit, dan suhu ukur tekanan vena sentral bila ada.
Membantu menentukan beratnya kehilang-an darah, meskipun sianosis dan perubahan pada tekanan darah (TD) dan nadi adalah tanda-tanda lanjut dari kehilangan sirkulasi dan / atau terjadinya syok. Juga pantau keadekukatan pengagantian cairan.

Kolaborasi
5. Dapatkan atau tinjau ulang pemeriksa-an darah cepat : HDL, jenis dan pen-cocokan silang, titer Rn, kadar fibri-nogen, hitung trombosit, APTT, PT dan kadar HCG Menetukan jumlah darah yang hilang dan dapat memberikan informasi mengenai penyebab. Ht harus dipertahankan diatas 30% untuk mendukung transpor oksigen dan nutrien.

6. Siapkan untuk kelahiran sesaria bila ada diagnosa berikut : abrupsi plasenta berat bila janin hidup dan persalinan tidak terjadi. KID, atau plasenta previa bila janin matur, kelahiran vagina ti-dak mungkin, dan perdarahan berle-bihan atau tidak teratasi dengan tirah baring
Hemoragi berhenti bila plsenta diangkat dan sinus-sinus vena tertutup.
7. Berikan larutan intravena, expander plasma, darah lengkap, atau sel-sel keemasan, sesuai indikasi. Meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi gejala-gejala syok.

2). Perubahan perfusi jaringan uteroplasenta berdasarkan dengan hipovolemia ditandai dengan perubahan denyut jantung janin (DJJ) dan / atau aktivitas.
KH :
 Klien akan mendemosntrasikan perfusi adekuat, dibuktikan oleh DJJ dan aktivitas DBN serta tes nonstres rekatif (NST).

Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi dan volume darah. Kejadian pendarahan potensial merusak hasil kehamilan, kemungkinan menyebab-kan hipovolemia atau hipoksia uteropla-senta.

2. Catat kehilangan darah ibu mungkin dan adanya kontraksi uterus. Bila kontraksi uterus disertai dilatasi ser-viks, tirah barinng dan medikasi mungkin tidak efektif dalam mempertahankan ke-hamilan, kehilangan darah ibu secara berle-bihan menurunkan perfusi plasenta.

3. Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri. Menghilangkan tekanan pada vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi plasen-ta/janin dan pertukaran oksigen.

Kolaborasi
4. Berikan suplemen oksigen pada klien. Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.

5. Lakukan/ulang NST sesuai indikasi. Mengevaluasi secara elektronik respons DJJ terhadap gerakan janin bermanfaat da-lam menentukan kesejahteraan janin (tes reaktif) versus hipoksia (non relatif).

6. Ganti kehilangan darah/cairan ibu. Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transpor oksigen. Hemoragi maternal mempengaruhi transfer oksigen uteroplasenta secara negatif, menimbulkan kemungkinan kehilangan kehamilan atau memburuknya status janin bila penyim-pangan oksigen menetap. Janin kehabisan tenaga untuk melakukan mekanisme ko-ping, dan kemungkinan ssp rusak/janin me-ninggal.

3). Ketakutan berdasarkan dengan acaman kematian pada diri sendiri, janin ditandai dengan pengungkapan masalah khusus, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis.
KH :
 Klien akan mendiskusikan ketakutan mengenai diri, janin dan masa depan kehamilan, mengenali ketakutan yang sehat dan tidak sehat.
 Klien akan mengungkapkan pengetahuan situasi yang akurat.
 Klien akan mendemonstrasikan pemecahan masalah dan penggunaan sumber-sumber secara efektif.
 Klien akan melaporkan/menunjukkan berkurangnya ketakutan dan/atau prilaku yang menunjukkan ketakutan.

Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien dan pasangan.
Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi.
2. Dengarkan masalah klien dan dengarkan secara aktif. Meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan solusi sendiri.

3. Berikan informasi dalam bentuk ver-bal dan tertulis, dan beri kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan, jawab pertanyaan dengan jujur. Pengetahuan akan membantu klien meng-atasi apa yang sedang terjadi dengan lebih efektif. Informasi tertulis nantinya me-mungkinkan klien untuk meninjau ulang in-formasi karena akibat tingkat stres, klien tidak dapat mengasimilasi informasi jawa-ban yang jujur dapat meningkatkan pema-haman dengan lebih baik serta menurunkan rasa sakit.

4. Libatkan klien dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan seba-nyak mungkin. Menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu mengontrol situasi dapat menurunkan rasa takut.

5. Jelaskan prosedur dan anti gejala-gejala. Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi.

4). Resiko tinggi terhadap cedera ibu faktor resiko dapat meliputi Hipoksia jaringan/organ, profil darah abnormal, kerusakan sistem imun ditandai dengan (tidak dapat diterapkan adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual).
KH :
 Klien akan tetap afebris
 Klien akan menunjukkan profil darah dengan hitung SDP, Hb dan pemeriksaan koagulasi DBN normal.
 Klien akan mempertahankan haluaran urin yang tepat untuk situasi individu.

Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Kaji jumlah darah yang hilang. Pantau tanda / gejala syok. (rujuk pada DK : kekurangan volume cairan (Kehilang-an aktif). Hemoragi berlebihan dan menetap dapat mengancam hidup klien atau mengakibat-kan infeksi pascapartum / anemia pascapar-tum KID, gagal ginjal atau nekrosis hipofi-sis yang disebabkan oleh hipoksia jaringan dan malnutrisis

2. Cata masukan / haluaran urin catat be-rat jenis urin. Penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan haluaran urin, lobus anterior hi-pofisis, yang membesar selama kehamilan, bila terjadi hemoragi beresiko terhadap sindrom sheehan.

3. Pantau respons merugikan pada pem-berian produk darah, seperti alergi atau reaksi hemolisis atasi per pro-tokol.
Pengenalan dan intervensi dini dapat men-cegah situasi yang mengancam hidup.
4. Periksa ptekie atau perdarahan dari gusi atau sisi intravena pada klien. Menandakan perbedaan atau perubahan pada koagulasi.

5. Berikan informasi tentang resiko pe-nerimaan produk darah. Komplikasi seperti hepatitis dan HIV/AIDS dapat tidak bermanifestasi selama perawat-
an dirumah sakit, tetapi mungkin memer-lukan tindakan pada hari-hari berikutnya.
Kolaborasi
6. Dapatkan golongan darah dan penco-cokan silang. Meyakinkan bahwa produk yang tepat akan tersedia bila diperlukan penggantian darah.

