tag:blogger.com,1999:blog-46207220098820038862024-03-13T07:46:12.000-07:00meti-de0renTzmeti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.comBlogger48125tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-64603106495926878792011-06-05T22:02:00.000-07:002011-06-05T22:14:09.449-07:00ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS SOLUTIO PLACENTABAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br /><br />Metty Masnizar <br />Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan<br />Anggkatan ke VIII<br /><br />A. Latar Belakang<br />Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implementasinya sebelum janin lahir (F. Gary Cunningham, 2005).<br /><br />Nama lain dari Solutio Plasenta adalah Abrupsio Plasenta, Abisio Plsenta, Accidental Hoemorarrhge, Premature Saparation Of The Normally Implanted Placenta.<br /><br />Solutio Plasenta yang secara klinis jelas terdapat pada 0,5 – 1% dari semua kehamilan. Solutio Plasenta sering disertai oleh keadaan yang menyebabkan Insufiensi Uteroplasenter Kronik seperti hipertensi, merokok trauma atau menggunakan kokai, juga sering disertai oleh plasenta Preria Marginalis. Solutio Plasenta yang cukup berat sehingga bisa mematikan janin terjadi I dalam 500 kehamilan. Diagnosis ditegakkan apabila pada pemeriksanan Ultrasonografi tidak terdapat Plasenta Previa (WilliamF. Rayburn, 2001).<br /><br />Pada sebagian besar laporan, angka kematian perinatal akibat Solutio Plasenta adalah sekitar 25%. Pada sebuah studi besar di Swedia oleh Karegard dan Gennser (1986) yang disebut diatas, angkanya adalah 20% Krohn dkk, (1987). Melaporkan bahwa angka kematian perinatal adalah 20% dari 844 kehamilan dengan penyulit Solutio Plasenta. Di Washington State Ananth dkk (1999) meneliti bahwa 530 wanita dengan Solutio Plasenta di Mt Sinai Hospital di New York dan melaporkan bahwa 40% melahirkan kurang bulan.<br /><br />Ketika angka kelahiran mati akibat kausa lain telah berkurang secara bermakna, angka lahir mati akibat Solutio Plasenta menjadi lebih menonjol, sebagai contoh dari semua bayi lahir mati Trimester ke-3 leih dari 40.000 pelahiran di Parkland Hospital selama tahun 1992 sampai 1994, 12% terjadi akibat Solutio Plasenta (Cunningham dan Hollier, 1997) frekwensi ini sama dengan yang dilaporkan oleh Fretts dan Usher (1997)yang meneliti hampir 62.000 kelahiran di Royal Victoria Hospital d Montreal antara tahun 1978 dan 1995 Solutio Plasenta telah menjadi penyebab tersering dan menyebabkan sekitar 15% bayi lahir meninggal.<br /><br />Yang terpenting bahkan, apabila janinnya selamat, masih mungkin terjadi sekuele simpang dari 182 bayi yang selamat dalam penelitian oleh Abdella dkk (1984). 25 (14%) diantaranya teridentifikasi mengalami defisit neurologis yang signifikan dalam tahun pertama kehidupan.<br /><br />Berdasarkan insidens diatas kelompok sangat tertarik untuk membahas dan mempelajari askep Solutio Plasenta, sehingga akan meningkatkan pemahaman kita semua khususnya kelompok.<br /><br />B. Tujuan Penulisan <br />1. Tujuan Umum<br />Agar mahasiswa mendapat wawasan, menambah pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman nyata dalam meberikan askep pada pasien Solutio Plasenta dilapangan.<br /><br />2. Tujuan Khusus<br />Agar mahasiswa mampu :<br />a. Menyebutkan tentang definisi Solutio Plasenta<br />b. Menjelaskan tentang etiologi Solutio Plasenta<br />c. Menjelaskan patofisologi Solutio Plasenta<br />d. Menjelaskan tentang manifestasi klinis Solutio Plasenta<br />e. Menjelaskan tentang komplikasi Solutio Plasenta<br />f. Menjelaskan askep Solutio Plasenta serta mampu menerapkan dilapangan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br /><br />A. Pengertian<br />Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implementasinya sebelum janin lahir (Cunningham, 2005)<br /><br />Abrupsio Plasenta (pelepasan plasenta prematur) didefinisikan sebagai lepasnya plasenta yang tertanam normal dari dinding uterus baik lengkap maupun parsial pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih (Ben – Zion Tabe, 1994).<br /><br />Abrupsio Plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat tertanamnya, sebelum waktunya (Helen, 2006).<br /><br />Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia diatas 28 minggu (Arief Mansjoer, 2001).<br /><br />Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada kospus uteri sebelum janin lahir (Prof. Dr. Hanifa Wikryosastro, 1992).<br /><br />Solutio Plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable dimana plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau korpus uteri) terkelupas atau terlepas sebelum kala III (Dr. Chrisdiono M. Achadiat,Sp, 2003).<br /><br />Solutio Plasenta adalah pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak (Obstetri dan Ginekologi, FKU Padjajaran Bandung, 1984).<br /><br />B. Etiologi<br />Faktor penyebabnya belum diketahui, tetapi kondisi abrupsio plasenta dapat dikaitkan dengan hal-hal berikut :<br />1. Tekanan darah tinggi pada ibu<br />2. Usia ibu atau paritas cukup tinggi<br />3. Perokok<br />4. Gizi buruk<br />5. Korioamnionitis<br />6. Trauma tumpul pada abdomen ibu<br />7. Riwayat absupsio plasenta terdahulu<br />8. Peningkatan dan ukuran uteri secara mendadak (misal, bila terjadi pecah ketuban akibat polihidramnion atau diantara persalinan pada kehamilan kembar).<br />9. Versi kepala luar<br />10. Pengguna kokain terutama jenis crack.<br />C. Patofisiologi<br />Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang mebentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.<br />Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah anatara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanyapun tidak jelas kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehiam-hitaman.<br />Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karna otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplsenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus sebagian darah akan menyelundup dibawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk kedalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut-serabut diotot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Jal ini disebut uterus couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk kedalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya diuterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pemberian intravaskule. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.<br />Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal dan nasib janin, makin lama sejak terjadinya Solutio Plasenta sampai selesai, makin hebat umumnya komplikasi.<br /><br />D. Manifestasi Klinis<br />1. Perdarahan pervaginam disertai rasa nyeri diperut yang terus-menerus, warna darah merah kehitaman.<br />2. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul dibelakang plasenta hingga rahim teregang (uterus embosis, Wooden uterus).<br />3. Palpasi janin sulit karena rahim keras.<br />4. Fundus uteri makin lama makin naik.<br />5. Auskultasi DJJ sering negatif.<br />6. KU pasien lebih buruk dari jumlah darah yang keluar.<br />7. Sering terjadi renjatan (hipovolemik dan neurogenik)<br />8. Pasien kelihatan pucat, gelisah dan kesakitan.<br /><br />E. Pembagian Solutio Plasenta<br />Solutio Plsenta dibagi menjadi 3 :<br />a. Solutio Plsenta ringan<br /> Tanpa rasa sakit<br /> Pendarahan kurang dari 500 cc warna akan kehitam-hitaman<br /> Plasenta lepas kurang dari 1/5 bagian<br /> Fibrinogen diatas 250 mg %<br /><br />b. Solutio Plsenta sedang<br /> Bagian janin masih teraba<br /> Perdarahan antara 500-100 cc<br /> Terjadi fetal distress<br /> Plasenta lepas kurang 1/3 bagian<br /><br />c. Solutio Plsenta berat<br /> Abdomen nyeri, palpasi janin sukar<br /> Janin telah meninggal<br /><br />F. Komplikasi Solutio Plsenta<br />1. Perdarahan dan Syok<br />2. Hypofibrinogenaomi<br />3. Apoplexi Uteroplasentair (Uterus Couvelaire)<br />4. Gangguan foal ginjal<br /><br />G. Pemeriksaan Penunjang<br />1. Laboratorium Hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu protrombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen, gen elektrolit plasenta, CBC, CT, BT, elektrolit (bila perlu).<br />2. Keadaan janin kardiootokografi, Doppler, laennec.<br />3. USG menilai letak plasenta, usia kehamilan dan keadaan janin secara keseluruhan.<br /><br /><br />H. Penatalaksanaan Solutio Plsenta<br />a. Konservatif<br /> Hanya untuk Solutio Plsenta derjat ringan dan janin masih belum cukup bulan, apalagi jika janin telah meninggal.<br /> Transfusi darah (1 x 24 jam) bila anemia (HB kurang dari 10,0%)<br /> Apabila ketuban telah pecah, dipacu dengan oksitosin 10IU dalam larutan saline 500 cc, kemudian ditunggu sampai lahir pervaginam.<br /> Bila 1 botol tersebut belum lahir, ulangi dengan 1 botol lagi dan ditunggu sampai lahir. Dengan langkah ini biasanya sebagian besar kasus dapat diselesaikan dengan baik (90%) sedangkan bagi yang gagal dapat dilakukan SC emergency.<br /> <br />b. Pengobatan<br />1. Umum<br /> Pemberian darah yang cukup<br /> Pemberian 02<br /> Pemberian antibiotik <br /> Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.<br />2. Khusus<br />a. Terhadap hypofibrinogenaemi<br /> Substansi dengan human fibrinogen 10 g atau darah segar.<br /> Menghentikna fibrinolyse dengan trsylol (proteinase inhibitor) 200.000 S. IV selanjutnya kalau perlu 100.000 s/jam dalam infus.<br />b. Untuk meransang diurese : mannit monnitol diurese yang baik lebih dari 30 – 40 cc/jam.<br />Pada Solutio Plsenta darah dari tempat pelepasan, mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan pada akhirnya keluar dari serviks. Terjadilah pendarahan keluar atau pendarahan tampak.<br />Kadang darah tidak keluar tetapi berkumpul dibelakang plasenta membentuk hematom retroplsentair. Pendarahan ini disebut pendarahan kedalam atau pendarahan tersembunyi.<br />Pendarahan juga dapat terjadi keluar tetapi sebagian masuk kedalam ruang amnion, terjadilah perdarahan keluar dan tersembunyi.<br />c. Perbedaan Solutio Plsenta dengan pendarahan tersembunyi dan pendarahan keluar :<br /> Pendarahan tersembunyi <br /> Pelepasan biasanya komplit<br /> Sering disertai toksemia<br /> Hanya merupakan 20% dari Solutio Plsenta<br /> Pendarahan keluar<br /> Biasanya inkomplit<br /> Jarang disertai toksemia<br /> Merupakan 80% dari Solutio Plsenta<br />d. Perbedaan Solutio Plsenta dengan Plasenta Previa<br /> Solutio Plsenta<br /> Pendarahan dengan nyeri<br /> Pendarahan segera disusul partus<br /> Pendarahan keluar hanya sedikit<br /> Palpasi sukar<br /> Bunyi jantung anak biasanya tidak ada<br /> Pada toucher tidak teraba plasenta tapi ketuban yang terus menerus tegang.<br /> Ada impresi pada jaringan plsenta karena hematom.<br /> Plasenta Previa<br /> Pendarahan tanpa nyeri<br /> Pendarahan berulang-ulang sebelum partus<br /> Pendarahan keluar banyak<br /> Bagian depan tinggi<br /> Biasanya ada bunyi jantung<br /> Teraba jaringan plasenta <br /> Robekan selaput marginal<br />3. Obstetris<br />Pimpinan persalinan pada Solutio Plsenta bertujuan untuk mempercepat persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam.<br />Alasan ialah :<br /> Bagian yang terlepas meluas<br /> Pendarahan bertambah<br /> Hypofibrinogenaemi menjelma dan bertambah <br />Tujuan ini dicapai dengan :<br />a. Pemecahan ketuban<br />b. Pemberian infus pitocin ialah 5 c dalam 500 cc glukosa 5%.<br />c. SC <br />d. Hysterektomi <br /><br /><br /><br />KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SOLUTIO PLASENTA<br /><br /><br />Solutio Plasenta merupakan pelepasan prematur terjadi selama trisemester ketiga biasanya selama persalinan (Doengoes, 2001).<br /><br />1. Pengkajian<br />a. Sirkulasi : Hipertensi (faktor pencetus) pendarahan, bila ada, mungkin berwarna gelap atau terang, mungkin tersembunyi.<br />b. Makanan / cairan : Abdomen keras, seperti papan, uterus tegang dengan pembesaran simetris atau asimetris.<br />c. Nyeri / ketidaknyamanan : Dapat mengalami nyeri dengan hemoragi retroplasenta, nyeri tekan nyata atau berat secara umum, atau nyeri lokal, nyeri punggung bawah.<br />d. Seksualitas : Peninggian fundus uterus, relaksasi diantara kontraksi menurun secara progresif janin hiperaktif, DJJ mungkin DBN atau dapat menunjukkan bradikardia atau takikardia.<br /><br />2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan <br />1). Kekurangan volume cairan berdasarkan dengan kehilangan vaskular berlebihan ditandai dengan hipotensi, peningkatan frekwensi nadi, penurunan tekanan nadi, urin menurun / terkonsentasi, penurunan pengisian vena, perubahan mental.<br />KH : <br /> Klien akan mendemonstrasikan kestabilan / perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat, dan haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual.<br /><br />Intervensi<br /> Rasional<br /> Mandiri <br />1. Evaluasi, laporkan dan catat jumlah serta sifat kehilangan darah, lakukan penghitungan pembalut, timbang pem-balut/pengalas.<br /> Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosa setiap gram pening-katan berat pembalut sama dengan kehi-langan kira-kira 1 ml darah.<br />2. Lakukan tirah baring, instruksikan klien untuk menghindari valsava anu-ver dan koltus. Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme (yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat meransang perdarahan.<br /><br /><br />3. Posisikan klien dengan tepat, telentang dengan panggul ditinggikan atau po-sisi semi-fowler pada plasenta previa, hindari posisi trendelenburg. Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak, peninggian panggul meng-hindari kompresi vena kava, posisi semi – fowler memungkinkan janin bertindak sebagai tampan. Posisi trendelenburg dapat menurunkan keadaan pernafasan ibu.<br /><br />4. Catat tanda-tanda vital pengisian ka-piler pada dasar kuku, warna membran mukosa/kulit, dan suhu ukur tekanan vena sentral bila ada.<br /> Membantu menentukan beratnya kehilang-an darah, meskipun sianosis dan perubahan pada tekanan darah (TD) dan nadi adalah tanda-tanda lanjut dari kehilangan sirkulasi dan / atau terjadinya syok. Juga pantau keadekukatan pengagantian cairan.<br /><br /> Kolaborasi <br />5. Dapatkan atau tinjau ulang pemeriksa-an darah cepat : HDL, jenis dan pen-cocokan silang, titer Rn, kadar fibri-nogen, hitung trombosit, APTT, PT dan kadar HCG Menetukan jumlah darah yang hilang dan dapat memberikan informasi mengenai penyebab. Ht harus dipertahankan diatas 30% untuk mendukung transpor oksigen dan nutrien.<br /><br />6. Siapkan untuk kelahiran sesaria bila ada diagnosa berikut : abrupsi plasenta berat bila janin hidup dan persalinan tidak terjadi. KID, atau plasenta previa bila janin matur, kelahiran vagina ti-dak mungkin, dan perdarahan berle-bihan atau tidak teratasi dengan tirah baring<br /> Hemoragi berhenti bila plsenta diangkat dan sinus-sinus vena tertutup.<br />7. Berikan larutan intravena, expander plasma, darah lengkap, atau sel-sel keemasan, sesuai indikasi. Meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi gejala-gejala syok.<br /><br />2). Perubahan perfusi jaringan uteroplasenta berdasarkan dengan hipovolemia ditandai dengan perubahan denyut jantung janin (DJJ) dan / atau aktivitas.<br />KH : <br /> Klien akan mendemosntrasikan perfusi adekuat, dibuktikan oleh DJJ dan aktivitas DBN serta tes nonstres rekatif (NST).<br /><br />Intervensi<br /> Rasional<br /> Mandiri <br />1. Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi dan volume darah. Kejadian pendarahan potensial merusak hasil kehamilan, kemungkinan menyebab-kan hipovolemia atau hipoksia uteropla-senta.<br /><br />2. Catat kehilangan darah ibu mungkin dan adanya kontraksi uterus. Bila kontraksi uterus disertai dilatasi ser-viks, tirah barinng dan medikasi mungkin tidak efektif dalam mempertahankan ke-hamilan, kehilangan darah ibu secara berle-bihan menurunkan perfusi plasenta.<br /><br />3. Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri. Menghilangkan tekanan pada vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi plasen-ta/janin dan pertukaran oksigen.<br /><br /> Kolaborasi <br />4. Berikan suplemen oksigen pada klien. Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.<br /><br />5. Lakukan/ulang NST sesuai indikasi. Mengevaluasi secara elektronik respons DJJ terhadap gerakan janin bermanfaat da-lam menentukan kesejahteraan janin (tes reaktif) versus hipoksia (non relatif).<br /><br />6. Ganti kehilangan darah/cairan ibu. Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transpor oksigen. Hemoragi maternal mempengaruhi transfer oksigen uteroplasenta secara negatif, menimbulkan kemungkinan kehilangan kehamilan atau memburuknya status janin bila penyim-pangan oksigen menetap. Janin kehabisan tenaga untuk melakukan mekanisme ko-ping, dan kemungkinan ssp rusak/janin me-ninggal.<br /><br />3). Ketakutan berdasarkan dengan acaman kematian pada diri sendiri, janin ditandai dengan pengungkapan masalah khusus, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis.<br />KH : <br /> Klien akan mendiskusikan ketakutan mengenai diri, janin dan masa depan kehamilan, mengenali ketakutan yang sehat dan tidak sehat.<br /> Klien akan mengungkapkan pengetahuan situasi yang akurat.<br /> Klien akan mendemonstrasikan pemecahan masalah dan penggunaan sumber-sumber secara efektif.<br /> Klien akan melaporkan/menunjukkan berkurangnya ketakutan dan/atau prilaku yang menunjukkan ketakutan.<br /><br />Intervensi<br /> Rasional<br /> Mandiri <br />1. Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien dan pasangan.<br /> Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi.<br />2. Dengarkan masalah klien dan dengarkan secara aktif. Meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan solusi sendiri.<br /><br />3. Berikan informasi dalam bentuk ver-bal dan tertulis, dan beri kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan, jawab pertanyaan dengan jujur. Pengetahuan akan membantu klien meng-atasi apa yang sedang terjadi dengan lebih efektif. Informasi tertulis nantinya me-mungkinkan klien untuk meninjau ulang in-formasi karena akibat tingkat stres, klien tidak dapat mengasimilasi informasi jawa-ban yang jujur dapat meningkatkan pema-haman dengan lebih baik serta menurunkan rasa sakit.<br /><br />4. Libatkan klien dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan seba-nyak mungkin. Menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu mengontrol situasi dapat menurunkan rasa takut.<br /><br />5. Jelaskan prosedur dan anti gejala-gejala. Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi.<br /><br />4). Resiko tinggi terhadap cedera ibu faktor resiko dapat meliputi Hipoksia jaringan/organ, profil darah abnormal, kerusakan sistem imun ditandai dengan (tidak dapat diterapkan adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual).<br />KH : <br /> Klien akan tetap afebris<br /> Klien akan menunjukkan profil darah dengan hitung SDP, Hb dan pemeriksaan koagulasi DBN normal.<br /> Klien akan mempertahankan haluaran urin yang tepat untuk situasi individu.<br /><br />Intervensi<br /> Rasional<br /> Mandiri <br />1. Kaji jumlah darah yang hilang. Pantau tanda / gejala syok. (rujuk pada DK : kekurangan volume cairan (Kehilang-an aktif). Hemoragi berlebihan dan menetap dapat mengancam hidup klien atau mengakibat-kan infeksi pascapartum / anemia pascapar-tum KID, gagal ginjal atau nekrosis hipofi-sis yang disebabkan oleh hipoksia jaringan dan malnutrisis<br /><br />2. Cata masukan / haluaran urin catat be-rat jenis urin. Penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan haluaran urin, lobus anterior hi-pofisis, yang membesar selama kehamilan, bila terjadi hemoragi beresiko terhadap sindrom sheehan.<br /><br />3. Pantau respons merugikan pada pem-berian produk darah, seperti alergi atau reaksi hemolisis atasi per pro-tokol.<br /> Pengenalan dan intervensi dini dapat men-cegah situasi yang mengancam hidup.<br />4. Periksa ptekie atau perdarahan dari gusi atau sisi intravena pada klien. Menandakan perbedaan atau perubahan pada koagulasi.<br /><br />5. Berikan informasi tentang resiko pe-nerimaan produk darah. Komplikasi seperti hepatitis dan HIV/AIDS dapat tidak bermanifestasi selama perawat-<br />an dirumah sakit, tetapi mungkin memer-lukan tindakan pada hari-hari berikutnya.<br /> Kolaborasi <br />6. Dapatkan golongan darah dan penco-cokan silang. Meyakinkan bahwa produk yang tepat akan tersedia bila diperlukan penggantian darah.<br /><br />7. Berikan penggantian cairan Mempertahankan volume sirkulasi untuk mengatasi kehilangan cairan / syok.<br /><br />8. Pantau pemeriksaan koagulasi (mis, APTT, jumlah trombosit, kadar fibri-nogen, FSP / FDP). KID dengan disertai penurunan kadar fibrinogen dan terjadinya FSP dapat terjadi sebagai respon terhadap pelepasan trom-boplastin dari jaringan plasenta dan / atau janin mati. Agar terjadi pembentukan be-kuan, kadar fibrinogen harus kurang dari 100 mg/dl.<br /><br />9. Berikan kriopresipitat dan plasma be-ku segar sesuai indikasi. Hindari pem-berian trombosit bila konsumsi masih terjadi (mis, bila kadar trombosit turun). Kriopresipitat menggantikan faktor-faktor pembekuan pada klien dengan KID. Pem-berian trombosit selama masih dikonsumsi adalah kontroversial, karena ini dapat memperlama siklus pembekuan, meng-akibatkan reduksi lanjut dari faktor-faktor pembekuan dan meningkatkan kongesti serta stasis vena.<br /><br />10. Berikan heparin, bila diindikasikan Heparin dapat digunakan pada KID dikasus kematian janin atau kematian satu janin pa-da kehamilan multipel, atau untuk mem-blok siklus pembekuan dengan melindungi faktor-faktor pembekuan dan menurunkan hemoragisampai terjadi perbaikan pembe-dahan.<br /><br />11. Berikan antibiotik secara parentral. Mungkin diindikasikan untuk mencegah atau meminimalkan infeksi.<br /><br />5). Nyeri berdasarkan dengan kontraksi otot / dilatasi serviks, trauma jaringan (ruptur tuba falopi) ditandai dengan melaporkan nyeri, perilaku distraksi, respon otonomik (perubahan pada nadi / TD).<br />KH :<br /> Klien akan melaporkan nyeri / ketidaknyamanan hilang atau terkontrol.<br /> Klien akan mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi / aktivitas hiburan.<br /><br />Intervensi<br /> Rasional<br /> Mandiri <br />1. Tentukan sifat, lokasi, dan durasi nyeri kaji kontraksi uterus, hemoragi retro-plasenta atau nyeri tekan abdomen. Membantu dalam mendiagnosa dan memi-lih tindakan ketidaknyamanan dihubungkan dengan aborsi spontan dan molahidatidosa karena kontraksi uterus, yang mungkin di-perberat oleh infus oksitosin. Ruptur keha-milan ektopik mengakibatkan nyeri hebat, karena hemoragi tersembunyi saat tubafalo-pi ruptur kedalam rongga abdomen. Abrup-si plasenta disertai dengan nyeri berat, khu-susnya bila terjadi hemoragi retroplasma tersembunyi.<br /><br />2. Kaji stres psikologis klien / pasangan dan respon emosional terhadap ke-jadian. Ansietas sebagai respon terhadap siatuasi darurat dapat memperberat derajat ketidaknyamanan karena sindrome ketagangan – takut nyeri.<br /><br /> Kolaborasi <br />3. Berikan narkotik atau sedatif, berikan obat-obat praoperatif bila prosedur pembedahan dindikasikan.<br /> Meningkatkan kenyamanan, menurunkan resiko komplikasi pembedahan.<br />4. Siapkan untuk prosedur bedah, bila diindikasikan. Tindakan terhadap penyimpangan dasar akan menghilangkan nyeri.<br /><br />6). Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berdasarkan dengan penggantian kehilangan cairan berlebihan / cepat ditandai dengan tidak dapat diterapkan adanya tan/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual.<br />KH : <br /> Klien akan menunjukkan TD, nadi, berat jenis urin, dan tanda-tanda neurologis DBN, tanpa kesulitan pernafasan.<br /><br />Intervensi<br /> Rasional<br /> Mandiri <br />1. Pantau adanya peningkatan TD dan nadi catat tanda-tanda pernafasan seperti dispnea, krekels, atau ronki. Bila penggantian cairan berlebihan, gejala beban kerja sirkulasi berlebihan dan kesuliatan pernafasan dapat terjadi. Selain itu, klien denngan abrupsi plasenta yang sudah hipertensi, beresiko terhadap manifestasi respon negatif penggantian cairan, seperti pada klien dengan gangguan fungsi jantung.<br /><br />2. Pantau dengan cermat kecepatan infus secara mnual atau secara elektrik, catat masukan / haluaran. Ukur berat jenis urin. Masukan dan haluaran harus kira-kira sama dengan volume sirkulasi stabil. Haluaran urin meningkat dan berat jenis menurun bila perfusi ginjal dan volume sirkulasi kembali normal.<br /><br />3. Kaji status neurologis, perhatikan prilaku atau peningkatan kepekaan. Perubahan prilaku dapat menjadi tanda awal dari edema serebral karena retensi cairan.<br /><br /> Kolaborasi <br />4. Kaji kadar Ht Kadar Ht dapat menandakan jumlah ke-hilangan darah dan dapat digunakan untuk menetukan kebutuhan dan keadekuatan penggantian.<br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br /><br />A. Kesimpulan<br />Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir, diberi beragam sebutan, yaitu placental arubtion, Arubtio plasenta, dan di Ingris Accidental Hemorrhage (perdarahan tak disengaja) ( Cunningham, 2005).<br /><br />Plasenta yang terlepas semuanya disebut Solutio Plasenta totalis. Plasenta yang terlepas sebagian disebut Solutio Plasenta Parsial. Plasenta yang terlepas hanya sebagian kecil pinggiran plasenta disebut Ruptura Sinus marginalis.<br /><br />Solutio Plsenta dibagi menjadi 3 :<br />a. Solutio Plsenta ringan<br />b. Solutio Plsenta sedang<br />c. Solutio Plsenta berat<br /><br />Komplikasi Solutio Plsenta :<br />1. Perdarahan dan Syok<br />2. Hypofibrinogenaomi<br />3. Apoplexi Uteroplasentair (Uterus Couvelaire)<br />4. Gangguan foal ginjalmeti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-32524439624313944952011-06-05T21:51:00.001-07:002011-06-05T22:01:09.674-07:00Asuhan KEperawatan Jiwa Pada Klien Resiko Bunuh DiriA. Latar Belakang<br />Beban yang ditimbulkan oleh gangguan jiwa sangat besar. Hasil studi Bank Dunia menunjukkan, Global Burden Of Disease akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,7%, lebih tinggi dari Tubercolosis (7,2%), Kanker (5,8%), Penyakit Jantung (4,4%) atau malaria (26%). Mengingat hal tersebut diamankan juga resiko tinggi bunuh diri yang biasanya muncul pada individu yang mengalami gangguan mood terutama depresi. Orang kulit putih memiliki resiko bunuh diri paling tinggi diantara semua kelompok budaya sebesar 72%, yang diikuti oleh penduduk Amerika asli, orang Amerika-Afrika, Amerika-Hispanik dan Amerika-Asia pada urutan selanjutnya. Individu yang berusia lebih dari 65 Tahun memiliki angka bunuh diri paling tinggi. Angka bunuh diri pada remaja meningkat mencapai angka yang mengkhawatirkan : bunuh diri saat ini merupakan penyebab kematian yang kedua dikalangan remaja. Waktu puncak bunuh diri yang lain adalah antara usia 30 sampai 40 Tahun (Maclntosh, 1992 dalam Videbeck, 2008).<br /><br />Insiden bunuh diri lebih tinggi pada kelompok orang yang sangat kaya atau yang sangat miskin dari pada kelas menengah. Semakin besar tingkat keputusasaan tentang masa depan, semakin besar resiko bunuh diri. Individu yang masih sendiri memiliki resiko bunuh diri dua kali lebih besar daripada mereka yang menikah. Merek yang bercerai, menjada/dua, atau baru berpisah memiliki resiko lebih dari empat kali lipat daripada mereka mereka yang menikah. Wanita yang bercerai angka bunuh diri yang lebih rendah daripada pria yang bercerai. Wanita memiliki angka upaya bunuh diri yang lebih tinggi tetapi pria lebih berhasil dalam melaksanakan tindakan bunuh diri karena mereka menggunakan metode-metode yang lebih letal (mematikan). Wanita cenderung menggunakan pil tidur atau pisau cukur, sedangkan pria menembak atau menggantung diri mereka atau melompat dari tempat yang tinggi (Roy, 200) dalam (Vide Beck, 2008).<br /><br />Dari insiden diatas kelompok tertarik untuk mengangkat Asuhan Keperawatan Jiwa dengan kasus Resiko Bunuh Diri sebagai salah satu penugasan Keperawatan jiwa I.<br /><br />B. Tujuan Penulisan<br />1. Tujuan Umum<br />Diharapkan kepada seluruh mahasiswa (i) dapat memahami ASKEP Jiwa dengan Kasus Resiko Bunuh Diri secara mendetail<br /><br /><br /><br /><br />2. Tujuan Khusus<br />a. Diharapkan mahasiswa (i) dapat memahami Konsep dasar<br />b. Diharapkan kepada mahasiswa (i) dapat menerapkan asuhan keperawatan<br />c. Diharapkan kepada mahasiswa (i) mampu melaksanakan asuhan keperawatan yang menyeluruh.<br />A. Konsep Dasar<br />1. Definisi<br />Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan kematian, atau luka yang menyakiti diri sendiri (http://stikessarimuliabanjarmasin.blogspot.com/2010/04/bunuh-diri/html).<br /><br />Menurut Keliat (1991) bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri ini dapat berupa keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.<br /><br />Bunuh diri adalah tindakan untuk membunuh diri sendiri (Vide Beck, 2008).<br /><br />Prilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung dan tak langsung. Prilaku destruktif – diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Lama prilaku berjangka pendek. Prilaku destruktif – diri tak langsung termasuk tiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi kematian akibat perilakunya dan biadanya akan menyangkal apabila di konfrontasi. Durasi dari perilaku ini biasanya lebih lama daripada perilaku bunuh diri. Perilaku destruktif – diri tak langsung meliputi :<br />b. Merokok<br />c. Mengebut<br />d. Berjudi<br />e. Tindakan kriminal<br />f. Terlibat dalam tindakan rekreasi beresiko tinggi<br />g. Pwnyalahgunaan obat<br />h. Perilaku yang menyimpang secara sosial<br />i. Perilaku yang menimbulkan stres<br />j. Gangguan makan<br />k. Ketidakpatuhan pada tindakan medik.<br /><br />Rentang respons protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respons paling adaptif, sementara prilaku destruktif-diri, pencederaan diri, dan bunuh diri merupakan respon maladaptif.<br /><br />RENTANG RESPONS PROTEKTIF – DIRI<br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br />2. Etiologi<br />Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :<br />b. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.<br />c. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal / gagal melakukan hubungan yang berarti.<br />d. Perasaan marah / bermusuhan, bunuh diri dapat melakukan hubungan pada diri sendiri.<br />e. Cara untuk mengakhiri keputusan.<br />Faktor-faktor resiko bunuh diri<br />⇒ Psikososial dan Klinik<br />~ Keputusasaan<br />~ Ras kulit putih<br />~ Jenis kelamin laki-laki<br />~ Usia lebih tua<br />~ Hidup sendiri<br /><br />⇒ Riwayat<br />~ Pernah mencoba bunuh diri<br />~ Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri<br />~ Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat<br /><br />⇒ Diagnostik<br />~ Penyakit medik umum<br />~ Psikosis<br />~ Penyalahgunaan zat<br />3. Faktor Predisposisi<br />1). Diagnosa Psikiatri<br />Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, penyalahgunaan obat, dan skizofenia.<br /><br />2). Sifat kepribadian<br />Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.<br /><br />3). Lingkungan psikososial<br />Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.<br /><br />4). Riwayat keluarga<br />Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk perilaku destruktif.<br /><br />5). Faktor biokimia<br />Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, opiatergik dan dopaminergik menjadi media proses yang menimbulkan prilaku destruktif – dini. <br /><br />4. Patopsikologi<br />Semua perilaku bunuh diri adalah serius, apapun tujuannya. Dalam pengkajian perilaku bunuh diri, lebih ditekankan pada metoda lebalitas yang dilakukan atau digunakan. Walaupun semua ancaman dan percobaan bunuh diri harus ditanggapisecara serius, perhatian yang lebih waspada dan seksama menjadi indikasi jika seseorang mencoba bunuh diri dengan cara yang paling mematikan seperti dengan pistol, mengantungkan diri atau loncat.