7. Berikan penggantian cairan Mempertahankan volume sirkulasi untuk mengatasi kehilangan cairan / syok.

8. Pantau pemeriksaan koagulasi (mis, APTT, jumlah trombosit, kadar fibri-nogen, FSP / FDP). KID dengan disertai penurunan kadar fibrinogen dan terjadinya FSP dapat terjadi sebagai respon terhadap pelepasan trom-boplastin dari jaringan plasenta dan / atau janin mati. Agar terjadi pembentukan be-kuan, kadar fibrinogen harus kurang dari 100 mg/dl.

9. Berikan kriopresipitat dan plasma be-ku segar sesuai indikasi. Hindari pem-berian trombosit bila konsumsi masih terjadi (mis, bila kadar trombosit turun). Kriopresipitat menggantikan faktor-faktor pembekuan pada klien dengan KID. Pem-berian trombosit selama masih dikonsumsi adalah kontroversial, karena ini dapat memperlama siklus pembekuan, meng-akibatkan reduksi lanjut dari faktor-faktor pembekuan dan meningkatkan kongesti serta stasis vena.

10. Berikan heparin, bila diindikasikan Heparin dapat digunakan pada KID dikasus kematian janin atau kematian satu janin pa-da kehamilan multipel, atau untuk mem-blok siklus pembekuan dengan melindungi faktor-faktor pembekuan dan menurunkan hemoragisampai terjadi perbaikan pembe-dahan.

11. Berikan antibiotik secara parentral. Mungkin diindikasikan untuk mencegah atau meminimalkan infeksi.

5). Nyeri berdasarkan dengan kontraksi otot / dilatasi serviks, trauma jaringan (ruptur tuba falopi) ditandai dengan melaporkan nyeri, perilaku distraksi, respon otonomik (perubahan pada nadi / TD).
KH :
 Klien akan melaporkan nyeri / ketidaknyamanan hilang atau terkontrol.
 Klien akan mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi / aktivitas hiburan.

Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Tentukan sifat, lokasi, dan durasi nyeri kaji kontraksi uterus, hemoragi retro-plasenta atau nyeri tekan abdomen. Membantu dalam mendiagnosa dan memi-lih tindakan ketidaknyamanan dihubungkan dengan aborsi spontan dan molahidatidosa karena kontraksi uterus, yang mungkin di-perberat oleh infus oksitosin. Ruptur keha-milan ektopik mengakibatkan nyeri hebat, karena hemoragi tersembunyi saat tubafalo-pi ruptur kedalam rongga abdomen. Abrup-si plasenta disertai dengan nyeri berat, khu-susnya bila terjadi hemoragi retroplasma tersembunyi.

2. Kaji stres psikologis klien / pasangan dan respon emosional terhadap ke-jadian. Ansietas sebagai respon terhadap siatuasi darurat dapat memperberat derajat ketidaknyamanan karena sindrome ketagangan – takut nyeri.

Kolaborasi
3. Berikan narkotik atau sedatif, berikan obat-obat praoperatif bila prosedur pembedahan dindikasikan.
Meningkatkan kenyamanan, menurunkan resiko komplikasi pembedahan.
4. Siapkan untuk prosedur bedah, bila diindikasikan. Tindakan terhadap penyimpangan dasar akan menghilangkan nyeri.

6). Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berdasarkan dengan penggantian kehilangan cairan berlebihan / cepat ditandai dengan tidak dapat diterapkan adanya tan/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual.
KH :
 Klien akan menunjukkan TD, nadi, berat jenis urin, dan tanda-tanda neurologis DBN, tanpa kesulitan pernafasan.

Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Pantau adanya peningkatan TD dan nadi catat tanda-tanda pernafasan seperti dispnea, krekels, atau ronki. Bila penggantian cairan berlebihan, gejala beban kerja sirkulasi berlebihan dan kesuliatan pernafasan dapat terjadi. Selain itu, klien denngan abrupsi plasenta yang sudah hipertensi, beresiko terhadap manifestasi respon negatif penggantian cairan, seperti pada klien dengan gangguan fungsi jantung.

2. Pantau dengan cermat kecepatan infus secara mnual atau secara elektrik, catat masukan / haluaran. Ukur berat jenis urin. Masukan dan haluaran harus kira-kira sama dengan volume sirkulasi stabil. Haluaran urin meningkat dan berat jenis menurun bila perfusi ginjal dan volume sirkulasi kembali normal.

3. Kaji status neurologis, perhatikan prilaku atau peningkatan kepekaan. Perubahan prilaku dapat menjadi tanda awal dari edema serebral karena retensi cairan.

Kolaborasi
4. Kaji kadar Ht Kadar Ht dapat menandakan jumlah ke-hilangan darah dan dapat digunakan untuk menetukan kebutuhan dan keadekuatan penggantian.

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir, diberi beragam sebutan, yaitu placental arubtion, Arubtio plasenta, dan di Ingris Accidental Hemorrhage (perdarahan tak disengaja) ( Cunningham, 2005).

Plasenta yang terlepas semuanya disebut Solutio Plasenta totalis. Plasenta yang terlepas sebagian disebut Solutio Plasenta Parsial. Plasenta yang terlepas hanya sebagian kecil pinggiran plasenta disebut Ruptura Sinus marginalis.

Solutio Plsenta dibagi menjadi 3 :
a. Solutio Plsenta ringan
b. Solutio Plsenta sedang
c. Solutio Plsenta berat

Komplikasi Solutio Plsenta :
1. Perdarahan dan Syok
2. Hypofibrinogenaomi
3. Apoplexi Uteroplasentair (Uterus Couvelaire)
4. Gangguan foal ginjal

Asuhan KEperawatan Jiwa Pada Klien Resiko Bunuh Diri

A. Latar Belakang
Beban yang ditimbulkan oleh gangguan jiwa sangat besar. Hasil studi Bank Dunia menunjukkan, Global Burden Of Disease akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,7%, lebih tinggi dari Tubercolosis (7,2%), Kanker (5,8%), Penyakit Jantung (4,4%) atau malaria (26%). Mengingat hal tersebut diamankan juga resiko tinggi bunuh diri yang biasanya muncul pada individu yang mengalami gangguan mood terutama depresi. Orang kulit putih memiliki resiko bunuh diri paling tinggi diantara semua kelompok budaya sebesar 72%, yang diikuti oleh penduduk Amerika asli, orang Amerika-Afrika, Amerika-Hispanik dan Amerika-Asia pada urutan selanjutnya. Individu yang berusia lebih dari 65 Tahun memiliki angka bunuh diri paling tinggi. Angka bunuh diri pada remaja meningkat mencapai angka yang mengkhawatirkan : bunuh diri saat ini merupakan penyebab kematian yang kedua dikalangan remaja. Waktu puncak bunuh diri yang lain adalah antara usia 30 sampai 40 Tahun (Maclntosh, 1992 dalam Videbeck, 2008).

Insiden bunuh diri lebih tinggi pada kelompok orang yang sangat kaya atau yang sangat miskin dari pada kelas menengah. Semakin besar tingkat keputusasaan tentang masa depan, semakin besar resiko bunuh diri. Individu yang masih sendiri memiliki resiko bunuh diri dua kali lebih besar daripada mereka yang menikah. Merek yang bercerai, menjada/dua, atau baru berpisah memiliki resiko lebih dari empat kali lipat daripada mereka mereka yang menikah. Wanita yang bercerai angka bunuh diri yang lebih rendah daripada pria yang bercerai. Wanita memiliki angka upaya bunuh diri yang lebih tinggi tetapi pria lebih berhasil dalam melaksanakan tindakan bunuh diri karena mereka menggunakan metode-metode yang lebih letal (mematikan). Wanita cenderung menggunakan pil tidur atau pisau cukur, sedangkan pria menembak atau menggantung diri mereka atau melompat dari tempat yang tinggi (Roy, 200) dalam (Vide Beck, 2008).

Dari insiden diatas kelompok tertarik untuk mengangkat Asuhan Keperawatan Jiwa dengan kasus Resiko Bunuh Diri sebagai salah satu penugasan Keperawatan jiwa I.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa (i) dapat memahami ASKEP Jiwa dengan Kasus Resiko Bunuh Diri secara mendetail




2. Tujuan Khusus
a. Diharapkan mahasiswa (i) dapat memahami Konsep dasar
b. Diharapkan kepada mahasiswa (i) dapat menerapkan asuhan keperawatan
c. Diharapkan kepada mahasiswa (i) mampu melaksanakan asuhan keperawatan yang menyeluruh.
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan kematian, atau luka yang menyakiti diri sendiri (http://stikessarimuliabanjarmasin.blogspot.com/2010/04/bunuh-diri/html).

Menurut Keliat (1991) bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri ini dapat berupa keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Bunuh diri adalah tindakan untuk membunuh diri sendiri (Vide Beck, 2008).

Prilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung dan tak langsung. Prilaku destruktif – diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Lama prilaku berjangka pendek. Prilaku destruktif – diri tak langsung termasuk tiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi kematian akibat perilakunya dan biadanya akan menyangkal apabila di konfrontasi. Durasi dari perilaku ini biasanya lebih lama daripada perilaku bunuh diri. Perilaku destruktif – diri tak langsung meliputi :
b. Merokok
c. Mengebut
d. Berjudi
e. Tindakan kriminal
f. Terlibat dalam tindakan rekreasi beresiko tinggi
g. Pwnyalahgunaan obat
h. Perilaku yang menyimpang secara sosial
i. Perilaku yang menimbulkan stres
j. Gangguan makan
k. Ketidakpatuhan pada tindakan medik.

Rentang respons protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respons paling adaptif, sementara prilaku destruktif-diri, pencederaan diri, dan bunuh diri merupakan respon maladaptif.

RENTANG RESPONS PROTEKTIF – DIRI









2. Etiologi
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
b. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal / gagal melakukan hubungan yang berarti.
d. Perasaan marah / bermusuhan, bunuh diri dapat melakukan hubungan pada diri sendiri.
e. Cara untuk mengakhiri keputusan.
Faktor-faktor resiko bunuh diri
⇒ Psikososial dan Klinik
~ Keputusasaan
~ Ras kulit putih
~ Jenis kelamin laki-laki
~ Usia lebih tua
~ Hidup sendiri

⇒ Riwayat
~ Pernah mencoba bunuh diri
~ Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri
~ Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat

⇒ Diagnostik
~ Penyakit medik umum
~ Psikosis
~ Penyalahgunaan zat
3. Faktor Predisposisi
1). Diagnosa Psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, penyalahgunaan obat, dan skizofenia.

2). Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.

3). Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.

4). Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk perilaku destruktif.

5). Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, opiatergik dan dopaminergik menjadi media proses yang menimbulkan prilaku destruktif – dini.

4. Patopsikologi
Semua perilaku bunuh diri adalah serius, apapun tujuannya. Dalam pengkajian perilaku bunuh diri, lebih ditekankan pada metoda lebalitas yang dilakukan atau digunakan. Walaupun semua ancaman dan percobaan bunuh diri harus ditanggapisecara serius, perhatian yang lebih waspada dan seksama menjadi indikasi jika seseorang mencoba bunuh diri dengan cara yang paling mematikan seperti dengan pistol, mengantungkan diri atau loncat.
Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori :
1). Ancaman bunuh diri
2). Upaya bunuh diri
3). Bunuh diri
Individu putus harapan menunjukkan perilaku yang tidak berdaya, putus asa, apatis, kehilangan, ragu-ragu, sedih, depresi serta yang paling berat adalah bunuh diri.




⇒ Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah karena merasa tidak mampu, seolah-olah koping yang bisa bermanfaat sudah tidak berguna lagi. Harga diri rendah, apatis dan tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.

⇒ Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-cita tidak tercapai.

⇒ Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Banyak teori yang menjelaskan tentang depresi dan semua sepakat keadaan depresi merupakan indikasi terjadi bunuh diri.

⇒ Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

⇒ Faktor resiko bunuh diri
Mengapa individu terdorong untuk bunuh diri?? Banyak pendapat tentang penyebab atau alasan bunuh diri, termasuk hal-hal berikut :
1. Kegagalan untuk adaptasi
2. Perasaan terisolasi
3. Perasaan marah dan bermusuhan
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan

5. Tanda dan Gejala
a. Petunjuk dan Gejala
~ Keputusasaan
~ Celaan terhadap diri sendiri perasaan gagal dan tidak berguna
~ Alam perasaan depresi
~ Agitrasi dan kegelisahan
~ Insomnia yang menetap
~ Penurunan BB
~ Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.



b. Petunjuk Psikiatrik
~ Upaya bunuh diri sebelumnya
~ Kelainan afektif
~ Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
~ Kelainan tindakan dan depresi mental pada remaja
~ Demensia dini/status kekacauan mental pada lansia

c. Riwayat Psikososial
~ Baru berpisah/bercerai, kehilangan
~ Hidup sendiri
~ Tidak bekerja, perubahan/kehilangan pekerjaan yang baru dialami

d. Faktor Kepribadian
~ Implisit, agresif, rasa bermusuhan
~ Kegiatan kognitif dan negatif
~ Keputusasaan
~ Harga diri rendah
~ Batasan/gangguan kepribadian antisosial

Pernyataan yang salah tentang bunuh diri
1). Ancaman bunuh diri hanya cara individu untuk menarik perhatian dan tidak perlu dianggap serius.
2). Bunuh diri tidak memberi tanda.
3). Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri pada klien.
4). Kecenderungan bunuh diri adalah keturunan.

6. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan prilaku destruktif diri. Sering kali orang ini secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kualitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas hidup.

7. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan prilaku destruktif diti tak langsung adalah :
1). Dedinial
2). Rasionalisasi
3). Intelektualisasi
4). Regresi (Stuart, 1998).


B. Asuhan Keperawatan Tingkah Laku Bunuh Diri
Asuhan keperawatan tingkah laku bunuh diri difokuskan pada pencegahan bunuh diri. Pencegahan dapat dicapai karena semua individu yang ingin bunuh diri ambivalen terhadap hidup dan tidak ada yang 100% ingin mati.

1. Pengkajian
Pengkajian tingkah laku bunuh diri termasuk aplikasi observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk mengetahui tanda spesifik, rencana yang spesifik.

Hal utama yang perlu dikaji adalah tanda atau gejala yang dapat menetukan tingkat resiko dari tingkah laku bunuh diri.

Tabel Pengkajian Tingkat Resiko Bunuh Diri

Perilaku atau Gejala Intensitas Resiko
Rendah Sedang Tinggi
1. Cemas

2. Depresi

3. Isofasi Menarik diri



4. Fungsi sehari-hari


5. Strategi koping

6. Orang penting atau dekat

7. Pelayanan Psikiatri yang lalu

8. Pola Hidup

9. Pemakaian alkohol atau obat

10. Percobaan Bunuh diri sebelumnya

11. Disorentasi atau disorganisasi

12. Bermusuhan

13. Rencana bunuh diri Rendah

Rendah

Perasaan depresi yang samar, tidak menarik diri


Umumnya baik pada semua aktivitas

Umumnya kons-truktif

Beberapa


Tidak, sikap positif



Stabil

Tidak sering



Tidak, atau yang tidak fatal


Tidak ada



Tidak atau sedikit

Samar-samar, kadang ada fikiran tidak ada rencana Sedang

Sedang

Perasaan tidak berdaya, putus asa, menarik diri


Baik pada beberapa aktivitas


Sebagian konstruktif

Sedikit atau hanya satu

Ya, umumnya memuaskan


Sedang

Sering



Dari tidak sampai dengan cara yang agak fatal

Sedikit



Beberapa

Sering didifikirkan kadang-kadang ada ide untuk merencanakan Tinggi atau panik

Berat

Putus asa, tidak berdaya menarik diri, protes pada diri sendiri.

Tidak baik pada semua aktivitas


Sebagian besar destruktif

Tidak ada


Bersikap negatif terhadap pertolongan

Labil

Terus menerus



Dari tidak sampai berbagai cara yang fatal

Jelas atau ada



Jelas atau ada

Sering dan konstans difikirkan sama dengan rencana cara yang spesifik.

2. Diagnosa Keperawatan
1). Resiko bunuh diri berhubungan dngan keadaan krisis yang tiba-tiba
2). Resiko bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani stres dan perasaan bersalah
3). Resiko bunuh diri berhubungan dengan alam perasaan depresi
4). Koping yang tak efektif berhubungan dengan keinginan bunuh diri sebagai pemecahan pemasalahan
5). Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut dan fungsi tubuh yang turun
6). Gangguan konsep diri : perasaan tidak berharga berhubungan dengan kegagalan.

3. Perencanaan
1). Diagnosa : Resiko Bunuh diri berhubungan dengan keadaan krisis yang tiba-tiba.
⇒ Tujuan jangka panjang :
Klien tidak melukai / membunuh diri
⇒ Tujuan jangka pendek :
1. Klien tetap aman dan selamat
2. Klien berperan serta dalam mengontrol prilaku
⇒ Intervensi
1. Temani klien terus-menerus sampai ia dapat dipindahkan ketempat yang aman.
2. Mendapatkan orang dapat segera membawa klien kerumah sakit untuk penkajian lebih lanjut.
3. Menjauhkan semua benda yang berbahaya.
4. Cek keberadaan klien setiap 10-15 menit dengan observasi yang tidak teratur.
5. Dengan lembut jelaskan pada klien bahwa saudara akan melindungi sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
6. Yakin bahwa klien menelan obatnya.




2). Diagnosa : Resiko bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani stres dan permasalahan
⇒ Tujuan jangka panjang :
Klien dapat mengontrol tingkah laku bunuh diri
⇒ Tujuan jangka pendek :
1. Klien terlindungi dari merusak diri sendiri
2. Klien dapat mengungkapkan dan menerima perasaannya.
3. Klien dapat mengidentifikasi dan mengembangkan koping yang sehat.
⇒ Intervensi :
1. Tentukan tingkat intensitas bunuh diri klien :
a. Menggali perasaan bunuh diri sebelumnya.
b. Mengidentifikasi ide, pikiran, rencana bunuh diri.
2. Lakukan tindakan perlindungan (pencegahan) bunuh diri :
a. Ciptakan lingkungan yang aman
b. Observasi perilaku klien
3. Terangkan semua tindakan pada klien
4. Lakukan kontak tentang penanganan bunuh diri dengan klien dan lokasi staf jika ide, dan atau rencana bunuh diri datang.
5. Lakukan pendekatan individu (perorangan) untuk mendorong klien menyadari, mengungkapkan dan menerima perasaannya.
6. Kuatkan koping yang sehat
7. Gali dan kemangkan koping yang baru
8. Diskusikan alternatif pemecahan selain bunuh diri.

3). Diagnosa : Resiko Bunuh diri berhubungan dengan alam perasaan depresi
⇒ Tujuan jangka panjang :
1. Mengembangkan konsep diri yang lebih realistik dan positif
2. Membina hubungan yang berguna dengan orang yang berarti
⇒ Tujuan jangka pendek :
1. Terlindungi dari merusak diri sampai klien bertanggung jawab atas dirinya.
2. Mengekspresikan marah yang konstruktif.
3. Memenuhi kebutuhan fisik.
4. Berperan serta dalam aktivitas.
⇒ Intervensi :
1. Beritahukan tindakan pengawasan yang dilakukan
2. Dorong klien untuk berpartisipasi mengevaluasi tingkat kontrol yang diperlukan.
3. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah
4. Sertakan klien dalam kelompok latihan asertif
5. Terima perasaan marah klien.
6. Diskusikan cara marah yang sehat.
7. Dorong klien untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari :
a. Kebersihan dan penampilan diri
b. Makan yang cukup
c. Tidur cukup
d. Hubungan sosial yang intim
e. Peran serta aktivitas di bangsal.