<br />Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori :<br />1). Ancaman bunuh diri<br />2). Upaya bunuh diri<br />3). Bunuh diri<br />Individu putus harapan menunjukkan perilaku yang tidak berdaya, putus asa, apatis, kehilangan, ragu-ragu, sedih, depresi serta yang paling berat adalah bunuh diri.<br /><br /><br /><br /><br />⇒ Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis<br />Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah karena merasa tidak mampu, seolah-olah koping yang bisa bermanfaat sudah tidak berguna lagi. Harga diri rendah, apatis dan tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.<br /><br />⇒ Kehilangan, ragu-ragu<br />Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-cita tidak tercapai.<br /><br />⇒ Depresi<br />Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Banyak teori yang menjelaskan tentang depresi dan semua sepakat keadaan depresi merupakan indikasi terjadi bunuh diri.<br /><br />⇒ Bunuh diri<br />Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.<br /><br />⇒ Faktor resiko bunuh diri<br />Mengapa individu terdorong untuk bunuh diri?? Banyak pendapat tentang penyebab atau alasan bunuh diri, termasuk hal-hal berikut :<br />1. Kegagalan untuk adaptasi<br />2. Perasaan terisolasi<br />3. Perasaan marah dan bermusuhan<br />4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan<br /><br />5. Tanda dan Gejala<br />a. Petunjuk dan Gejala<br />~ Keputusasaan<br />~ Celaan terhadap diri sendiri perasaan gagal dan tidak berguna<br />~ Alam perasaan depresi<br />~ Agitrasi dan kegelisahan<br />~ Insomnia yang menetap<br />~ Penurunan BB<br />~ Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.<br /><br /><br /><br />b. Petunjuk Psikiatrik<br />~ Upaya bunuh diri sebelumnya<br />~ Kelainan afektif<br />~ Alkoholisme dan penyalahgunaan obat<br />~ Kelainan tindakan dan depresi mental pada remaja<br />~ Demensia dini/status kekacauan mental pada lansia<br /><br />c. Riwayat Psikososial<br />~ Baru berpisah/bercerai, kehilangan<br />~ Hidup sendiri<br />~ Tidak bekerja, perubahan/kehilangan pekerjaan yang baru dialami<br /><br />d. Faktor Kepribadian<br />~ Implisit, agresif, rasa bermusuhan<br />~ Kegiatan kognitif dan negatif<br />~ Keputusasaan<br />~ Harga diri rendah<br />~ Batasan/gangguan kepribadian antisosial<br /><br />Pernyataan yang salah tentang bunuh diri<br />1). Ancaman bunuh diri hanya cara individu untuk menarik perhatian dan tidak perlu dianggap serius.<br />2). Bunuh diri tidak memberi tanda.<br />3). Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri pada klien.<br />4). Kecenderungan bunuh diri adalah keturunan.<br /><br />6. Sumber Koping<br />Pasien dengan penyakit kronik, nyeri atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan prilaku destruktif diri. Sering kali orang ini secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kualitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas hidup.<br /><br />7. Mekanisme Koping<br />Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan prilaku destruktif diti tak langsung adalah :<br />1). Dedinial<br />2). Rasionalisasi<br />3). Intelektualisasi<br />4). Regresi (Stuart, 1998).<br /><br /><br />B. Asuhan Keperawatan Tingkah Laku Bunuh Diri<br />Asuhan keperawatan tingkah laku bunuh diri difokuskan pada pencegahan bunuh diri. Pencegahan dapat dicapai karena semua individu yang ingin bunuh diri ambivalen terhadap hidup dan tidak ada yang 100% ingin mati.<br /><br />1. Pengkajian<br />Pengkajian tingkah laku bunuh diri termasuk aplikasi observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk mengetahui tanda spesifik, rencana yang spesifik.<br /><br />Hal utama yang perlu dikaji adalah tanda atau gejala yang dapat menetukan tingkat resiko dari tingkah laku bunuh diri.<br /><br />Tabel Pengkajian Tingkat Resiko Bunuh Diri<br /><br />Perilaku atau Gejala Intensitas Resiko<br /> Rendah Sedang Tinggi<br />1. Cemas<br /><br />2. Depresi<br /><br />3. Isofasi Menarik diri<br /><br /><br /><br />4. Fungsi sehari-hari<br /><br /><br />5. Strategi koping<br /><br />6. Orang penting atau dekat<br /><br />7. Pelayanan Psikiatri yang lalu<br /><br />8. Pola Hidup<br /><br />9. Pemakaian alkohol atau obat<br /><br />10. Percobaan Bunuh diri sebelumnya<br /><br />11. Disorentasi atau disorganisasi<br /><br />12. Bermusuhan<br /><br />13. Rencana bunuh diri Rendah<br /><br />Rendah<br /><br />Perasaan depresi yang samar, tidak menarik diri<br /><br /><br />Umumnya baik pada semua aktivitas<br /><br />Umumnya kons-truktif <br /><br />Beberapa<br /><br /><br />Tidak, sikap positif<br /><br /><br /><br />Stabil<br /><br />Tidak sering<br /><br /><br /><br />Tidak, atau yang tidak fatal<br /><br /><br />Tidak ada<br /><br /><br /><br />Tidak atau sedikit<br /><br />Samar-samar, kadang ada fikiran tidak ada rencana Sedang<br /><br />Sedang<br /><br />Perasaan tidak berdaya, putus asa, menarik diri<br /><br /><br />Baik pada beberapa aktivitas<br /><br /><br />Sebagian konstruktif<br /><br />Sedikit atau hanya satu<br /><br />Ya, umumnya memuaskan<br /><br /><br />Sedang<br /><br />Sering<br /><br /><br /><br />Dari tidak sampai dengan cara yang agak fatal<br /><br />Sedikit<br /><br /><br /><br />Beberapa<br /><br />Sering didifikirkan kadang-kadang ada ide untuk merencanakan Tinggi atau panik<br /><br />Berat<br /><br />Putus asa, tidak berdaya menarik diri, protes pada diri sendiri.<br /><br />Tidak baik pada semua aktivitas<br /><br /><br />Sebagian besar destruktif <br /><br />Tidak ada<br /><br /><br />Bersikap negatif terhadap pertolongan <br /><br />Labil<br /><br />Terus menerus<br /><br /><br /><br />Dari tidak sampai berbagai cara yang fatal<br /><br />Jelas atau ada<br /><br /><br /><br />Jelas atau ada<br /><br />Sering dan konstans difikirkan sama dengan rencana cara yang spesifik.<br /><br />2. Diagnosa Keperawatan<br />1). Resiko bunuh diri berhubungan dngan keadaan krisis yang tiba-tiba<br />2). Resiko bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani stres dan perasaan bersalah<br />3). Resiko bunuh diri berhubungan dengan alam perasaan depresi<br />4). Koping yang tak efektif berhubungan dengan keinginan bunuh diri sebagai pemecahan pemasalahan<br />5). Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut dan fungsi tubuh yang turun<br />6). Gangguan konsep diri : perasaan tidak berharga berhubungan dengan kegagalan.<br /><br />3. Perencanaan<br />1). Diagnosa : Resiko Bunuh diri berhubungan dengan keadaan krisis yang tiba-tiba.<br />⇒ Tujuan jangka panjang :<br />Klien tidak melukai / membunuh diri<br />⇒ Tujuan jangka pendek :<br />1. Klien tetap aman dan selamat<br />2. Klien berperan serta dalam mengontrol prilaku<br />⇒ Intervensi<br />1. Temani klien terus-menerus sampai ia dapat dipindahkan ketempat yang aman.<br />2. Mendapatkan orang dapat segera membawa klien kerumah sakit untuk penkajian lebih lanjut.<br />3. Menjauhkan semua benda yang berbahaya.<br />4. Cek keberadaan klien setiap 10-15 menit dengan observasi yang tidak teratur.<br />5. Dengan lembut jelaskan pada klien bahwa saudara akan melindungi sampai tidak ada keinginan bunuh diri.<br />6. Yakin bahwa klien menelan obatnya.<br /><br /><br /><br /><br />2). Diagnosa : Resiko bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani stres dan permasalahan<br />⇒ Tujuan jangka panjang :<br />Klien dapat mengontrol tingkah laku bunuh diri<br />⇒ Tujuan jangka pendek :<br />1. Klien terlindungi dari merusak diri sendiri<br />2. Klien dapat mengungkapkan dan menerima perasaannya.<br />3. Klien dapat mengidentifikasi dan mengembangkan koping yang sehat.<br />⇒ Intervensi :<br />1. Tentukan tingkat intensitas bunuh diri klien :<br />a. Menggali perasaan bunuh diri sebelumnya.<br />b. Mengidentifikasi ide, pikiran, rencana bunuh diri.<br />2. Lakukan tindakan perlindungan (pencegahan) bunuh diri :<br />a. Ciptakan lingkungan yang aman<br />b. Observasi perilaku klien<br />3. Terangkan semua tindakan pada klien<br />4. Lakukan kontak tentang penanganan bunuh diri dengan klien dan lokasi staf jika ide, dan atau rencana bunuh diri datang.<br />5. Lakukan pendekatan individu (perorangan) untuk mendorong klien menyadari, mengungkapkan dan menerima perasaannya.<br />6. Kuatkan koping yang sehat<br />7. Gali dan kemangkan koping yang baru<br />8. Diskusikan alternatif pemecahan selain bunuh diri.<br /><br />3). Diagnosa : Resiko Bunuh diri berhubungan dengan alam perasaan depresi<br />⇒ Tujuan jangka panjang :<br />1. Mengembangkan konsep diri yang lebih realistik dan positif<br />2. Membina hubungan yang berguna dengan orang yang berarti<br />⇒ Tujuan jangka pendek :<br />1. Terlindungi dari merusak diri sampai klien bertanggung jawab atas dirinya.<br />2. Mengekspresikan marah yang konstruktif.<br />3. Memenuhi kebutuhan fisik.<br />4. Berperan serta dalam aktivitas.<br />⇒ Intervensi :<br />1. Beritahukan tindakan pengawasan yang dilakukan<br />2. Dorong klien untuk berpartisipasi mengevaluasi tingkat kontrol yang diperlukan.<br />3. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah<br />4. Sertakan klien dalam kelompok latihan asertif<br />5. Terima perasaan marah klien.<br />6. Diskusikan cara marah yang sehat.<br />7. Dorong klien untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari :<br />a. Kebersihan dan penampilan diri<br />b. Makan yang cukup<br />c. Tidur cukup<br />d. Hubungan sosial yang intim<br />e. Peran serta aktivitas di bangsal.<br /><br />4). Diagnosa : koping tak efektif berhubungan dengan keinginan bunuh diri sebagai pemecahan masalah <br />⇒ Tujuan jangka panjang :<br />1. Klien menggunakan koping konstruktif dalam pemecahan masalah.<br />⇒ Tujuan jangka pendek :<br />1. Klien dapat mengungkapkan perasaannya<br />2. Klien belajar pendekatan pemecahan masalah<br />3. Klien menggunakan koping yang konstruktif.<br />⇒ Intervensi :<br />1. Dengarkan dengan penuh perhatian dan serius pada semua pembicaraan tentang bunuh diri.<br />2. Jangan bicara diluar bunuh diri.<br />3. Pakai pendekatan pemecahan masalah untuk memecahkan keinginan bunuh diri :<br />a. Dorong klien meneliti alasan untuk hidup dan mati<br />b. Dorong klien menguraikan tujuan yang ingin dicapai<br />c. Mengingatkan bahwa bunuh diri hanya satu dari banyak alternatif.<br />d. Diskusikan kemungkinan akibat dari bunuh diri<br />e. Diskusikan kemungkinan hasil dan alternatif lain.<br />4. Kuatkan koping klien yang sehat :<br />a. Bantu klien menggali koping yang maladaptif <br />b. Identifikasikan alternatif koping yang lain<br />c. Beri pujian atau pengakuan atas perilaku koping yang sehat.<br /><br />5). Diagnosa : Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun.<br />⇒ Tujuan jangka panjang :<br />1. Mempertahankan hubungan sosial dengan orang lain.<br />⇒ Tujuan jangka pendek :<br />1. Membina hubungan dengan perawat dan klien dibangsal<br />2. Menerima dukungan dari keluarga dan sistem sosial lain dimasyarakat.<br />⇒ Intervensi :<br />1. Memperlihatkan penerimaan, minat dan perhatian.<br />2. Beri kesempatan pada klien untuk kontak mata dengan orang lain untuk waktu singkat.<br />3. Kaji respon klien pada hubungan individual dan tingkatkan peran serta dalam aktivitas kelompok.<br />4. Kaji sistem pendukung yang tersedia.<br />5. Bantu orang yang dekat berkomunikasi dengan klien<br />6. Tingkatkan hubungan yang sehat dalam keluarga<br />7. Lakukan rujukan pada sumber dimasyarakat.<br /><br />6). Diagnosa : Gangguan konsep diri ; Perasaan tidka berharga berhubungan dengan kegagalan.<br />⇒ Tujuan jangka panjang :<br />1. Menerima dirinya dan mempunyai harga diri<br />⇒ Tujuan jangka pendek :<br />1. Mengungkapkan perasaannya.<br />2. Mengidentifikasi hal positif dari dirinya.<br />3. Mendemostrasikan kemampuannya.<br />⇒ Intervensi :<br />1. Terima klien seadanya.<br />2. Perlihatkan sikap yang memprihatikan.<br />3. Dorong untuk mengungkapkan perasaan.<br />4. Tekankan dan refleksikan hal positif yang dimiliki.<br />5. Dorong untuk melakukan pekerjaan yang disukai dan dapat ia lakukan.<br />6. Beri pujian pada pencapaian dan hindari tindakan perilaku yang negatif.<br /><br />4. Tindakan<br />Tindakan keperawatan yang dilakukan harus sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memualidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhan saat ini (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh tetap dilaksanakan.<br />5. Evaluasi :<br />1). Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem diri klien telah berkurang dalam sifat, jumlah asal dan waktu.<br />2). Klien menggunakan koping yang adaptif.<br />3). Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.<br />4). Perilaku klien menunjukkan kepeduliannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan sosial.<br />5). Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-11849129753600512922010-12-17T20:10:00.000-08:002010-12-17T20:11:15.757-08:00ANATOMI FISIOLOGI SISTEM ENDOKRINKelenjar endokrin merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran, yang menyalurkan sekresi hormonnya langsung ke dalam darah. Hormon tersebut memberikan efeknya ke organ atau jaringan target. Beberapa hormon seperti insulin dan tiroksin mempunyai banyak organ target. Hormon lain seperti kalsitonin dan beberapa hormon kelenjar hipofisis, hanya memiliki satu atau beberapa organ target.<br /><br /><br />Susunan Kimia Hormon<br /><br />1. Amina: hormon sederhana ini merupakan variasi susunan asam amino tirosin. Kelompok ini meliputi tiroksin dari kelenjar tiroid, epinefrin dan norepinefrin dari medula adrenal<br /><br />2. Protein: hormon ini merupakan rantai asam amino.Insulin dari pankreas, hormon pertumbuhan dari kelenjar hipofisis anterior, kalsitonin dari kelenjar tiroid semuanya merupakan protein.Rantai pendek asam amino disebut peptida. Hormon antidiuretik dan oksitosin yang disintesis oleh hipotalamus, merupakan hormon peptida.<br /><br />3. Steroid: kolesterol merupakan prekursor hormon steroid, yang meliputi kortisol dan aldosteron dari korteks adrenal, estrogen dan progesteron dari ovarium, dan testosteron dari testis.<br /><br /><br />Pengaturan Sekresi Hormon<br />Perubahan kadar hormon dalam darah<br /> <br />Informasi penting untuk meningkatkan/ menurunkan sekresi hormon<br /><br />Dibawah ini merupakan contoh pengaturan sekresi hormon:<br /><br /><br />Kadar Glukosa meningkat/ hiperglikemia<br /> <br /><br /><br />Merangsang sekresi insulin<br /> <br /><br /><br />Insulin disekresikan dan beredar dalam darah<br /> <br /><br /><br />Keadaan ini membuat sel mampu mengeluarkan glukosa dalam darah yang digunakan untuk produksi energi dan memampukan hati menyimpan glukosa sebagai glikogen<br /> <br /><br /><br />Glukosa darah menurun<br /> <br /><br /><br />Membalikkan rangsangan untuk menghentikan sekresi insulinmeti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-43900174657580576652010-12-17T20:03:00.001-08:002010-12-17T20:03:42.739-08:00PENGANTAR ANATOMI FISIOLOGIANATOMI : ana = memisah-misah, tomos = memotong-motong.<br />Ilmu urai mempelajari susunan tubuh dan hubungan bagian-bagiannya satu dengan yang lain.<br />Anatomi Sistemik : pembagian tubuh berdasar fungsi.<br />Sistem Lokomotorik, Sistem pembuluh darah ( Sirkulasi & Limfe ), Sistem Pencernaan , Sistem Pernafasan, Sistem Endokrin ( kelenjar buntu ), Sistem Urogenital ( Urinari & reproduksi ), Sistem Syaraf ( SS Pusat, SS Perifer, SS Otonom ), Sistem Panca Indera<br />FAAL / FISIOLOGI (Physiology)<br />Ilmu pengetahuan yang mempelajari fungsi dan kerja alat-alat tubuh manusia dalam keadaan normal. Kareana berkaitan erat dengan Anatomi maka untuk mempelajari fisiologi perlu mengenal anatominya.