4). Diagnosa : koping tak efektif berhubungan dengan keinginan bunuh diri sebagai pemecahan masalah
⇒ Tujuan jangka panjang :
1. Klien menggunakan koping konstruktif dalam pemecahan masalah.
⇒ Tujuan jangka pendek :
1. Klien dapat mengungkapkan perasaannya
2. Klien belajar pendekatan pemecahan masalah
3. Klien menggunakan koping yang konstruktif.
⇒ Intervensi :
1. Dengarkan dengan penuh perhatian dan serius pada semua pembicaraan tentang bunuh diri.
2. Jangan bicara diluar bunuh diri.
3. Pakai pendekatan pemecahan masalah untuk memecahkan keinginan bunuh diri :
a. Dorong klien meneliti alasan untuk hidup dan mati
b. Dorong klien menguraikan tujuan yang ingin dicapai
c. Mengingatkan bahwa bunuh diri hanya satu dari banyak alternatif.
d. Diskusikan kemungkinan akibat dari bunuh diri
e. Diskusikan kemungkinan hasil dan alternatif lain.
4. Kuatkan koping klien yang sehat :
a. Bantu klien menggali koping yang maladaptif
b. Identifikasikan alternatif koping yang lain
c. Beri pujian atau pengakuan atas perilaku koping yang sehat.

5). Diagnosa : Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun.
⇒ Tujuan jangka panjang :
1. Mempertahankan hubungan sosial dengan orang lain.
⇒ Tujuan jangka pendek :
1. Membina hubungan dengan perawat dan klien dibangsal
2. Menerima dukungan dari keluarga dan sistem sosial lain dimasyarakat.
⇒ Intervensi :
1. Memperlihatkan penerimaan, minat dan perhatian.
2. Beri kesempatan pada klien untuk kontak mata dengan orang lain untuk waktu singkat.
3. Kaji respon klien pada hubungan individual dan tingkatkan peran serta dalam aktivitas kelompok.
4. Kaji sistem pendukung yang tersedia.
5. Bantu orang yang dekat berkomunikasi dengan klien
6. Tingkatkan hubungan yang sehat dalam keluarga
7. Lakukan rujukan pada sumber dimasyarakat.

6). Diagnosa : Gangguan konsep diri ; Perasaan tidka berharga berhubungan dengan kegagalan.
⇒ Tujuan jangka panjang :
1. Menerima dirinya dan mempunyai harga diri
⇒ Tujuan jangka pendek :
1. Mengungkapkan perasaannya.
2. Mengidentifikasi hal positif dari dirinya.
3. Mendemostrasikan kemampuannya.
⇒ Intervensi :
1. Terima klien seadanya.
2. Perlihatkan sikap yang memprihatikan.
3. Dorong untuk mengungkapkan perasaan.
4. Tekankan dan refleksikan hal positif yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan pekerjaan yang disukai dan dapat ia lakukan.
6. Beri pujian pada pencapaian dan hindari tindakan perilaku yang negatif.

4. Tindakan
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memualidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhan saat ini (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh tetap dilaksanakan.
5. Evaluasi :
1). Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem diri klien telah berkurang dalam sifat, jumlah asal dan waktu.
2). Klien menggunakan koping yang adaptif.
3). Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.
4). Perilaku klien menunjukkan kepeduliannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan sosial.
5). Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan.

Jumat, 17 Desember 2010

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

Kelenjar endokrin merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran, yang menyalurkan sekresi hormonnya langsung ke dalam darah. Hormon tersebut memberikan efeknya ke organ atau jaringan target. Beberapa hormon seperti insulin dan tiroksin mempunyai banyak organ target. Hormon lain seperti kalsitonin dan beberapa hormon kelenjar hipofisis, hanya memiliki satu atau beberapa organ target.


Susunan Kimia Hormon

1. Amina: hormon sederhana ini merupakan variasi susunan asam amino tirosin. Kelompok ini meliputi tiroksin dari kelenjar tiroid, epinefrin dan norepinefrin dari medula adrenal

2. Protein: hormon ini merupakan rantai asam amino.Insulin dari pankreas, hormon pertumbuhan dari kelenjar hipofisis anterior, kalsitonin dari kelenjar tiroid semuanya merupakan protein.Rantai pendek asam amino disebut peptida. Hormon antidiuretik dan oksitosin yang disintesis oleh hipotalamus, merupakan hormon peptida.

3. Steroid: kolesterol merupakan prekursor hormon steroid, yang meliputi kortisol dan aldosteron dari korteks adrenal, estrogen dan progesteron dari ovarium, dan testosteron dari testis.


Pengaturan Sekresi Hormon
Perubahan kadar hormon dalam darah

Informasi penting untuk meningkatkan/ menurunkan sekresi hormon

Dibawah ini merupakan contoh pengaturan sekresi hormon:


Kadar Glukosa meningkat/ hiperglikemia



Merangsang sekresi insulin



Insulin disekresikan dan beredar dalam darah



Keadaan ini membuat sel mampu mengeluarkan glukosa dalam darah yang digunakan untuk produksi energi dan memampukan hati menyimpan glukosa sebagai glikogen



Glukosa darah menurun



Membalikkan rangsangan untuk menghentikan sekresi insulin

PENGANTAR ANATOMI FISIOLOGI

ANATOMI : ana = memisah-misah, tomos = memotong-motong.
Ilmu urai mempelajari susunan tubuh dan hubungan bagian-bagiannya satu dengan yang lain.
Anatomi Sistemik : pembagian tubuh berdasar fungsi.
Sistem Lokomotorik, Sistem pembuluh darah ( Sirkulasi & Limfe ), Sistem Pencernaan , Sistem Pernafasan, Sistem Endokrin ( kelenjar buntu ), Sistem Urogenital ( Urinari & reproduksi ), Sistem Syaraf ( SS Pusat, SS Perifer, SS Otonom ), Sistem Panca Indera
FAAL / FISIOLOGI (Physiology)
Ilmu pengetahuan yang mempelajari fungsi dan kerja alat-alat tubuh manusia dalam keadaan normal. Kareana berkaitan erat dengan Anatomi maka untuk mempelajari fisiologi perlu mengenal anatominya.
POSISI ANATOMI : berdiri tegak, kedua lengan di sisi terbuka, dan telapak tangan menghadap ke depan, kepala tegak dan mata tertuju lurus ke depan.