<br />POSISI ANATOMI : berdiri tegak, kedua lengan di sisi terbuka, dan telapak tangan menghadap ke depan, kepala tegak dan mata tertuju lurus ke depan.<br /> <br />BIDANG ANATOMI<br /> <br />- Bidang median: bidang yang membagi tepat tubuh menjadi bagian kanan dan kiri.<br />- Bidang sagital: bidang yang membagi tubuh menjadi dua bagian dari titik tertentu (tidak membagi tepat dua bagian). Bidang ini sejajar dengan bidang median.<br />- Bidang horizontal: bidang yang terletak melintang melalui tubuh (bidang X-Y). Bidang ini membagi tubuh menjadi bagian atas (superior) dan bawah (inferior).<br />- Bidang koronal: bidang vertikal yang melalui tubuh, letaknya tegak lurus terhadap bidang median atau sagital. membagi tubuh menjadi bagian depan (frontal) dan belakang (dorsal).<br />KEDUDUKAN : <br />Superior (=atas) atau kranial: lebih dekat pada kepala. Contoh: Mulut terletak superior terhadap dagu. Inferior (=bawah) atau kaudal: lebih dekat pada kaki. Contoh: Pusar terletak inferior terhadap payudara. Anterior (=depan): lebih dekat ke depan. Contoh: Lambung terletak anterior terhadap limpa. Posterior (=belakang): lebih dekat ke belakang. Contoh: Jatung terletak posterior terhadap tulang rusuk. Superfisial: lebih dekat ke / di permukaan. Contoh: Otot kaki terletak superfisial dari tulangnya. Profunda: lebih jauh dari permukaan.Contoh: Tulang hasta dan pengumpil terletak lebih profunda dari otot lengan bawah. Medial (=dalam): lebih dekat ke bidang median. Contoh: Jari manis terletak medial terhadap jari jempol. Lateral (=luar): menjauhi bidang median. Contoh: Telinga terletak lateral terhadap mata. Proksimal (=atas): lebih dekat dengan batang tubuh / pangkal. Contoh: Siku terletak proksimal terhadap telapak tangan.<br />Distal (=bawah): lebih jauh dari batang tubuh atau pangkal. Contoh: Pergelangan tangan terletak distal terhadap siku.<br />GERAKAN ANATOMI<br />Adanya persendian memungkinkan gerakan yang bermacam-macam. Berbagai gerak dengan persendian dikontrol oleh kontraksi otot.<br />Fleksi dan ekstensi. Fleksi adalah gerak menekuk atau membengkokkan. Ekstensi adalah gerakan untuk meluruskan. Contoh: gerakan ayunan lutut pada kegiatan gerak jalan. Gerakan ayunan ke depan merupakan (ante) fleksi dan ayunan ke belakang disebut (retro) fleksi / ekstensi. Ayunan ke belakang lebih lanjut disebut hiperekstensi.<br />Adduksi dan abduksi. Adduksi adalah gerakan mendekati tubuh. Abduksi adalah gerakan menjauhi tubuh. Contoh: gerakan membuka tungkai kaki pada posisi istirahat di tempat merupakan gerakan abduksi (menjauhi tubuh). Bila kaki digerakkan kembali ke posisi siap merupakan gerakan adduksi (mendekati tubuh).<br />Elevasi dan depresi. Elevasi merupakan gerakan mengangkat,Depresi adalah gerakan menurunkan. Contohnya: Gerakan membuka mulut (elevasi) dan menutupnya (depresi)juga gerakan pundak ke atas (elevasi) dan ke bawah (depresi)<br />Inversi dan eversi. Inversi adalah gerak memiringkan telapak kaki ke dalam tubuh. Eversi adalah gerakan memiringkan telapak kaki ke luar. Istilah inversi dan eversi hanya untuk wilayah di pergelangan kaki.<br />Supinasi dan pronasi. Supinasi adalah gerakan menengadahkan tangan. Pronasi adalah gerakan menelungkupkan. Juga perlu diketahui istilah supinasi dan pronasi hanya digunakan untuk wilayah pergelangan tangan saja<br />Endorotasi dan eksorotasi. Endorotasi adalah gerakan ke dalam pada sekililing sumbu panjang tulang yang bersendi (rotasi). Sedangkan Eksorotasi adalah gerakan rotasi ke luar.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-52131219409942935412010-12-17T20:00:00.001-08:002010-12-17T20:00:36.969-08:00ANATOMI FISIOLOGI SELPenelitian menunjukkan bahwa satuan unit terkecil dari kehidupan adalah Sel. Kata "sel" itu sendiri dikemukakan oleh Robert Hooke yang berarti "kotak-kotak kosong", setelah ia mengamati sayatan gabus dengan mikroskop.<br />Selanjutnya disimpulkan bahwa sel terdiri dari kesatuan zat yang dinamakan Protoplasma. Istilah protoplasma pertama kali dipakai oleh Johannes Purkinje; menurut Johannes Purkinje protoplasma dibagi menjadi dua bagian yaitu Sitoplasma dan Nukleoplasma<br />Robert Brown mengemukakan bahwa Nukleus (inti sel) adalah bagian yang memegang peranan penting dalam sel,Rudolf Virchow mengemukakan sel itu berasal dari sel (Omnis Cellula E Cellula).<br />ANATOMI DAN FISIOLOGI SEL<br />Secara anatomis sel dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:<br /><br />1. Selaput Plasma (Membran Plasma atau Plasmalemma).<br />2. Sitoplasma dan Organel Sel.<br />3. Inti Sel (Nukleus).<br /><br />1. Selaput Plasma (Plasmalemma)<br />Yaitu selaput atau membran sel yang terletak paling luar yang tersusun dari senyawa kimia Lipoprotein (gabungan dari senyawa lemak atau Lipid dan senyawa Protein).<br />Lipoprotein ini tersusun atas 3 lapisan yang jika ditinjau dari luar ke dalam urutannya adalah:<br />Protein - Lipid - Protein Trilaminer Layer<br />Lemak bersifat Hidrofebik (tidak larut dalam air) sedangkan protein bersifat Hidrofilik (larut dalam air); oleh karena itu selaput plasma bersifat Selektif Permeabel atau Semi Permeabel (teori dari Overton).<br />Selektif permeabel berarti hanya dapat memasukkan /di lewati molekul tertentu saja.<br />Fungsi dari selaput plasma ini adalah menyelenggarakan Transportasi zat dari sel yang satu ke sel yang lain.<br />Khusus pada sel tumbahan, selain mempunyai selaput plasma masih ada satu struktur lagi yang letaknya di luar selaput plasma yang disebut Dinding Sel (Cell Wall).<br />Dinding sel tersusun dari dua lapis senyawa Selulosa, di antara kedua lapisan selulosa tadi terdapat rongga yang dinamakan Lamel Tengah (Middle Lamel) yang dapat terisi oleh zat-zat penguat seperti Lignin, Chitine, Pektin, Suberine dan lain-lain<br /><br />Selain itu pada dinding sel tumbuhan kadang-kadang terdapat celah yang disebut Noktah. Pada Noktah/Pit sering terdapat penjuluran Sitoplasma yang disebut Plasmodesma yang fungsinya hampir sama dengan fungsi saraf pada hewan.<br />2. Sitoplasma dan Organel Sel<br />Bagian yang cair dalam sel dinamakan Sitoplasma khusus untuk cairan yang berada dalam inti sel dinamakan Nukleoplasma), sedang bagian yang padat dan memiliki fungsi tertentu digunakan Organel Sel.<br />Penyusun utama dari sitoplasma adalah air (90%), berfungsi sebagai pelarut zat-zat kimia serta sebagai media terjadinya reaksi kirnia sel.<br /><br />Organel sel adalah benda-benda solid yang terdapat di dalam sitoplasma dan bersifat hidup(menjalankan fungsi-fungsi kehidupan). <br /> <br />Gbr. a. Ultrastruktur Sel Hewan, b. Ultrastruktur Sel Tumbuhan<br />Organel Sel tersebut antara lain :<br /><br />a. Retikulum Endoplasma (RE.)<br />Yaitu struktur berbentuk benang-benang yang bermuara di inti sel.<br />Dikenal dua jenis RE yaitu :<br />• RE. Granuler (Rough E.R)<br />• RE. Agranuler (Smooth E.R)<br /><br />Fungsi R.E. adalah : sebagai alat transportasi zat-zat di dalam sel itu sendiri. Struktur R.E. hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron.<br /><br />b. Ribosom (Ergastoplasma)<br />Struktur ini berbentuk bulat terdiri dari dua partikel besar dan kecil, ada yang melekat sepanjang R.E. dan ada pula yang soliter. Ribosom merupakan organel sel terkecil yang tersuspensi di dalam sel.<br /><br />Fungsi dari ribosom adalah : tempat sintesis protein.<br />Struktur ini hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron.<br /><br />c. Miitokondria (The Power House)<br />Struktur berbentuk seperti cerutu ini mempunyai dua lapis membran.<br />Lapisan dalamnya berlekuk-lekuk dan dinamakan Krista<br /><br />Fungsi mitokondria adalah sebagai pusat respirasi seluler yang menghasilkan banyak ATP (energi) ; karena itu mitokondria diberi julukan "The Power House".<br /><br />d. Lisosom<br />Fungsi dari organel ini adalah sebagai penghasil dan penyimpan enzim pencernaan seluler. Salah satu enzi nnya itu bernama Lisozym.<br /><br />e. Badan Golgi (Apparatus Golgi = Diktiosom)<br />Organel ini dihubungkan dengan fungsi ekskresi sel, dan struktur ini dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa.<br /><br />Organel ini banyak dijumpai pada organ tubuh yang melaksanakan fungsi ekskresi, misalnya ginjal.<br /><br />J. Sentrosom (Sentriol)<br />Struktur berbentuk bintang yang berfungsi dalam pembelahan sel (Mitosis maupun Meiosis). Sentrosom bertindak sebagai benda kutub dalam mitosis dan meiosis.<br />Struktur ini hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. <br />g. Plastida<br />Dapat dilihat dengan mikroskop cahaya biasa. Dikenal tiga jenis plastida yaitu :<br />1. Lekoplas <br /> (plastida berwarna putih berfungsi sebagai penyimpan makanan),<br /> terdiri dari:<br /> • Amiloplas (untak menyimpan amilum) dan,<br /> • Elaioplas (Lipidoplas) (untukmenyimpan lemak/minyak).<br /> • Proteoplas (untuk menyimpan protein).<br /><br />2. Kloroplas <br /> yaitu plastida berwarna hijau. Plastida ini berfungsi menghasilkan <br /> klorofil dan sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis.<br /><br />3. Kromoplas<br /> yaitu plastida yang mengandung pigmen, misalnya :<br /> • Karotin (kuning)<br /> • Fikodanin (biru)<br /> • Fikosantin (kuning)<br /> • Fikoeritrin (merah)<br /><br />h. Vakuola (RonggaSel)<br />Beberapa ahli tidak memasukkan vakuola sebagai organel sel. Benda ini dapat dilihat dengan mikroskop cahaya biasa. Selaput pembatas antara vakuola dengan sitoplasma disebut Tonoplas<br /><br />Vakuola berisi :<br />• garam-garam organik<br />• glikosida<br />• tanin (zat penyamak)<br />• minyak eteris (misalnya Jasmine pada melati, Roseine pada mawar <br /> Zingiberine pada jahe)<br />• alkaloid (misalnya Kafein, Kinin, Nikotin, Likopersin dan lain-lain)<br />• enzim<br />• butir-butir pati<br /><br />Pada boberapa spesies dikenal adanya vakuola kontraktil dan vaknola non kontraktil.<br /><br />i. Mikrotubulus<br />Berbentuk benang silindris, kaku, berfungsi untuk mempertahankan bentuk sel dan sebagai "rangka sel".<br />Contoh organel ini antara lain benang-benang gelembung pembelahan Selain itu mikrotubulus berguna dalam pembentakan Sentriol, Flagela dan Silia.<br />j. Mikrofilamen<br />Seperti Mikrotubulus, tetapi lebih lembut. Terbentuk dari komponen utamanya yaitu protein aktin dan miosin (seperti pada otot). Mikrofilamen berperan dalam pergerakan sel.<br /><br />k. Peroksisom (Badan Mikro)<br />Ukurannya sama seperti Lisosom. Organel ini senantiasa berasosiasi dengan organel lain, dan banyak mengandung enzim oksidase dan katalase (banyak disimpan dalam sel-sel hati).<br />3. Inti Sel (Nukleus)<br /><br />Inti sel terdiri dari bagian-bagian yaitu :<br />• Selapue Inti (Karioteka)<br />• Nukleoplasma (Kariolimfa)<br />• Kromatin / Kromosom <br />• Nukleolus(anak inti).<br /><br />Berdasarkan ada tidaknya selaput inti kita mengenal 2 penggolongan sel yaitu :<br /><br />• Sel Prokariotik (sel yang tidak memiliki selaput inti), misalnya dijumpai<br /> pada bakteri, ganggang biru.<br />• Sel Eukariotik (sel yang memiliki selaput inti).<br />Fungsi dari inti sel adalah : mengatur semua aktivitas (kegiatan) sel, karena di dalam inti sel terdapat kromosom yang berisi ADN yang mengatur sintesis protein.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-520970141837334072010-12-12T21:09:00.001-08:002010-12-12T21:09:39.080-08:00SKALA PENGUKURANAda empat tipe skala pengukuran dalam penelitian, yaitu nominal, ordinal,<br />interval dan ratio.<br />1. 9.1 Nominal<br />Skala pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasikan obyek, individual atau kelompok; sebagai contoh mengklasifikasi jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan area geografis. Dalam mengidentifikasi hal-hal di atas digunakan angka-angka sebagai symbol. Apabila kita menggunakan skala pengukuran nominal, maka statistik non-parametrik digunakan untuk menganalisa datanya. Hasil analisa dipresentasikan dalam bentuk persentase. Sebagai contoh kita mengklaisfikasi variable jenis kelamin menjadi sebagai berikut: laki-laki kita beri simbol angka 1 dan wanita angka 2. Kita tidak dapat melakukan operasi arimatika dengan angka-angka tersebut, karena angka-angka tersebut hanya menunjukkan keberadaan atau ketidakadanya karaktersitik tertentu.<br />Contoh:<br />Jawaban pertanyaan berupa dua pilihan “ya” dan “tidak” yang bersifat kategorikal dapat diberi symbol angka-angka sebagai berikut: jawaban “ya” diberi angka 1 dan tidak diberi angka 2.<br />1. 9.2 Ordinal<br />Skala pengukuran ordinal memberikan informasi tentang jumlah relatif karakteristik berbeda yang dimiliki oleh obyek atau individu tertentu. Tingkat pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana peringkat relatif tertentu yang memberikan informasi apakah suatu obyek memiliki karakteristik yang lebih atau kurang tetapi bukan berapa banyak kekurangan dan kelebihannya.<br />Contoh:<br />Jawaban pertanyaan berupa peringkat misalnya: sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju dan sangat setuju dapat diberi symbol angka 1, 2,3,4 dan 5. Angka-angka ini hanya merupakan simbol peringkat, tidak mengekspresikan jumlah.<br />1. 9.3. Interval<br />Skala interval mempunyai karakteristik seperti yang dimiliki oleh skala nominal dan ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu berupa adanya interval yang tetap. Dengan demikian peneliti dapat melihat besarnya perbedaan karaktersitik antara satu individu atau obyek dengan lainnya. Skala pengukuran interval benar-benar merupakan angka. Angka-angka yang digunakan dapat dipergunakan dapat dilakukan operasi aritmatika, misalnya dijumlahkan atau dikalikan. Untuk melakukan analisa, skala pengukuran ini menggunakan statistik parametric.<br />Contoh:<br />Jawaban pertanyaan menyangkut frekuensi dalam pertanyaan, misalnya: Berapa kali Anda melakukan kunjungan ke Jakarta dalam satu bulan? Jawaban: 1 kali, 3 kali, dan 5 kali. Maka angka-angka 1,3, dan 5 merupakan angka sebenarnya dengan menggunakan interval 2.<br />1. 9.4. Ratio<br />Skala pengukuran ratio mempunyai semua karakteristik yang dipunyai oleh skala nominal, ordinal dan interval dengan kelebihan skala ini mempunyai nilai 0 (nol) empiris absolut. Nilai absoult nol tersebut terjadi pada saat ketidakhadirannya suatu karakteristik yang sedang diukur. Pengukuran ratio biasanya dalam bentuk perbandingan antara satu individu atau obyek tertentu dengan lainnya.<br />Contoh:<br />Berat Sari 35 Kg sedang berat Maya 70 Kg. Maka berat Sari dibanding dengan berat Maya sama dengan 1 dibanding 2.<br />1. 9.5. Validitas<br />Suatu skala pengukuran dikatakan valid apabila skala tersebut digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Misalnya skala nominal yang bersifat non-parametrik digunakan untuk mengukur variabel nominal bukan untuk mengukur variabel interval yang bersifat parametrik. Ada 3 (tiga) tipe validitas pengukuran yang harus diketahui, yaitu:<br />1. Validitas Isi (Content Validity)<br />Validitas isi menyangkut tingkatan dimana item-item skala yang mencerminkan domain konsep yang sedang diteliti. Suatu domain konsep tertentu tidak dapat begitu saja dihitung semua dimensinya karena domain tersebut kadang mempunyai atribut yang banyak atau bersifat multidimensional.<br />1. Validitas Kosntruk (Construct Validity)<br />Validitas konstruk berkaitan dengan tingkatan dimana skala mencerminkan dan berperan sebagai konsep yang sedang diukur. Dua aspek pokok dalam validitas konstruk ialah secara alamiah bersifat teoritis dan statistik.<br />1. Validitas Kriteria (Criterion Validity)<br />Validitas kriteria menyangkut masalah tingkatan dimana skala yang sedang digunakan mampu memprediksi suatu variable yang dirancang sebagai kriteria.<br />9.6. Reliabilitas<br />Reliabilitas menunjuk pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran tertentu. Reliabilitas berkonsentrasi pada masalah akurasi pengukuran dan hasilnya.