BIDANG ANATOMI

- Bidang median: bidang yang membagi tepat tubuh menjadi bagian kanan dan kiri.
- Bidang sagital: bidang yang membagi tubuh menjadi dua bagian dari titik tertentu (tidak membagi tepat dua bagian). Bidang ini sejajar dengan bidang median.
- Bidang horizontal: bidang yang terletak melintang melalui tubuh (bidang X-Y). Bidang ini membagi tubuh menjadi bagian atas (superior) dan bawah (inferior).
- Bidang koronal: bidang vertikal yang melalui tubuh, letaknya tegak lurus terhadap bidang median atau sagital. membagi tubuh menjadi bagian depan (frontal) dan belakang (dorsal).
KEDUDUKAN :
Superior (=atas) atau kranial: lebih dekat pada kepala. Contoh: Mulut terletak superior terhadap dagu. Inferior (=bawah) atau kaudal: lebih dekat pada kaki. Contoh: Pusar terletak inferior terhadap payudara. Anterior (=depan): lebih dekat ke depan. Contoh: Lambung terletak anterior terhadap limpa. Posterior (=belakang): lebih dekat ke belakang. Contoh: Jatung terletak posterior terhadap tulang rusuk. Superfisial: lebih dekat ke / di permukaan. Contoh: Otot kaki terletak superfisial dari tulangnya. Profunda: lebih jauh dari permukaan.Contoh: Tulang hasta dan pengumpil terletak lebih profunda dari otot lengan bawah. Medial (=dalam): lebih dekat ke bidang median. Contoh: Jari manis terletak medial terhadap jari jempol. Lateral (=luar): menjauhi bidang median. Contoh: Telinga terletak lateral terhadap mata. Proksimal (=atas): lebih dekat dengan batang tubuh / pangkal. Contoh: Siku terletak proksimal terhadap telapak tangan.
Distal (=bawah): lebih jauh dari batang tubuh atau pangkal. Contoh: Pergelangan tangan terletak distal terhadap siku.
GERAKAN ANATOMI
Adanya persendian memungkinkan gerakan yang bermacam-macam. Berbagai gerak dengan persendian dikontrol oleh kontraksi otot.
Fleksi dan ekstensi. Fleksi adalah gerak menekuk atau membengkokkan. Ekstensi adalah gerakan untuk meluruskan. Contoh: gerakan ayunan lutut pada kegiatan gerak jalan. Gerakan ayunan ke depan merupakan (ante) fleksi dan ayunan ke belakang disebut (retro) fleksi / ekstensi. Ayunan ke belakang lebih lanjut disebut hiperekstensi.
Adduksi dan abduksi. Adduksi adalah gerakan mendekati tubuh. Abduksi adalah gerakan menjauhi tubuh. Contoh: gerakan membuka tungkai kaki pada posisi istirahat di tempat merupakan gerakan abduksi (menjauhi tubuh). Bila kaki digerakkan kembali ke posisi siap merupakan gerakan adduksi (mendekati tubuh).
Elevasi dan depresi. Elevasi merupakan gerakan mengangkat,Depresi adalah gerakan menurunkan. Contohnya: Gerakan membuka mulut (elevasi) dan menutupnya (depresi)juga gerakan pundak ke atas (elevasi) dan ke bawah (depresi)
Inversi dan eversi. Inversi adalah gerak memiringkan telapak kaki ke dalam tubuh. Eversi adalah gerakan memiringkan telapak kaki ke luar. Istilah inversi dan eversi hanya untuk wilayah di pergelangan kaki.
Supinasi dan pronasi. Supinasi adalah gerakan menengadahkan tangan. Pronasi adalah gerakan menelungkupkan. Juga perlu diketahui istilah supinasi dan pronasi hanya digunakan untuk wilayah pergelangan tangan saja
Endorotasi dan eksorotasi. Endorotasi adalah gerakan ke dalam pada sekililing sumbu panjang tulang yang bersendi (rotasi). Sedangkan Eksorotasi adalah gerakan rotasi ke luar.

ANATOMI FISIOLOGI SEL

Penelitian menunjukkan bahwa satuan unit terkecil dari kehidupan adalah Sel. Kata "sel" itu sendiri dikemukakan oleh Robert Hooke yang berarti "kotak-kotak kosong", setelah ia mengamati sayatan gabus dengan mikroskop.
Selanjutnya disimpulkan bahwa sel terdiri dari kesatuan zat yang dinamakan Protoplasma. Istilah protoplasma pertama kali dipakai oleh Johannes Purkinje; menurut Johannes Purkinje protoplasma dibagi menjadi dua bagian yaitu Sitoplasma dan Nukleoplasma
Robert Brown mengemukakan bahwa Nukleus (inti sel) adalah bagian yang memegang peranan penting dalam sel,Rudolf Virchow mengemukakan sel itu berasal dari sel (Omnis Cellula E Cellula).
ANATOMI DAN FISIOLOGI SEL
Secara anatomis sel dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Selaput Plasma (Membran Plasma atau Plasmalemma).
2. Sitoplasma dan Organel Sel.
3. Inti Sel (Nukleus).

1. Selaput Plasma (Plasmalemma)
Yaitu selaput atau membran sel yang terletak paling luar yang tersusun dari senyawa kimia Lipoprotein (gabungan dari senyawa lemak atau Lipid dan senyawa Protein).
Lipoprotein ini tersusun atas 3 lapisan yang jika ditinjau dari luar ke dalam urutannya adalah:
Protein - Lipid - Protein  Trilaminer Layer
Lemak bersifat Hidrofebik (tidak larut dalam air) sedangkan protein bersifat Hidrofilik (larut dalam air); oleh karena itu selaput plasma bersifat Selektif Permeabel atau Semi Permeabel (teori dari Overton).
Selektif permeabel berarti hanya dapat memasukkan /di lewati molekul tertentu saja.
Fungsi dari selaput plasma ini adalah menyelenggarakan Transportasi zat dari sel yang satu ke sel yang lain.
Khusus pada sel tumbahan, selain mempunyai selaput plasma masih ada satu struktur lagi yang letaknya di luar selaput plasma yang disebut Dinding Sel (Cell Wall).
Dinding sel tersusun dari dua lapis senyawa Selulosa, di antara kedua lapisan selulosa tadi terdapat rongga yang dinamakan Lamel Tengah (Middle Lamel) yang dapat terisi oleh zat-zat penguat seperti Lignin, Chitine, Pektin, Suberine dan lain-lain

Selain itu pada dinding sel tumbuhan kadang-kadang terdapat celah yang disebut Noktah. Pada Noktah/Pit sering terdapat penjuluran Sitoplasma yang disebut Plasmodesma yang fungsinya hampir sama dengan fungsi saraf pada hewan.
2. Sitoplasma dan Organel Sel
Bagian yang cair dalam sel dinamakan Sitoplasma khusus untuk cairan yang berada dalam inti sel dinamakan Nukleoplasma), sedang bagian yang padat dan memiliki fungsi tertentu digunakan Organel Sel.
Penyusun utama dari sitoplasma adalah air (90%), berfungsi sebagai pelarut zat-zat kimia serta sebagai media terjadinya reaksi kirnia sel.

Organel sel adalah benda-benda solid yang terdapat di dalam sitoplasma dan bersifat hidup(menjalankan fungsi-fungsi kehidupan).