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-90183022120404024412010-12-12T20:50:00.001-08:002010-12-12T20:51:01.783-08:00PROSEDUR TETAP TINDAKAN KUMBAH LAMBUNGProtap Kumbah Lambung<br /><br />Pengertian Kumbah lambung merupakan salah satu tindakan dalam memberikan pertolongan kepada pasien dengan cara memasukkan air atau cairan tertentu dan kemudian mengeluarkannya dengan menggunakan alat yaitu NGT (Naso Gastric Tube) / Stomach Tube yang dimasukkan melalui hidung sampai ke lambung. Tujuan Sebagai acuan dan langkah-langkah dalam melakukan tindakan kumbah lambung pada pasien Kebijakan Tindakan kumbah lambung dilakukan untuk mengeluarkan racun / darah dari lambung. Kebijakan<br /><br />1. Adanya permintaan tertulis dari dokter.<br />2. pastikan NGT masuk kedalam lambung, kemudian difiksasi.<br />3. Tinggi corong dari pasien + 30 cm.<br />4. Tersedia peralatan seperti :<br />- NGT<br />- Corong<br />- Cairan yang diperlukan sesuai kebutuhan<br />- Plester dan gunting<br />- Ember penampung cairan<br />- Stetoskop<br />- Spuit 20 cc<br />- Tissue / kain kasa<br />- Bengkok<br />- Sarung tangan<br />- Klem<br />- Gliserin<br /><br />Prosedur<br />1. Persiapan Alat dan Obat :<br />1.1. NET / Stomach Tube berbagai ukuran.<br />1.2. Corong NET.<br />1.3. Cairan yang diperlukan sesuai keperluan (susu, air putih, air es)<br />1.4. Plester yang digunting.<br />1.5. Sarung tangan (Hand scoen)<br />1.6. Ember penampung cairan.<br />1.7. Stetoskop.<br />1.8. Spuit 10 cc.<br />1.9. Tissue / kain kasa<br />1.10. Gliserin / jelly pelicin.<br />1.11. Bengkok / nierbeken.<br />1.12. Klem.<br />1.13. Obat-obatan yang diperlukan (sulfas Atropin, Norit)<br />1.14. Gelas Ukuran<br /><br />2. Persiapan Pasien :<br />2.1. Memberitahukan dan memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarganya<br />tentang tindakan yang akan dilakukan.<br />2.2. Mengatur posisi pasien, telentang dengan kepala ekstensi.<br /><br />3. Penatalaksanaan<br />3.1. Perawat mencuci tangan.<br />3.2. Ember diletakkan dibawah tempat tidur pasien.<br />3.3. Memakai sarung tangan.<br />3.4. Mengukur NGT, NGT di klem kemudian oleskan gliserin / pelican pada bagian ujung NGT.<br />3.5. Memasukan selang NGT melalui hidung secara perlahan-lahan, jika pasien sadar anjurkan untuk menelan.<br />3.6. Jika terjadi clynosis atau tahanan, NGT segera dicabut.<br />3.7. Pastikan NGT masuk ke dalam lambung dengan cara :<br />3.7.1. Masukkan ujung NGT kedalam air, jika tidak terdapat gelembung maka NGT masuk ke lambung.<br />3.7.2. Masukkan udara dengan spuit 10 cc dan didengarkan pada daerah lambung dengan menggunakan stetoskop. Setelah yakin pasang plester pada hidung untuk memfiksasi NGT.<br />3.8. Pasang corong pada pangkal NGT, kemudian dimasukkan + 500 cc, kemudian dikeluarkan lagi / ditampung pada ember.<br />3.9. Lakukan berulang kali sampai cairan yang keluar bersih, jernih dan tidak berbau.<br />3.10. Perhatikan jenis cairan, bau cairan yang keluar.<br />3.11. Mengobservasi keadaan umum pasien dan vital sign pada saat dilakukan tindakan.<br />3.12. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan pada status pasien.<br />3.13. Setelah selesai, pasien dirapikan dan peralatan dibersihkan.<br />3.14. Perawat mencuci tangan.<br />Unit Terkait<br />1. Instalasi Gawat Darurat<br />2. Rekam Medik<br />3. I.P.S.R.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-2359304204984034662010-12-12T20:48:00.000-08:002010-12-12T20:49:18.042-08:00CARA PEMBERIAN IMUNISASIImunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadCARA PEMBERIAN IMUNISASIap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya.<br />Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.<br />Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya.<br />Macam-macam / jenis-jenis imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi pasif yang merupakan kekebalan bawaan dari ibu terhadap penyakit dan imunisasi aktif di mana kekebalannya harus didapat dari pemberian bibit penyakit lemah yang mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh biasa guna membentuk antibodi terhadap penyakit yang sama baik yang lemah maupun yang kuat.<br />Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara suntik atau minum / telan. Setelah bibit penyakit masuk ke dalam tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit tersebut dengan membantuk antibodi. Antibodi itu uumnya bisa terus ada di dalam tubuh orang yang telah diimunisasi untuk melawan penyakit yang mencoba menyerang.<br />MUNISASI; Pengertian dan Ruang Lingkup<br />Definisi : Cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu Ag, sehingga bila ia terpapar pada Ag yang serupa, tidak terjadi penyakit. Sistem Imun Spesifik : Hanya dapat menghancurkan benda asing yang dikenal sebelumnya <br /><br /><br />HUMORAL :<br />Peranan dari Limfosit B atau Sel B (Bursa Fabricius) dimana jika Sel B dirangsang ” sel plasma ” zat anti atau anti bodi ” didalam Serum Fungsi : Pertahanan terhadap infeksi virus, bakteri dan menetapkan toksin. <br />Antibodi :<br />1. IgG :<br />– Komponen utama Ig serum (75%)<br />– Dapat menembus Placenta<br />– Terbentuk pada respons sekunder<br />– Anti bakteri, anti virus, anti jamur<br />2. IgM :<br />– Imunoglobulin terbesar<br />– Respons imun primer<br />– Mencegah gerakan mikroorganisme sekunder<br />– Mengaktifkan komplemen<br />3. IgA :<br />– Terbentuknya pd rangsangan selaput lendir<br />– Kekebalan infeksi saluran nafas, pencernaan, urogenitalis<br />– Fiksasi komplemen, antitoxin, reaksi aglutinasi, anti virus<br />4. IgD :<br />– Sangat rendah dalam sirkulasi<br />– Fungsi belum jelas<br />5. IgE :<br />– Sangat sedikit jumlahnya<br />– Tinggi pada alergi, fiksasi komplemen, infeksi cacing, infeksi parasit<br />SELULER <br />Peranan dari limfosit T atau sel T dimana Sel T dibentuk di sumsum tulang ” Proliferasi dan diferensiasi terjadi di kelenjar Timus<br />Fungsi : Pertahanan terhadap bakteri (intraselular), virus, jamur, parasit, keganasan <br />Terdiri dari<br />1. Helper T-cell membantu sel B<br />1. Suppressor T-cell :<br />– Menghambat sel B<br />– Menghambat sel T<br />3. Cytotoxic T-cell : Menyerang antigen secara langsung<br />Imunisasi Pasif Didapat<br />Kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh bukan oleh individu itu sendiri, misalnya kekebalan bayi yang diperoleh dari ibu setelah pemberian Ig serum Daya lindung pendek ( 2 – 3 minggu)<br />• Contoh :<br />– Gama globulin murni penderita – campak<br />– ATS, ADS, Anti rabies, Anti – Snake venom<br />– Profilaksi & terapeutik ( pengobatan )<br />Reaksi aktopik<br />Terjadi beberapa menit dimana tubuh mengalami Shock berat, gatal seluruh tubuh, urticaria tempat suntik ” meluas, gelisah, pucat, cyanosis, dyspnoe, kejang ” mati<br />Therapi : Adrenalin, Corticosteroid<br />Serum sickness<br />Masa tunas : 6 – 24 hari<br />Panas, urticaria, exanthema, muntah, berak, bahaya urticaria (oedem) glottis ” tercekik.<br />Therapi : Adrenalin, Corticosteroid, Anti Histamin<br />Pemberian ke II (ulangan)<br />1. Ana phylactic reaction :<br />Masa tunas : Beberapa menit – 24 jam<br />Gejala : Sama reaksi atopik – < ringan<br />2. Accelerated Reaction :<br />Masa tunas : 1 – 5 hari<br />Gejala : Sama serum sickness " Pemberian serum – test lebih dahulu<br />Test pemberian serum<br />1. Skin test : 0,1 ml seru 1/10 – intra kutan tunggu 15 menit : " infiltrat > 10 mm<br />2. Eye test : 1 tetes serum kemudian tunggu 15 menit : + ” mata bengkak merah<br />Bila skin dan atau eye test positif ” pemberian Serum : Cara Bersedka<br />- 0,1 ml serum dlm 1 ml air garam fisiologis – Subkutan – tunggu ½ jam reaksi<br />- 0,5 ml serum dlm 1 ml air garam fisiologis – Subkutan – tunggu ½ jam reaksi<br />- Sisa serum ” Intra Muskular<br />Tujuan Imunisasi<br />• Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang<br />• Menghilangkan penyakit tertentu pada populasi<br />Keberhasilan Imunisasi tergantung faktor:<br />1. Status Imun Penjamu:<br />• Adanya Ab spesifik pada penjamu ® keberhasilan vaksinasi, mis:<br />– campak pada bayi<br />– kolustrum ASI – IgA polio<br />• Maturasi imunologik: neonatus ® fungsi makrofag¯,kadar komplemen¯, aktifasi optonin¯.<br />• Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang ® hasil vaksinasi ¯ ® ditunda sampai umur 2 bulan.<br />• Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi<br />• Frekuensi penyakit ¬, dampaknya pada neonatus berat ® imunisasi dapat diberikan pada neonatus.<br />• Status imunologik ¯ (spt defisiensi imun) ® respon terhadap vaksin kurang. <br />2. genetik<br />secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu ® baik, cukup, rendah ® keberhasilan vaksinasi tidak 100%<br />4. kualitas vaksin<br />a. cara pemberian, misal polio oral ® imunitas lokal dan sistemik<br />b. Dosis vaksin<br />– tinggi ® menghambat respon, menimbulkan efek samping<br />– rendah ® tidak merangsang sel imunokompeten<br />c. Frekuensi Pemberian<br />Respon imun sekunder ® Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi . Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar Ab spesifik masih tinggi ® Ag dinetralkan oleh Ab spesifik ® tidak merangsang sel imunokompeten.<br />d. Ajuvan : Zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag<br />• mempertahankan Ag tidak cepat hilang<br />• Mengaktifkan sel imunokompeten<br />e. Jenis Vaksin<br />Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.<br />Kandungan vaksin<br />1. Antigen ® virus, bakteri<br />– vaksin yang dilemahkan: polio, campak, BCG<br />– vaksin mati : pertusis<br />– eksotoksin : Toksoid, dipteri, tetanus<br />1. Ajuvan : persenyawaan aluminium<br />2. Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur.<br />Hal – hal yang merusak vaksin:<br />• Panas ® semua vaksin<br />• Sinar matahari ® BCG<br />• Pembekuan ® toxoid<br />• Desinfeksi/antiseptik : sabun<br />Jadwal Imunisasi<br />• Untuk keseragaman<br />• Mendapatkan respon imun yang baik ® Berdasarkan keadaan epidemiologi, prioritas penyebab kematian, kesakitan<br />IMUNISASI BCG<br />Vaksin BCG tidak dapat mencegah seseorang terhindar dari infeksi M. tuberculosa 100%, tapi dapat mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut, Berasal dari bakteri hidup yang dilemahkan ( Pasteur Paris 1173 P2), Ditemukan oleh Calmette dan Guerin<br />• Diberikan sebelum usia 2 bulan Disuntikkan intra kutan di daerah insertio m. deltoid dengan dosis 0,05 ml, sebelah kanan<br />• Imunisasi ulang tidak perlu, keberhasilan diragukan<br />Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc NaCl 0,9%. Setelah dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpanan pada suhu < 5°C terhindar dari sinar matahari (indoor day-light).<br />Cara penyuntikan BCG<br />• Bersihkan lengan dengan kapas air<br />• Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum yang berlubang menghadap keatas.<br />• Suntikan 0,05 ml intra kutan<br />– merasakan tahan<br />– benjolan kulit yang pucat dengan pori- pori yang khas diameter 4-6 mm <br />Kenapa suntikan intra kutan?<br />• Vaksin BCG ® lapisan chorium kulit sebagai depo ®berkembang biak® reaksi indurasi, eritema, pustula<br />• Setelah cukup berkembang ® sub kutan® kapiler, kelenjar limfe, peredaran darah<br />Bayi kulitnya tipis®intra kutan sulit ® sering suntikan terlalu dalam (sub kutan)<br />Reaksi sesudah imunisasi BCG<br />1. Reaksi normal ® lokal<br />• 2 minggu ® indurasi, eritema, kemudian menjadi pustula<br />• 3-4 minggu ® pustula pecah menjadi ulkus (tidak perlu pengobatan)<br />• 8-12 minggu ® ulkus menjadi scar diameter 3-7 mm.<br />2. Reaksi regional pada kelenjar<br />• Merupakan respon seluler pertahanan tubuh<br />• Kadang terjadi ® di kelj axila dan servikal (normal BCG-it is)<br />• Timbul 2-6 bulan sesudah imunisasi<br />• Kelenjar berkonsistensi padat, tidak nyeri, demam (-)<br />• Akan mengecil 1-3 bulan kemudian tanpa pengobatan.<br />Komplikasi<br />1. Abses di tempat suntikan<br />• Abses bersifat tenang (cold abses) ® tidak perlu terapi<br />• Oleh karena suntikan sub kutan<br />• Abses matang ® aspirasi<br />2. Limfadenitis supurativa<br />• Oleh karena suntikan sub kutan atau dosis tinggi<br />• Terjadi 2-6 bulan sesudah imunisasi<br />• Terapi tuberkulostatik ® mempercepat pengecilan.<br />Reaksi pada yang pernah tertular TBC:<br />• Koch Phenomenon ® reaksi lokal berjalan cepat (2-3 hari sesudah imunisasi) ® 4-6 minggu timbul scar.<br />• Imunisasi bayi > 2 bulan ® tes tuberkulin (Mantoux)<br />• Untuk menunjukkan apakah pernah kontak dengan TBC<br />• Menyuntikkan 0,1 ml PPD di daerah flexor lengan bawah secara intra kutan<br />• Pembacaan dilakukan setelah 48 – 72 jam penyuntikan<br />• Diukur besarnya diameter indurasi di tempat suntikan.<br />• < 5 mm : negatif<br />• 6-9 mm : meragukan<br />• ³ 10 mm : positif<br />Tes Mantoux (-)®imunisasi(+)<br />Kontraindikasi<br />• Respon imunologik terganggu : infeksi HIV, def imun kongenital, leukemia, keganasan<br />• Respon imunologik tertekan: kortikosteroid, obat kanker, radiasi<br />• Hamil<br />IMUNISASI HEPATITIS B<br />• Vaksin berisi HBsAg murni<br />• Diberikan sedini mungkin setelah lahir<br />• Suntikan secara Intra Muskular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.<br />• Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C<br />• Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan imunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah lahir + imunisasi Hepatitis B<br />• Dosis kedua 1 bulan berikutnya<br />• Dosis ketiga 5 bulan berikutnya (usia 6 bulan)<br />• Imunisasi ulangan 5 tahun kemudian<br />• Kadar pencegahan anti HBsAg > 10mg/ml<br />• Produksi vaksin Hepatitis B di Indonesia, mulai program imunisasi pada tahun 1997<br />Efek samping<br />• Demam ringan<br />• Perasaan tidak enak pada pencernaan<br />• Rekasi nyeri pada tempat suntikan<br />Tidak ada kontraindikasi<br />IMUNISASI POLIO<br />• Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero : asam amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol merah<br />• Vaksin berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.<br />• Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml)<br />• Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4 minggu <br />• Imunisasi ulangan, 1 tahun berikutnya, SD kelas I, VI<br />• Anak diare ® gangguan penyerapan vaksin.<br />• Ada 2 jenis vaksin<br />– IPV ® salk<br />– OPV ® sabin ® IgA lokal<br />• Penyimpanan pada suhu 2-8°C<br />• Virus vaksin bertendensi mutasi di kultur jaringan maupun tubuh penerima vaksin<br />• Beberap virus diekskresi mengalami mutasi balik menjadi virus polio ganas yang neurovirulen<br />• Paralisis terjadi 1 per 4,4 juta penerima vaksin dan 1 per 15,5 juta kontak dengan penerima vaksin<br />Kontra indikasi : defisiensi imunologik atau kontak dengannya<br />IMUNISASI DPT<br />Terdiri dari<br />– toxoid difteri ® racun yang dilemahkan<br />– Bordittela pertusis ® bakteri yang dilemahkan<br />– toxoid tetanus ® racun yang dilemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat<br />• Merupakan vaksin cair. Jika didiamkan sedikit berkabut, endapan putih didasarnya<br />• Diberikan pada bayi > 2 bulan oleh karena reaktogenitas pertusis pada bayi kecil.<br />• Dosis 0,5 ml secara intra muskular di bagian luar paha.<br />• Imunisasi dasar 3x, dengan interval 4 minggu.<br />• Vaksin mengandung Aluminium fosfat, jika diberikan sub kutan menyebabkan iritasi lokal, peradangan dan nekrosis setempat.<br />Reaksi pasca imunisasi:<br />• Demam, nyeri pada tempat suntikan 1-2 hari ® diberikan anafilatik + antipiretik<br />• Bila ada reaksi berlebihan pasca imunisasi ® demam > 40°C, kejang, syok ® imunisasi selanjutnya diganti dengan DT atau DPaT<br />Kontraindikasi<br />• Kelainan neurologis n terlambat tumbuh kembang<br />• Ada riwayat kejang<br />• Penyakit degeneratif<br />• Pernah sebelumnya divaksinasi DPT menunjukkan: anafilaksis, ensefalopati, kejang, renjatan, hiperpireksia, tangisan/teriakan hebat.