Gbr. a. Ultrastruktur Sel Hewan, b. Ultrastruktur Sel Tumbuhan
Organel Sel tersebut antara lain :

a. Retikulum Endoplasma (RE.)
Yaitu struktur berbentuk benang-benang yang bermuara di inti sel.
Dikenal dua jenis RE yaitu :
• RE. Granuler (Rough E.R)
• RE. Agranuler (Smooth E.R)

Fungsi R.E. adalah : sebagai alat transportasi zat-zat di dalam sel itu sendiri. Struktur R.E. hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron.

b. Ribosom (Ergastoplasma)
Struktur ini berbentuk bulat terdiri dari dua partikel besar dan kecil, ada yang melekat sepanjang R.E. dan ada pula yang soliter. Ribosom merupakan organel sel terkecil yang tersuspensi di dalam sel.

Fungsi dari ribosom adalah : tempat sintesis protein.
Struktur ini hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron.

c. Miitokondria (The Power House)
Struktur berbentuk seperti cerutu ini mempunyai dua lapis membran.
Lapisan dalamnya berlekuk-lekuk dan dinamakan Krista

Fungsi mitokondria adalah sebagai pusat respirasi seluler yang menghasilkan banyak ATP (energi) ; karena itu mitokondria diberi julukan "The Power House".

d. Lisosom
Fungsi dari organel ini adalah sebagai penghasil dan penyimpan enzim pencernaan seluler. Salah satu enzi nnya itu bernama Lisozym.

e. Badan Golgi (Apparatus Golgi = Diktiosom)
Organel ini dihubungkan dengan fungsi ekskresi sel, dan struktur ini dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa.

Organel ini banyak dijumpai pada organ tubuh yang melaksanakan fungsi ekskresi, misalnya ginjal.

J. Sentrosom (Sentriol)
Struktur berbentuk bintang yang berfungsi dalam pembelahan sel (Mitosis maupun Meiosis). Sentrosom bertindak sebagai benda kutub dalam mitosis dan meiosis.
Struktur ini hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.
g. Plastida
Dapat dilihat dengan mikroskop cahaya biasa. Dikenal tiga jenis plastida yaitu :
1. Lekoplas
(plastida berwarna putih berfungsi sebagai penyimpan makanan),
terdiri dari:
• Amiloplas (untak menyimpan amilum) dan,
• Elaioplas (Lipidoplas) (untukmenyimpan lemak/minyak).
• Proteoplas (untuk menyimpan protein).

2. Kloroplas
yaitu plastida berwarna hijau. Plastida ini berfungsi menghasilkan
klorofil dan sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis.

3. Kromoplas
yaitu plastida yang mengandung pigmen, misalnya :
• Karotin (kuning)
• Fikodanin (biru)
• Fikosantin (kuning)
• Fikoeritrin (merah)

h. Vakuola (RonggaSel)
Beberapa ahli tidak memasukkan vakuola sebagai organel sel. Benda ini dapat dilihat dengan mikroskop cahaya biasa. Selaput pembatas antara vakuola dengan sitoplasma disebut Tonoplas

Vakuola berisi :
• garam-garam organik
• glikosida
• tanin (zat penyamak)
• minyak eteris (misalnya Jasmine pada melati, Roseine pada mawar
Zingiberine pada jahe)
• alkaloid (misalnya Kafein, Kinin, Nikotin, Likopersin dan lain-lain)
• enzim
• butir-butir pati

Pada boberapa spesies dikenal adanya vakuola kontraktil dan vaknola non kontraktil.

i. Mikrotubulus
Berbentuk benang silindris, kaku, berfungsi untuk mempertahankan bentuk sel dan sebagai "rangka sel".
Contoh organel ini antara lain benang-benang gelembung pembelahan Selain itu mikrotubulus berguna dalam pembentakan Sentriol, Flagela dan Silia.
j. Mikrofilamen
Seperti Mikrotubulus, tetapi lebih lembut. Terbentuk dari komponen utamanya yaitu protein aktin dan miosin (seperti pada otot). Mikrofilamen berperan dalam pergerakan sel.

k. Peroksisom (Badan Mikro)
Ukurannya sama seperti Lisosom. Organel ini senantiasa berasosiasi dengan organel lain, dan banyak mengandung enzim oksidase dan katalase (banyak disimpan dalam sel-sel hati).
3. Inti Sel (Nukleus)

Inti sel terdiri dari bagian-bagian yaitu :
• Selapue Inti (Karioteka)
• Nukleoplasma (Kariolimfa)
• Kromatin / Kromosom
• Nukleolus(anak inti).

Berdasarkan ada tidaknya selaput inti kita mengenal 2 penggolongan sel yaitu :

• Sel Prokariotik (sel yang tidak memiliki selaput inti), misalnya dijumpai
pada bakteri, ganggang biru.
• Sel Eukariotik (sel yang memiliki selaput inti).
Fungsi dari inti sel adalah : mengatur semua aktivitas (kegiatan) sel, karena di dalam inti sel terdapat kromosom yang berisi ADN yang mengatur sintesis protein.