<br />IMUNISASI CAMPAK<br />Vaksin dari virus hidup (CAM 70- chick chorioallantonik membrane) yang dilemahkan + kanamisin sulfat dan eritromisin Berbentuk beku kering, dilarutkan dalam 5 cc pelarut aquades.<br />• Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.<br />• Dosis 0,5 ml diberikan sub kutan di lengan kiri.<br />• Disimpan pada suhu 2-8°C, bisa sampai – 20 derajat celsius<br />• Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8°C<br />• Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian<br />Efek samping: demam, diare, konjungtivitis, ruam setelah 7 – 12 hari pasca imunisasi. Kejadian encefalitis lebih jarang<br />Kontraindikasi:<br />* infeksi akut dengan demam, defisiensi imunologik, tx imunosupresif, alergi protein telur, hipersensitifitas dng kanamisin dan eritromisin, wanita hamil.<br />* Anak yang telah diberi transfusi darah atau imunoglobulin ditangguhkan minimal 3 bulan.<br />* Tuberkulin tes ditangguhkan minimal 2 bulan setelah imunisasi campak<br />IMUNISASI HIB<br />• Untuk mencegah infeksi SSP oleh karena Haemofilus influenza tipe B<br />• Diberikan MULAI umur 2-4 bulan, pada anak > 1 tahun diberikan 1 kali<br />• Vaksin dalam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit.<br />• Dosis 0,5 ml diberikan IM<br />• Disimpan pada suhu 2-8°C<br />• Di Asia belum diberikan secara rutin<br />• Imunisasi rutin diberikan di negara Eropa, Amerika, Australia.<br />IMUNISASI MMR<br />Merupakan vaksin hidup yang dilemahkan terdiri dari:<br />– Measles strain moraten (campak)<br />– Mumps strain Jeryl lynn (parotitis)<br />– Rubela strain RA (campak jerman)<br />• Diberikan pada umur 15 bulan. Ulangan umur 12 tahun<br />• Dosis 0,5 ml secara sub kutan, diberikan minimal 1 bulan setelah suntikan imunisasi lain.<br />Kontra indikasi: wanita hamil, imuno kompromise, kurang 2-3 bulan sebelumnya mendapat transfusi darah atau tx imunoglobulin, reaksi anafilaksis terhadap telur<br />IMUNISASI TYPHUS<br />Tersedia 2 jenis vaksin:<br />– suntikan (typhim) ® >2 tahun<br />– oral (vivotif) ® > 6 tahun, 3 dosis<br />• Typhim (Capsular Vi polysaccharide-Typherix) diberikan dengan dosis 0,5 ml secara IM. Ulangan dilakukan setiap 3 tahun.<br />• Disimpan pada suhu 2-8°C<br />• Tidak mencegah Salmonella paratyphi A atau B<br />• Imunitas terjadi dalam waktu 15 hari sampai 3 minggu setelah imunisasi<br />Reaksi pasca imunisasi: demam, nyeri ringan, kadang ruam kulit dan eritema, indurasi tempat suntikan, daire, muntah.<br />IMUNISASI VARICELLA<br />Vaksin varicella (vaRiLrix) berisi virus hidup strain OKA yang dilemahkan. Bisa diberikan pada umur 1 tahun, ulangan umur 12 tahun. Vaksin diberikan secara sub kutan Penyimpanan pada suhu 2-8°C<br />Kontraindikasi: demam atau infeksi akut, hipersensitifitas terhadap neomisin, kehamilan, tx imunosupresan, keganasan, HIV, TBC belum tx, kelainan darah.<br />Reaksi imunisasi sangat minimal, kadang terdapat demam dan erupsi papulo-vesikuler.<br />IMUNISASI HEPATITIS A<br />Imunisasi diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun. Imunisasi dasar 3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian. Dosis vaksin (Harvix-inactivated virus strain HM 175) 0,5 ml secara IM di daerah deltoid. Reaksi yag terjadi minimal kadang demam, lesu, lelah, mual-muntah dan hialng nafsu makan<br />VAKSIN COMBO<br />Gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda, misal DPT + hepatitis B +HiB atau Gabungan beberapa antigen dari galur multipel yg berasal dari organisme penyakit yang sama, misal: OPV<br />Tujuan pemberian<br />• Jumlah suntikan kurang<br />• Jumlah kunjungan kurang<br />• Lebih praktis, compliance dan cakupan naik<br />• Penambahan program imunisasi baru mudah<br />• Imunisasi terlambat mudah dikejar<br />• Biaya lebih murah<br />Daya proteksi<br />Titer antibodi salah satu antigen lebih rendah namun masih diatas ambang protektif. Efektivitasnya sama di berbagai jadwal imunisasi. Bisa terjadi kemampuan membuat antibodi utk mengikat antigen berkurang. Dapat terjadi respon imun antigen kedua berubah. Reaktogenitas yang ditentukan terutama oleh ajuvan tidak berbeda jauh. Nyeri berat lebih sering terjadi pada vaksin kombo (Bogaerts, Belgia). Cakupan imunisasi menjadi lebih tinggi. KIPI pada dosis vaksin ekstra tidak bertambah<br />COLD CHAIN (RANTAI DINGIN)<br />• Vaksin harus disimpan dalam keadaan dingin mulai dari pabrik sampai ke sasaran.<br />• Simpan vaksin di lemari es pada suhu yang tepat<br />• Pintu lemari es harus selalu tertutup dan terkkunsi<br />• Simpan termometer untuk memonitor lemari es.<br />• Taruh vaksin Polio, Campak, pada rak I dekat freezer.<br />• Untuk membawa vaksin ke Posyandu harus menggunakan vaccine carrier/ termos yang berisi es.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-43234354435448209752010-12-12T20:43:00.000-08:002010-12-12T20:44:51.425-08:00GAMBARAN SKALA NYERI PADA PASIEN POST OPERASIPENDAHULUAN<br />Setelah menjalani suatu bentuk operasi, seorang ahli anestesi masih mempunyai tanggung jawab terhadap perawatan pasien pada saat pemulihan yaitu dapat dilakukan dengan cara monitoring pasien atau dengan kata lain dilakukan observasi. Tujuan dari observasi ini adalah deteksi sedini mungkin dari penyimpangan-penyimpangan fisiologis sehingga dapat dilakukan tindakan pengobatan sedini mungkin sehingga morbiditas dan mortalitas dapat ditekan serendah mungkin.<br />Observasi utama dilakukan dengan mengukur nadi, tekanan darah dan frekuensi pernafasan secara teratur dan perhatikan bila ada keadaan abnormal dan perdarahan yang berlanjut. Jam pertama setelah anestesi merupakan saat yang paling berbahaya bagi pasien. Refleks perlindungan jalan nafas masih tertekan, walaupun pasien tampak sudah bangun, dan efek sisa obat yang diberikan dapat mendepresi pernafasan. Ini dapat menyebabkan kematian karena hipoksia. Selain itu juga perlu dibuat pencatatan teknik yang digunakan dan setiap komplikasi yang terjadi. Hal tersebut dapat berguna bagi pasien di masa mendatang.<br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br />NYERI PASCA BEDAH<br />Nyeri bukanlah akibat sisa pembedahan yang tak dapat dihindari tetapi ini merupakan komplikasi bermakna pada sebagian besar pasien. Definisi dari nyeri itu sendiri adalah pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan, yang berhubungan dengan jaringan yang rusak, cenderung rusak atau segala sesuatu yang menunjukkan kerusakan.<br />Penanggulangan nyeri pasca bedah yang efektif merupakan salah satu hal yang penting dan menjadi problema bagi ahli anestesi. Hal tersebut dikarenakan berbagai hal sebagai berikut:<br />• Nyeri pasca bedah sangat bersifat individual, tindakan yang sama pada pasien yang kurang lebih sama keadaan umumnya tidak selalu mengakibatkan nyeri pasca bedah yang sama. Pengalaman penderita terhadap derajat atau intensitas nyeri pasca bedah sangat bervariasi.<br />• Banyak penderita yang kurang mendapat terapi yang adekuat untuk mengatasi nyeri pasca bedah.<br />• Bebas nyeri dapat mengurangi komplikasi pasca bedah. Timbulnya nyeri, derajat maupun lamanya pengelaman nyeri dari penderita setelah operasi yang berlainan tidak dapat diketahui dengan pasti.<br />Dari penyelidikan-2 yang dilakukan ternyata timbulnya (incidence) intensitas, dan lamanya nyeri pasca bedah sangat bervariasi dari satu penderita ke penderita yang lain, dari rumah sakit yang berbeda apalagi dari negara yang berbeda. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kualitas, intensitas dan lamanya nyeri pasca bedah dapat disebutkan sebagai berikut :<br />• Lokasi operasi, jenis operasi dan lamanya operasi serta berapa besar kerusakan ringan akibat operasi tersebut.<br />• Persiapan operasi baik psychologik, fisik dan pharmakologik dari penderita oleh anggota / team pembedahan atau dengan kata lain disebut pelaksanaan perioperatif dan premedikasi.<br />• Adanya komplikasi yang erat hubungannya dengan pembedahan.<br />• Pengelolaaan anestasi baik sebelum, selama, sesudah pembedahan.<br />• Kwalitas dari perawatan pasca bedah.<br />• Suku, ras, warna kulit, karakter dan sosiokultural penderita<br />• Jenis kelamin, perempuan lebih cepat merasakan nyeri<br />• Umur, ambang rangsang orang tua lebih tinggi.<br />• Kepribadian, pasien neurotik lebih merasakan nyeri bila dibandingkan dengan pasien dengan kepribadian normal<br />• Pengalaman pembedahan sebelumnya, bila pembedahan di tempat yang sama rasa nyeri tidak sehebat nyeri pembedahan sebelumnya.<br />• Motivasi pasien, pembedahan paliatif tumor ganas lebih nyeri dari pembedahan tumor jinak walaupun luas yang diangkat sama besar.<br />• Fisiologik, psychologik dari penderita.<br />Dari segi pembedahan, lokasi nyeri pasca bedah yang paling sering terjadi dan sifat nyerinya paling hebat (severe) adalah sebagai berikut :<br />• Operasi daerah Thocaro – abdominal<br />• Operasi ginjal<br />• Operasi Columna vertebralis (spine)<br />• Operasi Sendi besar<br />• Operasi tulang panjang (large Bone) di extrimitas<br />Penderita setelah selesai mengalami bedah thorax, abdomen maupun operasi ginjal, bila penderita batuk, tarik nafas dalam atau gerakan tunuh yang berlebihan akan timbul nyeri yang hebat.<br />Macam luka pembedahan (incision) juga sangat berperan dalam timbulnya nyeri pasca bedah, pada luka operasi atau insisi subcostal (Choiecystectomy) kurang menimbulkan rasa nyeri pasca bedahnya dibandingkan luka operasi midline, pada insisi abdomen arah transversal akan terjadi kerusakan syaraf intercostalis minimal. Pada pembedahan yang letaknya di permukaan (superficial), daearah kepala, leher, extrimitas, dinding thorax dan dinding abdomen rasa nyerinya sangat bervariasi, :<br />• Nyeri hebat (severe) 5 – 15 %<br />• Nyeri yang sedang (moderate) 30 – 50 % dari penderita.<br />• Nyeri yang ringan atau tanpa nyeri : 50%, dimana penderita tidak memerlukan narkotik.<br />Terdapat pengecualian pada operasi tandur kulit (Skin graft) yang luas dan radical mastectomy, nyeri pasca bedahnya termasuk kategori nyeri yang hebat (severe).<br />Dari segi penderita, timbulnya dan beratnya rasa nyeri pasca bedah juga sangat dipengaruhi fisik, psikis atau emosi, karakter individu dan sosial kultural maupun pengalaman masa lalu terhadap rasa nyeri. Derajat kecemasan penderita pra bedah dan pasca bedah juga mempunyai peranan penting. Misalnya, takut mati, takut kehilangan kesadaran, takut akan terjadinya penyulit dari anestesi dan pembedahan, rasa takut akan rasa nyeri yang hebat setelah pembedahan selesai.<br />Penderita yang masuk rumah sakit (mrs) akan timbul reaksi cemas/strees. Dan keadaan ini membentuk pra kondisi nyeri pasca bedah. Keadaan tersebut digolongkan “hospital Stress”. Pada golongan penderita dengan Hospitel Strees tinggi cenderung mengalami nyeri lebih hebat daripada golongan Hospitel Strees rendah. Faktor -faktor Hospital Stress :<br />a. Rasa tidak bersahabat disekelilingnya.<br />b. Pemisahan dengan keluarga, orang tua, suami/istri.<br />c. Informasi yang kurang atau tidak jelas.<br />d. Pengalaman masa lalu tentang penanggulan nyeri yang tidak adekwat.<br />Faktor lain yang berperan dalam nyeri pasca bedah adalah pengelolaan baik sebelum, sedang dan sesudah pembedahan dan tehnik anestesi yang dilakukan pada penderita.<br />Pengelolaan profilaksis yaitu pengelolaan penderita pada persiapan pembedahan dan perawatan pasca bedah yang baik. Dari segi anestesi trauma pemasangan pipa endotracheal (intubasi), nyeri otot akibat pemberian succinyi cholin. Dari segi bedah, keterampilan dari ahli bedah, jenis pembedahan (Ekstenip) juga sangat berperan. Mekanisme terjadinya nyeri pasca bedah dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada dasarnya mirip dengan timbulnya luka atau suatu penyakit, yang mengakibatkan kerusakan jaringan lokal dengan disertai keluarnya bahan-bahan yang merangsang rasa nyeri (algogenik subtance) seperti; kalium dan ion Hydrogen, asam laktat, serotonin, bradylinin, prostaglandin. Inflamasi perifer menghasilkan prostaglandin dan berbagai sitokin yang menginduksi COX-2 setempat (local). Selanjutnya akan mensensitisasi nocicieptor perifer yang ditandai dengan timbulnya asa nyeri. Sebagian sitokin melalui aliran darah sampai ke sistem syaraf pusat meningkatkan kadar interleukin-1 yang pada gilirannya menginduksi COX-2 di dalam neuron otak.<br />Bagaimanapun, sekali enzim COX-2 dipicu berbagai aksi muncul di perifer dan susunan syaraf pusat. Perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin dengan bantuan enzim cyclooxygenase (COX) dapat dihambat dengan pemberian AINS (anti-inflamasi non-steroid) yang juga dikenal sebagai “COX-inhibitor”. Pembentukan prostaglandin dapat ditingkatkan oleh bradikinin dan interleukin-1. Di perifer, prostaglandin dapat merangsang reseptor EPI yang meningkatkan sensasi nyeri dan reseptor EP4 yang menurunkan sensasi nyeri. Namun prostaglandin yang dibentuk melalui aktivasi COX-2 berperan dalam percepatan transmisi nyeri di syaraf perifer dan di otak, terutama dalam peran sentralnya memodulasi nyeri hiperalgesia dan alodinia.<br />Oleh karena kejadian nyeri inflamasi bukan hanya berkaitan dengan peningkatan produki prostaglandin oleh aktivasi COX-2, AINS yang ideal hendaklah lebih nyata menghambat aktivitas COX-2 dan juga mampu menghambat aktivitas mediator-mediator inflamasi lainnya seperti bradikinin, histamin dan interleukin, serta mampu merembes ke cairan serebrospinal.<br />Timbulnya spasme pada otot-otot tubuh dengan akibat turunnya compliance atau kelenturan dinding Thorax. Keadaan tersebut merupakan lingkaran setan, (nyeri-spasme otot-nyeri). Stimulasi neuron syaraf sympatik mengakibatkan meningkatnya frekwensi jantung dan stroke volume, sehingga kerja jantung (heart work) dan komsumsi oksigen dari jantung bertambah.<br />Terjadi pengeluaran hormon-hormon katabalik, Cathecolamine, Cortisol, ACTH, ADH, Glocagon dan Aldosteron serta penurunan hormon anabolik Insulin dan Testosteron. Cortical merangsang nyeri yang diteruskan sampai ke cortex cerbri akan dikenal atau persepsi berupa rasa nyeri dan manifestasinya dapat berupa suatu reaksi kecemasan dan rasa takut.<br />Komplikasi akibat nyeri pasca bedah juga harus diperhatikan oleh ahli anestesi. Komplikasi tersebut bermacam-macam. Pasca bedah stroke-abdomen ataupun operasi ginjal akan terjadi gangguan radio ventilasi-perfusi di paru-2 (V/O ratio), apabila penderita pasca bedahnya disertai atau mengalami distensi dari abdomen atau dipasang bandage yang ketat (gurita) maka akan terjadi gangguan nafas yang berat.<br />Rasa nyeri yang bertambah hebat bila penderita batuk, tarik nafas dalam dan adanya bronchospasme berakibat penderita takut akan mengeluarkan dahak ataupun bernafas dalam, akibatnya akan terjadi penurunan kapasitas paru (VC), FRC, dan timbulnya Hypoksemia.<br />Penurunan VC ± 40% dari pra bedah, dimulai saat 1-4 jam pasca bedah yang dipertahankan s/d 12-24 jam, selanjutnya meningkat pelan-pelan mencapai 60-70% dari kondisi Pra bedah setelah hari ke-7, selanjutnya kembali ke normal setelah beberapa minggu. FRC menurun ± 70% dari pra bedah setelah 24 jam pasca bedah, dan tetap rendah dalam beberapa hari, lalu pelen-pelan kembali ke normal dalam waktu 10 hari.<br />Terjadinya pengeluaran hormon-hormon katabalik, Cathecolamine, Cortisol, ACTH, ADH, Glocagon dan Aldosteron serta penurunan hormon anabolik Insulin dan Testosteron juga merupakan komplikasi dari pasca bedah. Hal tersebut dapat menyebabkan kadar gula darah naik, tekanan darah naik, kebutuhan oksigen naik.<br />Tehnik anestesi baik general anestesi maupun regional anestesi, sangat berbeda dari segi pemberian obat-obatan analgetik pasca bedah pada general anestesi ± 5% pasien bedah tidak memerlukan analgesik. Kadang pada regional anestesi lebih disenangi pemakaian obat lokal anestesi yang kerjanya lama (long action ). Tehnik anestesi gabung general anestesi dan regional anestesi terbukti berhasil mengurangi kebutuhan akan narkotik pasca bedahnya.