Minggu, 12 Desember 2010

SKALA PENGUKURAN

Ada empat tipe skala pengukuran dalam penelitian, yaitu nominal, ordinal,
interval dan ratio.
1. 9.1 Nominal
Skala pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasikan obyek, individual atau kelompok; sebagai contoh mengklasifikasi jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan area geografis. Dalam mengidentifikasi hal-hal di atas digunakan angka-angka sebagai symbol. Apabila kita menggunakan skala pengukuran nominal, maka statistik non-parametrik digunakan untuk menganalisa datanya. Hasil analisa dipresentasikan dalam bentuk persentase. Sebagai contoh kita mengklaisfikasi variable jenis kelamin menjadi sebagai berikut: laki-laki kita beri simbol angka 1 dan wanita angka 2. Kita tidak dapat melakukan operasi arimatika dengan angka-angka tersebut, karena angka-angka tersebut hanya menunjukkan keberadaan atau ketidakadanya karaktersitik tertentu.
Contoh:
Jawaban pertanyaan berupa dua pilihan “ya” dan “tidak” yang bersifat kategorikal dapat diberi symbol angka-angka sebagai berikut: jawaban “ya” diberi angka 1 dan tidak diberi angka 2.
1. 9.2 Ordinal
Skala pengukuran ordinal memberikan informasi tentang jumlah relatif karakteristik berbeda yang dimiliki oleh obyek atau individu tertentu. Tingkat pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana peringkat relatif tertentu yang memberikan informasi apakah suatu obyek memiliki karakteristik yang lebih atau kurang tetapi bukan berapa banyak kekurangan dan kelebihannya.
Contoh:
Jawaban pertanyaan berupa peringkat misalnya: sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju dan sangat setuju dapat diberi symbol angka 1, 2,3,4 dan 5. Angka-angka ini hanya merupakan simbol peringkat, tidak mengekspresikan jumlah.
1. 9.3. Interval
Skala interval mempunyai karakteristik seperti yang dimiliki oleh skala nominal dan ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu berupa adanya interval yang tetap. Dengan demikian peneliti dapat melihat besarnya perbedaan karaktersitik antara satu individu atau obyek dengan lainnya. Skala pengukuran interval benar-benar merupakan angka. Angka-angka yang digunakan dapat dipergunakan dapat dilakukan operasi aritmatika, misalnya dijumlahkan atau dikalikan. Untuk melakukan analisa, skala pengukuran ini menggunakan statistik parametric.
Contoh:
Jawaban pertanyaan menyangkut frekuensi dalam pertanyaan, misalnya: Berapa kali Anda melakukan kunjungan ke Jakarta dalam satu bulan? Jawaban: 1 kali, 3 kali, dan 5 kali. Maka angka-angka 1,3, dan 5 merupakan angka sebenarnya dengan menggunakan interval 2.
1. 9.4. Ratio
Skala pengukuran ratio mempunyai semua karakteristik yang dipunyai oleh skala nominal, ordinal dan interval dengan kelebihan skala ini mempunyai nilai 0 (nol) empiris absolut. Nilai absoult nol tersebut terjadi pada saat ketidakhadirannya suatu karakteristik yang sedang diukur. Pengukuran ratio biasanya dalam bentuk perbandingan antara satu individu atau obyek tertentu dengan lainnya.
Contoh:
Berat Sari 35 Kg sedang berat Maya 70 Kg. Maka berat Sari dibanding dengan berat Maya sama dengan 1 dibanding 2.
1. 9.5. Validitas
Suatu skala pengukuran dikatakan valid apabila skala tersebut digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Misalnya skala nominal yang bersifat non-parametrik digunakan untuk mengukur variabel nominal bukan untuk mengukur variabel interval yang bersifat parametrik. Ada 3 (tiga) tipe validitas pengukuran yang harus diketahui, yaitu:
1. Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi menyangkut tingkatan dimana item-item skala yang mencerminkan domain konsep yang sedang diteliti. Suatu domain konsep tertentu tidak dapat begitu saja dihitung semua dimensinya karena domain tersebut kadang mempunyai atribut yang banyak atau bersifat multidimensional.
1. Validitas Kosntruk (Construct Validity)
Validitas konstruk berkaitan dengan tingkatan dimana skala mencerminkan dan berperan sebagai konsep yang sedang diukur. Dua aspek pokok dalam validitas konstruk ialah secara alamiah bersifat teoritis dan statistik.
1. Validitas Kriteria (Criterion Validity)
Validitas kriteria menyangkut masalah tingkatan dimana skala yang sedang digunakan mampu memprediksi suatu variable yang dirancang sebagai kriteria.
9.6. Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran tertentu. Reliabilitas berkonsentrasi pada masalah akurasi pengukuran dan hasilnya.

PROSEDUR TETAP TINDAKAN KUMBAH LAMBUNG

Protap Kumbah Lambung

Pengertian Kumbah lambung merupakan salah satu tindakan dalam memberikan pertolongan kepada pasien dengan cara memasukkan air atau cairan tertentu dan kemudian mengeluarkannya dengan menggunakan alat yaitu NGT (Naso Gastric Tube) / Stomach Tube yang dimasukkan melalui hidung sampai ke lambung. Tujuan Sebagai acuan dan langkah-langkah dalam melakukan tindakan kumbah lambung pada pasien Kebijakan Tindakan kumbah lambung dilakukan untuk mengeluarkan racun / darah dari lambung. Kebijakan

1. Adanya permintaan tertulis dari dokter.
2. pastikan NGT masuk kedalam lambung, kemudian difiksasi.
3. Tinggi corong dari pasien + 30 cm.
4. Tersedia peralatan seperti :
- NGT
- Corong
- Cairan yang diperlukan sesuai kebutuhan
- Plester dan gunting
- Ember penampung cairan
- Stetoskop
- Spuit 20 cc
- Tissue / kain kasa
- Bengkok
- Sarung tangan
- Klem
- Gliserin

Prosedur
1. Persiapan Alat dan Obat :
1.1. NET / Stomach Tube berbagai ukuran.
1.2. Corong NET.
1.3. Cairan yang diperlukan sesuai keperluan (susu, air putih, air es)
1.4. Plester yang digunting.
1.5. Sarung tangan (Hand scoen)
1.6. Ember penampung cairan.
1.7. Stetoskop.
1.8. Spuit 10 cc.
1.9. Tissue / kain kasa
1.10. Gliserin / jelly pelicin.
1.11. Bengkok / nierbeken.
1.12. Klem.
1.13. Obat-obatan yang diperlukan (sulfas Atropin, Norit)
1.14. Gelas Ukuran

2. Persiapan Pasien :
2.1. Memberitahukan dan memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarganya
tentang tindakan yang akan dilakukan.
2.2. Mengatur posisi pasien, telentang dengan kepala ekstensi.

3. Penatalaksanaan
3.1. Perawat mencuci tangan.
3.2. Ember diletakkan dibawah tempat tidur pasien.
3.3. Memakai sarung tangan.
3.4. Mengukur NGT, NGT di klem kemudian oleskan gliserin / pelican pada bagian ujung NGT.
3.5. Memasukan selang NGT melalui hidung secara perlahan-lahan, jika pasien sadar anjurkan untuk menelan.
3.6. Jika terjadi clynosis atau tahanan, NGT segera dicabut.
3.7. Pastikan NGT masuk ke dalam lambung dengan cara :
3.7.1. Masukkan ujung NGT kedalam air, jika tidak terdapat gelembung maka NGT masuk ke lambung.
3.7.2. Masukkan udara dengan spuit 10 cc dan didengarkan pada daerah lambung dengan menggunakan stetoskop. Setelah yakin pasang plester pada hidung untuk memfiksasi NGT.
3.8. Pasang corong pada pangkal NGT, kemudian dimasukkan + 500 cc, kemudian dikeluarkan lagi / ditampung pada ember.
3.9. Lakukan berulang kali sampai cairan yang keluar bersih, jernih dan tidak berbau.
3.10. Perhatikan jenis cairan, bau cairan yang keluar.
3.11. Mengobservasi keadaan umum pasien dan vital sign pada saat dilakukan tindakan.
3.12. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan pada status pasien.
3.13. Setelah selesai, pasien dirapikan dan peralatan dibersihkan.
3.14. Perawat mencuci tangan.
Unit Terkait
1. Instalasi Gawat Darurat
2. Rekam Medik
3. I.P.S.R.