<br />Pengelolaan nyeri pasca bedah dapat dilakukan sebagai berikut :<br />1. Profilaktik<br />Incidance, derajat dan lamanya nyeri pasca bedah dapat dikurangi dengan persiapan operasi dengan baik, dan perawatan pasca bedah optimal.<br />2. Terapi Aktif<br />Penanggulangan nyeri pasca bedah dapat dikurangi partial atau total (tanpa nyeri) dengan cara-cara berbagai berikut :<br />a. Obat-2 sistemik analgesik dan ajuvant<br />b. Analgesik regional (Intra spinsi opiat)<br />c. Analgesik regional dengan obat lokal anestesi.<br />d. Analgesik dengan rangsangan litrik (transcutancus electrical nerve<br />stimulation = TENS), atau dengan electroacupuncture.<br />e. Analgesik psykologik dengan Hypnosis dan Sugesti.<br />Obat Analgesik Sistemik & Adjuvan<br />• Golongan opiat<br />Obat opiat setelah bergabung dengan reseptor dalam susunan saraf pusat dan bagian lain dari tubuh akan menimbulkan khasiat analgesik, kontraksi otot polos, depresi pernafasan dan lain-lain.<br />a. Opioid Intra Muskular<br />Cara ini adalah cara yang paling sering dipakai, walaupun sering berhasil mencapai efek anelgesia yang diinginkan karena pemberian intramuskular (im) absorpsinya tidak sempurna, terutama pada pasien dengan perfusi perifer yang buruk. Karena absorpsi melalui otot relatif lambat, meka harus diperhatikan kapan anelgesia dibutuhkan dan kapan pemberian ulangan harus di suntik<br />b. Opioid Intravena<br />Walaupun pemberiannya kurang menyenangkan bila dibandingkan dengan pemberian 1 M cara ini memiliki sejumlah keunggulan. Pada umumnya diberikan sejumlah dosis tertentu (infus dipercepat) untuk mendapatkan konsentrasi efektif analgesia, kemudian dilanjutkan dengan infus yang lambat dengan alat yang akurat seperti pompa infus<br />c. Pasien Mengontrol Pemberian Analgesia Opioid<br />Saat ini sudah dikembangkan cara/alat agar pasien dapat memberikan sendiri anelgesia opioid yang diinginkan melalui pompa infus yang sudah diatur terlebih dahulu dosisnya, yang aman untuk pasien.<br />d. Opioid Subligual<br />Cara ini makin populer penggunaannya, karena mudah dan menyenangkan. Obat yang paling sering dipakai adalah biprenorfin yang bersifat agonis antagonis sehingga efik samping depresi nafas sangat jarang dijumpai, keuntungan lain adalah masa kerja yang lama (lebih dari 8 jam).<br />e. Opioid Oral<br />Opioid oral dapat diberikan pada pasien yang dapat menelan. Morfin sulfat dapat memberikan analgesia yang adekuat selama 6-8 jam.<br />Obat opiat yang paling sering dan mudah diperoleh :<br />1. Morphine<br />Morphine merupakan obat narkotik analgesik yang sampai saat ini tetap dipakai sebagai standard dalam penanggulangan nyeri pasca bedah, karena alasan sebagai berikut :<br />1. <br />o Mudah didapat<br />o Murah<br />o Pemberiannya mudah dan efektif<br />Cara pemberian dapat :<br />• Intra muskuler, onset lama dicapai, mudah cara pemberiannya.<br />• Intra venous, cara ini mempunyai beberapa keuntungan a.l : onset obat cepat, hasilnya cepat terlihat dengan demikian efek emosi penderita akibat dapat dikurangi. Selain itu, kebutuhan individu akan obat mudah dikontrol dengan titrasi. Konsentrasi obat di darah cepat menurun, sehingga perlu pemantauan selama 15-20 menit setelah injeksi untuk menilai hilangnya rasa nyeri dan efek samping obat.<br />2. Pethidine<br />Untuk mendapatkan analgesik yang efektif, dan mengurangi efek samping dari cara pemberian iv, dosis obat diberikan dalam jumlah yang kecil dan diberikan pelan-pelan<br />Untuk Morphine : 2-3 minggu diencerkan dalam PZ.<br />Untuk Petidhine : 20-30 minggu diencerkan dalam PZ.<br />Cara memberikan dengan titrasi interfal 15-20 menit, sampai analgesik tercapai, interfal dapat ditingkatkan menjadi 45-60 menit sampai steady state.<br />• Infusi (continuous infusion)<br />• Perlu monitoring yang lebih ketat.<br />• Bahaya overdosis mudah terjadi.<br />• Morphin :<br />Kecepatan pemberian (rate) 0,1 mg/menit (6 mg/jam)<br />• Pethidine :<br />Rate 1,0 mg/menit (60 mg/jam). Terjadinya analgesi lebih cepat dicapai dan berlangsung dalam 15 – 20 jam. Pethidine mempunyai efek lokal anestesi, dengan akibat menghambat atau blok saraf simpatik, sensorik, motorik.<br />Patient Cotrolled Analgesik adalah salah satu cara penggunaan analgesik. Cara ini dimulai pada th 1970 an. Caranya dapat dilakukan oleh penderita dengan alat yang sudah di program sesuai kebutuhan penderita (on demand). Hasilnya sangat memuaskan ± 88% penderita bebas nyeri, dengan alat ini konsentrasi obat narkotik di plasma hampir mendekati minimal effective analgesic concentration (MEAC). Yang harus diperhatikan pada pemakaian narkotik adalah keadaan sebagai berikut:<br />1. Penderita sakit berat<br />2. Manula (Geriatric)<br />3. Status hidrasi penderita (Hypovolemik)<br />4. C.O.P.D (cronic obstructive pulmonary disease)<br />5. Trauma kepala<br />6. Advance liver disease<br />Selain pada golongan tersebut terdapat golongan Non Narkotik Analgesia yaitu : NSAIDS (Non steroidal anti inflammatory drugs). Cara kerja obat adalah menghambat bahan-bahan Algogenic. Yang termasuk golongan ini adalah :<br />Golongan Salisilat<br />• Acetyl salicylic acid (Aspirin)<br />Dosis obat 500-600 mg tiap 4 jam. Dosis maksimal 4000 mg sehari. Efek samping : perdarahan lambung, reaksi hipersentitif.<br />• Acetaminophen (Parasetamol)<br />Mempunyai khasiat analgesik dan antipiretik seperti asam asetil salisilat, tetapi tidak mempunyai efek antiinflamasi. Tidak mengadakan iritasi mukosa lambung. Dosis 500-1000 mg setiap 4 jam. Dosis max 4000 mg sehari.<br />Antiinflamasi nonsteroid Dibanding dengan asam salisilat khasiat analgesik bervariasi, ada yang sama dan ada yang lebih kuat. Obat golongan antiinflamasi non steroid memberikan efek samping pada darah, gastrointestinal, ginjal dan saraf pusat.<br />1. Proprionic acid derivat<br />• Ibuprofen : dosis 200-400 mg, setiap 4-6 jam per os. Dosis max 2400 mg sehari (Brufen)<br />• Ketiprofen (profenid): Dosis 25 – 50 mg, setiap 6 – 8 jam p.o dosis max 300 mg sehari<br />2. Benzothiazine deriv. : Piroxicain (feldene). Dosis 20 mg setiap 12-24 jam.<br />3. Pyrazole deciv.<br />o Phenylbutazone. Dosis 100-200 mg setiap 6 jam.<br />o Oxyphenbutazone (Tanderil). Dosis 100-200 mg setiap 6 jam.<br />4. Fenmates : Mefanamic acid (Ponstan). Dosis 500 mg setiap 6-8 jam<br />Epidural / Intrathecal Narkotik<br />Tehnik epidural & intrathecal narkotik mulai populer pada akhir-2 ini. Namun cara ini memerlukan keahlian khusus dan harus dipantau dengan ketat, serta dipersiapkan tenaga paramedik yang sudah terdidik, karena ada penyulit depresi nafas yang lambat. Pemakaian narkotik epidural lebih menguntungkan dibanding obat anestesi lokal, karena tidak mempengaruhi sistim somatomotor dan sympatik.<br />Intrathecal narkotik mengurangi refleks-refleks pascabedah, sehingga membantu hemodinamik penderita tetap stabil.<br />Dosis : 0,5 – 1 mg Marphine. Analgesi timbul 15 – 30 menit, dan berakhir 8 – 24 jam. Epidural narkotik. Dosis : 2 – 10 mg, Morphine, onset 5 – 10 menit, lamanya 6 – 24 jam.<br />Komplikasi :<br />• Pruritus 15 – 20 %<br />• Retensi urinae 15 – 20 %<br />• Nausea 15 – 25 %<br />• Depresi nafas (delayed)<br />• <br />Regional anestesi dengan lokal anastesi<br />Kerugian pemakaian obat lokal anestesi terutama adanya gangguan/ blok pada afferent dan efferent pada segmentasi maupun supra segmental. Keuntungannya menghilangkan nyerinya sangat efektif, dan spasmus otot tidak terjadi.<br />Intercostal block<br />Cara ini efektif untuk nyeri pasca bedah cholecystectomy, thoraco tomy, gatrectomy dan mastectomy. Keuntungannya tidak terjadi hypotensi.<br />TENS (Transcutancus Electrical nerve stimulation)<br />Dilaporkan bahwa cara ini dapat menghilangkan nyeri pasca bedah laporotomy, thoracotomy maupun laminec tomy. Namun beberapa penelitian mengungkapkan bahwa tens tidak memperbaiki faal paru pasca bedah. Akan tetapi Tens dapat dipakai sebagai cara alternatip untuk mengurangi kebutuhan narkotik.<br />Hipnosis dan sugesti. Dalam upaya menghilangkan rasa nyeri, rasa takut perlu perlu dihilangkan untuk menciptakan kondisi yang optimal bagi pelaksanaan pembedahan. Oleh karena hal tersebut maka hypnosis dan sugesti dapat membantu menghilangkan komplikasi nyeri pasca bedah.<br />Pedoman Pemberian analgetik pasca bedah<br />• Awal, diberikan obat dengan potensi dan dosis yang sangat kuat (2 hari)<br />• Selanjutnya diturunkan potensi dan dosisnya<br />• By the clock<br />• Multimodal – multifocal : lewat berbagai jalan masuk.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-62356864746118907372010-12-08T19:24:00.001-08:002010-12-08T19:24:47.067-08:00DIIT PASIEN HIPERTENSIDalam gaya hidup sehat yang utama adalah makanan yang kita konsumsi. Terdapat beberapa kriterian makanan, yaitu makanan yang harus ydihindari dan makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi. Bagi penderita hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa makanan berikut:<br />• Buah-buahan<br />Jenis makanan ini sangat baik untuk melawan penyakit hipertensi. Dengan mengonsumsi buah dan sayur segar secara teratur dapat menurunkan risiko kematian akibat hipertensi, stroke dan penyakit jantung koroner, menurunkan tekanan darah, dan mencegah kanker. Buah dan sayur mengandung zat kimia tanaman (phytochemical) yang penting, seperti flavonoids, sterol, dan phenol. Flavonoids, yang terdapat dalam anggur merah dan apel dapat mengurangi bahaya kolesterol dan mencegah penggumpalan darah. Buah jenis berry bersifat antioksidan; buah yang berwarna gelap juga banyak mengandung serat (Marzukli, 2004)<br />Selain itu buah yang sering dikonsumsi utnuk mengatasi hipetrsi adalah buah pisang. Secara umum kandungan gizi yang terkandung dalam setiap buah pisang matang adalah sebagai berikut: kalori 99 kalori, protein 1,2 gram, lemak 0,2 gram, karbohidrat 25,8 mg, serat 1,7 gram, kalsium 8 gram, fosfor 28 mg, besi 0,5 mg serta vitamin A 44 RE, Vitamin B 0,08 mg, vitamin C 3 mg dan air 72 gram. Kandungan buah pisang di atas dianggap cukup baik untuk mengatasi hipertensi.bahkan lembaga food and Drug Administrition Amerika memperbolehkan pengusaha pisang untuk membuat kalim bahwa pisang dapat menurangi resiko tekanan darah dan stroke (Didinkaem, 2007)<br />• Sayur<br />Sebagaimana buah-buahan, sayur juga banyak mengandung vitamin dan phytochemical serta serat. Sayur yang dapat digunakan untuk pencegahan hipertensi ini seperti seledri, bawang dan sayur hijau lainnya. Bawang putih misalnya mampu menurunkan tekanan darah tinggi serta menurunkan kolesterol, berkat adanya senyawa yang disebut ajone, yaitu senyawa yang selain penurun hipertensi juga sebagai pemcegah pengumpalan darah.<br />• Serat<br />Makanan yang banyak mengandung serat sangat penting untuk keseimbangan kolesterol. Serat terdapat dalam tumbuhan, terutama pada sayur, buah, padi-padian, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Selain dapat menurunkan kadar kolesterol karena dapat mengangkut asam empedu, serat juga dapat mengatur kadar gula darah dan menurunkan tekanan darah (Marzukli, 2004).<br />• Karbohidrat jenis kompleks<br />Karbohidrat jenis kompleks seperti nasi, pasta, kentang, roti lebih aman bagi penderita hipertensi daripada karbohidrat sederhana seperti gula, manisan atau soda. Hal ini dikarenakan gula sederhana lebih mudah meningkatkan kadar gula darah dan ini berimplikasi kepada terjadinya hipertensi (Marzukli, 2004).<br />• Vitamin dan mineral<br />Vitamin dan mineral juga sangat penting untuk menyeimbangkan proses-proses fisiologi di dalam tubuh kita, termasuk juga untuk menyeimbangkan tekanan darah.<br />• Teh<br />Teh telah cukup terkenal sebagai antioksidan yang efektif, selain itu teh juga dapat mengurangi resiko hipertensi ataupun stroke. Pengkonsumsian teh secara teratur dan seimbang dapat menjaga pola hidup sehat.<br />Selain makanan-makanan yang dianjurkan, dalam usaha menerapkan pola hidup sehat, juga ada beberapa makana yang harus dihindari atau dibatasi, antara lain:<br />• Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru-paru, minyak kelapa, gajih, dll)<br />• Makanan yang diolah menggunakan garam natrium, misalnya biscuit, cracer, keripik dan makanan kering yang asin.<br />• Makanan atau minuman kaleng, contohnya adalah sarden, sosi, korned, soft drink dll. Hal ini dikarenakan makanan-makanan tersebut5 umumnya mengandung pengawet yang tidak baik bagi kesehatan.<br />• Makanan yang diawetka (dendeng, asinan, ikan asin, telur asin, selai kacang, pindang dll)<br />• Susu full cream, mentega, margarin, keju mayonise, serta sumber protein hewani yang mengandung banyak kpolesterol, seperti daging merah (baik sapi apalagi kambing), kuning telur, dan kulit ayam.<br />• Penyedap makanan.<br />• Alkohol serta makanan yang mengandung alkohol<br />Untuk pengaturan pola makanan sehari-hari bagi penderita hipertensi yaitu dengan selalu menggunakan garam beryodium dan penggunaan garam jangan sampai lebih dari 1 sendok per hari. Meningkatkan pasokan kalium 94,5 gram atau 120-175 mEq/hari) dapat memberikan efek penurunan tekanan darah yang ringan. Selain itu, pemberian kalium juga membantu untuk mengganti kehilangan kalium. Kecukupan kalsium juga harus dipantau untuik mencegah atau mengobati hipertensi: 2-3 gelas susu skim atau 40 mg/hari, 115 gram keju rendah natrium dapat memenuhi kebutuhan kalsium (Anie kurniawan, 2002)<br />Untuk diet bagi penderita hipertensi dapat dilakukan dengan memperbaiki rasa tawar dengan menambah gula merah/putih, bawang, jahe, kencur serta bumbu-bumbu lain yang tidak asin atau mengandung banyak garam natrium. Untuk memeperbaiki ras, makanan juga dapat ditumis. Untuk mengurangi penggunaan garam yang berlebih, dapat diatasi dengan membubuhkan garan di meja makan.<br />Bagaimana Cara Mencegah Hipertensi?<br />1. Pembatasan asupan garam :<br />•Diet rendah lemak dan kolesterol<br />•Diet tinggi serat: menurunkan berat badan dan membantu memperlancar metabolisme tubuh.<br />2. Aktifitas fisik yang cukup :tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat.<br />3. Penurunan BB<br />4. Pembatasan asupan alkohol dan rokok : karena dalam rokok terdapat nikotin yang melepasankan katekolamin<br />5. Manajemen Stress<br />Gizi Seimbang Penderita Hipertensi<br />Prinsip diet pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut :<br />Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang.<br />1. Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi<br />penderita..<br />2. Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar diet konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ – ½ sendok teh/hari.<br />Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi.<br />Makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:<br />1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih).<br />2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit, craker, keripik dan makanan kering yang asin).<br />3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta buahbuahan dalam kaleng, soft drink).<br />4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).<br />5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).<br />6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.<br />7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.<br />semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat….<br />http://kholilahpunya.wordpress.com/2009/04/15/apa-itu-hipertensi/<br /><br /><br />Agar Anda terhindar dari gangguan tekanan darah ini, konsumsilah sejumlah makanan berikut secara teratur:<br /><br />1. Bayam<br />Bayam merupakan sumber magnesium yang sangat baik. Tidak hanya melindungi Anda dari penyakit jantung, tetapi juga dapat mengurangi tekanan darah. Selain itu, kandungan folat dalam bayam dapat melindungi tubuh dari homosistein yang membuat bahan kimia berbahaya. Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat tinggi asam amino (homosistein) dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke.<br /><br />2. Biji bunga matahari<br />Mungkin Anda lebih mengenalnya dengan sebutan kuaci. Kandungan magnesiumnya sangat tinggi dan biji bunga matahari mengandung pitosterol, yang dapat mengurangi kadar kolesterol dalam tubuh. Kolesterol tinggi merupakan pemicu tekanan darah tinggi, karena dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Tapi, pastikan Anda mengonsumsi kuaci segar yang tidak diberi garam.<br /><br />3. Kacang-kacangan<br />Kacang-kacangan, seperti kacang tanah, almond, kacang merah mengandung magnesium dan potasium. Potasium dikenal cukup efektif menurunkan tekanan darah tinggi. <br /><br />4. Pisang<br />Buah ini tidak hanya menawarkan rasa lezat tetapi juga membuat tekanan darah lebih sehat. Pisang mengandung kalium dan serat tinggi yang bermanfaat mencegah penyakit jantung. Penelitian juga menunjukkan bahwa satu pisang sehari cukup untuk membantu mencegah tekanan darah tinggi.<br /><br />5. Kedelai<br />Banyak sekali keuntungan mengonsumsi kacang kedelai bagi kesehatan Anda. Salah satunya adalah menurunkan kolesterol jahat dan tekanan darah tinggi. Kandungan isoflavonnya memang sangat bermanfaat bagi kesehatan.<br /><br />6. Kentang<br />Nutrisi dari kentang sering hilang karena cara memasaknya yang tidak sehat. Padahal kandungan mineral, serat dan potasium pada kentang sangat tinggi yang sangat baik untuk menstabilkan tekanan darah.<br /><br />7. Cokelat pekat (dark chocolate)<br />Pecinta cokelat pasti akan senang, karena kandungan flavonoid dalam cokelat dapat membantu menurunkan tekanan darah dengan merangsang produksi nitrat oksida. Nitrat oksida membuat sinyal otot-otot sekitar pembuluh darah untuk lebih relaks, dan menyebabkan aliran darah meningkat.<br /><br />8. Avokad<br />Asam oleat dalam avokad, dapat membantu mengurangi kolesterol. Selain itu, kandungan kalium dan asam folat, sangat penting untuk kesehatan jantung. <br /><br />Selain itu, bagi Anda yang memiliki kecenderungan darah tinggi, banyak cara yang bisa dilakukan untuk menstabilkan tekanan darah. Selain mengonsumsi obat pengontrol tekanan darah, ada cara lain yang lebih alami.<br /><br />- Berjalan kaki<br />Pasien hipertensi dianjurkan untuk berjalan kaki setiap hari minimal 30 menit. Akan lebih baik jika saat berjalan juga membawa sedikit beban seperti dumbell. Berjalan kaki dan olahraga membantu jantung menggunakan oksigen secara efisien, sehingga tidak bekerja keras untuk memompa darah.<br /><br />- Tarik nafas perlahan<br />Usahakan untuk nafas secara perlahan, tidak tersengal-sengal dan lebih teratur. Anda bisa berlatih yoga, atau tai chi agar nafas lebih teratur. Saat pagi dan sore hari, selama lima menit tarik nafas secara dalam dan buang secara perlahan. Hal tersebut bisa menurunkan renin, yaitu enzim pada ginjal yang bisa meningkatkan tekanan darah.<br /><br />- Konsumsi makanan kaya potasium<br />Menurut Linda Van Horn, PhD, profesor dari Northwestern University Feinberg School of Medical, Amerika Serikat, mengonsumsi makanan yang banyak mengandung potasium tinggi dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Usahakan untuk mengonsumsi potasium 2000 hingga 4000 mg per hari. Makanan yang mengandung potasium tinggi antara lain kentang, tomat, pisang, kacang polong dan jeruk. <br /><br />- Batasi konsumsi sodium<br />Beberapa orang sangat sensitif ketika mengonsumsi garam atau sodium. Konsumsi garam yang berlebihan bisa memicu darah tinggi. Konsumsi garam atau sodium per hari sebaiknya tidak lebih dari 1.500 mg (takaran setengah sendok teh mengandung 1200 mg garam). Jadi kurangi konsumsi garam, agar tekanan darah tetap stabil<br /><br />- Konsumsi cokelat hitam<br />Cokelat hitam atau dark chocolate mengandung flavanol yang bisa membuat pembuluh darah menjadi lebih elastis. Sebuah penelitian menunjukkan pasien yang mengonsumsi coklat hitam 0,5 ons setiap hari, tekanan darahnya menurun cukup signifikan.<br /><br /><br /><br /><br />V. PENATALAKSANAAN DIET BAGI PENDERITA HIPERTENSI<br />Pada penderita hipertensi dimana tekanan darah tinggi > 160 /gram mmHg, selain pemberian obat-obatan anti hipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup.<br />Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah menuju normal. Disamping itu, diet juga ditujukan untuk menurunkan faktor risiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam darah. Harus diperhatikan pula penyakit degeneratif lain yang menyertai darah tinggi seperti jantung, ginjal dan diabetes mellitus.<br />Prinsip diet pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut :<br />•Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang.<br />• komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita.Jenis dan<br />• dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar diet.Jumlah garam<br />Yang dimaksud dengan garam disini adalah garam natrium yang terdapat dalam hampir semua bahan makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan.<br />Salah satu sumber utama garam natrium adalah garam dapur. Oleh karena itu,dianjurkan konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh/hari atau dapat menggunakan garam lain diluar natrium.<br /><br />A. MENGATUR MENU MAKANAN<br />Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk menghindari dan membatasi makanan yang dpat meningkatkan kadar kolesterol darah serta meningkatkan tekanan darah, sehingga penderita tidak mengalami stroke atau infark jantung.<br />Makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:<br />1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa,gajih).<br />2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit, craker,keripik dan makanan kering yang asin).<br />3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta buahbuahan<br />dalam kaleng, soft drink).<br />4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).<br />5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur,kulit ayam).<br />6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.<br />7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.<br /><br />STOP : KONSUMSI DAGING KAMBING DAN DURIAN<br /><br />Cara mengatur diet untuk penderita hipertensi adalah dengan memperbaiki rasa tawar dengan menambah gula merah/putih, bawang (merah/putih), jahe, kencur dan bumbu lain yang tidak asin atau mengandung sedikit garam natrium. Makanan dapat ditumis untuk memperbaiki rasa. Membubuhkan garam saat diatas meja makan dapat dilakukan untuk menghindari penggunaan garam yang berlebih.<br />Dianjurkan untuk selalu menggunakan garam beryodium dan penggunaan garam jangan lebih dari 1 sendok teh per hari.<br />Meningkatkan pemasukan kalium (4,5 gram atau 120 – 175 mEq/hari) dapat memberikan efek penurunan tekanan darah yang ringan. Selain itu, pemberian kalium juga membantu untuk mengganti kehilangan kalium akibat dan rendah natrium. Pada umumnya dapat dipakai ukuran sedang (50 gram) dari apel (159 mgkalium), jeruk (250 mg kalium), tomat (366 mg kalium), pisang (451 mg kalium)kentang panggang (503 mg kalium) dan susu skim 1 gelas (406 mg kalium).<br />Kecukupan kalsium penting untuk mencegah dan mengobati hipertensi: 2-3 gelas susu skim atau 40 mg/hari, 115 gram keju rendah natrium dapat memenuhikebutuhan kalsium 250 mg/hari. Sedangkan kebutuhan kalsium perhari rata-rata 808<br />mg.<br />Pada ibu hamil makanan cukup akan protein, kalori, kalsium dan natrium yang<br />dihubungkan dengan rendahnya kejadian hipertensi karena kehamilan. Namun pada ibu hamil yang hipertensi apalagi yang disertai dengan bengkak dan protein urin (preeklampsia), selain obat-obatan dianjurkan untuk mengurangi konsumsi garam dapur serta meningkatkan makanan sumber Mg (sayur dan buah-buahan).<br />Contoh menu pada seorang penderita hipertensi laki-laki umur 55 tahun, TB = 175<br />cm, BB = 80 kg, Tekanan darah = 160/100 mHg dengan aktivitas ringan.<br />IMT = -------------- = 26,13 (gemuk)<br />1,75 x 1,75<br />BB ideal = (175-100) – 10% (175-100) = 67,5 kg<br />Penurunan BB menjadi 75 kg masih dalam batas > 10%.<br />Jadi kebutuhan energi dari laki-laki tersebut diatas adalah :<br />BMR = (11,6 x 75) + 879 = 870+ 879 = 1749<br />AKG = 1,56 x 1749 = 2728 Kkal.<br />Karena kegemukan, sehingga total kalori diturunkan menjadi 2500 Kkal.<br />Kebutuhan karbohidrat : 65% x 2500 = 1625 kkal = 406,25 gram (60-65%)<br />Kebutuhan protein : 20% x 2500 = 500 kkal = 100 gram (15-25%)<br />Kebutuhan lemak : 15% x 2500 = 375 kkal = 41,66 gram (10-15%)<br />Pembagian Makanan Sehari<br />BAHAN MAKANAN Berat(gram) URT<br />Pagi : Nasi <br />Telor ayam/susu skim<br />Tempe/tahu<br />Sayuran<br />Jam 10.00 :<br />Buah<br />Siang : Nasi<br />Daging/ayam<br />Tempe/tahu<br />Sayuran<br />Buah<br />Minyak utk menggoreng<br />Jam 16.00 :<br />Buah<br />Malam :<br />Nasi<br />Ikan<br />Tempe/tahu<br />Sayuran<br />Buah<br />Minyak untuk menumis<br />Catatan :konsumsi garam dapur tidak<br />lebih dari ¼ - ½ sendok teh/harimeti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-51296407645996752602010-12-08T19:23:00.001-08:002010-12-08T19:23:26.415-08:00PEMANFAATAN ASIBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang Penelitian <br /><br />Negara Republik Indonesia adalah negara yang memiliki tujuan nasional dan cita-cita luhur yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu dipersiapkan secara dini sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas (Muchtadi, 2002).<br /><br />Pemberian ASI dari awal kelahiran sampai 4-6 bulan akan menjadikan sendi-sendi kehidupan yang terbaik baginya kelak. ASI juga menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dalam cara yang paling sehat. Karena ASI adalah makanan terbaik diawal kehidupan bayi (Soetjiningsih, 1997).<br /><br />Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat bila gizi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini sesuai dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan. Melalui ASI eksklusif akan lahir generasi baru yang sehat secara mental emosional dan sosial (Soetjiningsih, 1997).<br /><br />Namun, menurut para ahli saat ini banyak ibu-ibu baru yang memberikan bayi mareka PASI, tetapi mereka menghentikannya lebih awal. Hal tersebut terjadi karena banyak sekali hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian PASI.<br /><br />Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Ironinya, pengetahuan lama yang mendasar seperti pemberian ASI justru kadang terlupakan. Padahal kehilangan pengetahuan dalam pemberian ASI merupakan kehilangan yang besar, karena pemberian ASI adalah suatu pengetahuan yang berjuta-juta tahun mempunyai peran penting dalam mempertahankan kehidupan manusia. Pengaruh kemajuan tehnologi dan perubahan sosial budaya juga mengakibatkan ibu-ibu diperkotaan umumnya bekerja diluar rumah dan makin meningkat. Ibu-ibu golongan ini menganggap lebih praktis membeli dan memberikan susu botol daripada menyusui, semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja wanita diberbagai sektor, sehingga semakin banyak ibu harus meninggalkan bayinya sebelum berusia 4 bulan, setelah habis cuti bersalin. Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi kelangsungan pemberian ASI eksklusif dan adanya mitos-mitos yang menyesatkan juga sering menghambat dalam pemberian ASI (Ebrahim, 1986).<br /><br />Tingkat pengetahuan ibu yang kurang tentang pemberian PASI mengakibatkan kita lebih sering melihat bayi diberi susu botol dari pada disusui ibunya, bahkan kita juga sering melihat bayi yang baru berusia 1 bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai tambahan ASI. Pemberian susu formula, makanan padat / tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu. Pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian susu formula, makanan padat / tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak positif untuk perkembangan pertumbuhannya (I Gde Manuaba, 1998).<br /><br />Program peningkatan penggunaan ASI http://stasiunbidan.blogspot.com/2009/04/kti-hubungan-tingkat-pengetahuan-ibu.html (PP-ASI) khususnya ASI eksklusif merupakan program prioritas, karena dampaknya luas terhadap status gizi dan kesehatan balita. Program prioritas ini berkaitan dengan kesepakatan global antara lain, deklarasi Incocenty (Italia) pada tahun 1990 tentang perlindungan, promosi dan dukungan terhadap penggunaan ASI, disepakati pula untuk pencapaian pemberian ASI eksklusif sebesar 80% pada tahun 2000 <br /><br />Pemberian ASI saja (ASI eksklusif) dianjurkan sampai bayi berumur 6 bulan kenyataannya di Indonesia hampir semua bayi mendapatkan ASI, namun hanya sekitar 52% ibu memberikan ASI eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Propinsi Lampung adalah 34,53% dari 57,208 (Laporan Tahunan Promkes tahun 2005). Cakupan pemberian ASI eksklusif di Lampung Timur adalah 13,49% dari 2,950 (Laporan tahunan Dinkes Lampung Timur 2004-2005. Di Puskesmas Pembantu Batanghari hanya 20% dari 100 bayi yang diberikan PASI (Laporan Puskesmas Pembantu 2006) http://stasiunbidan.blogspot.com/2009/04/kti-hubungan-tingkat-pengetahuan-ibu.html.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-10649567567215605782010-12-08T19:21:00.000-08:002010-12-08T19:22:06.616-08:00Pengobatan Stroke dan Perawatan PASCA Stroke<br /><br />Stroke adalah penyakit otak yang paling destruktif dengan konsekuensi berat. Stroke tidak hanya akan menimbulkan kecacatan yang dapat membebani seumur hidup tapi juga ancaman kematian bagi pasien.<br /><br />Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah.<br /><br />Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika obat stroke yang berfungsi menghancurkan bekuan darah disuntikkan kurang dari tiga jam sejak serangan (periode emas).<br /><br />Obat yang diberikan biasanya diberikan berdasarkan penyebab stroke, dan akibat yang ditimbulkan oleh stroke tersebut, seperti obat depresi (untuk mengatasi gangguan psikis), dan memerlukan respirator (alat bantu nafas).<br /><br />Salah satu penyebab stroke adalah kolesterol yang meningkatkan risiko penyumbatan pembuluh darah akibat bekuan darah, sehingga obat stroke yang biasa diberikan obat pengencer darah dan obat penurun kadar kolesterol.<br /><br />Antikoagulan (anti penggumpalan) tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.<br /><br />Perawatan Paska Stroke<br /><br />Sekali terkena serangan stroke tidak membuat Anda terbebas dari stroke. Di samping dampak menimbulkan kecacatan, masih ada kemungkinan dapat terserang kembali di kemudian hari.<br /><br />Pasca stroke biasanya penderita memerlukan rehabilitasi serta terapi psikis seperti terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, dan penyediaan alat bantu di unit orthotik prostetik. Juga penanganan psikologis pasien, seperti berbagi rasa, terapi wisata, dan sebagainya.<br /><br />Selain itu, juga dilakukan community based rehabilitation (rehabilitasi bersumberdaya masyarakat) dengan melakukan penyuluhan dan pelatihan masyarakat di lingkungan pasien agar mampu menolong, setidaknya bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini akan meningkatkan pemulihan dan integrasi dengan masyarakat.<br /><br />Bahaya yang menghantui penderita stroke adalah serangan stroke berulang yang dapat fatal atau kualitas hidup yang lebih buruk dari serangan pertama.<br /><br />Bahkan ada pasien yang mengalami serangan stroke sebanyak 6-7 kali. Hal ini disebabkan pasien tersebut tidak mengendalikan faktor risiko stroke.<br /><br />Bagi mereka yang sudah pernah terkena serangan stroke, Gaya hidup sehat haruslah jadi pilihan agar tidak kembali diserang stroke, seperti: berhenti merokok, diet rendah lemak atau kolesterol dan tinggi serat, berolahraga teratur 3 X seminggu (30-45 menit), makan secukupnya, dengan memenuhi kebutuhan gizi seimbang, menjaga berat badan jangan sampai kelebihan berat badan, berhenti minum alkohol dan atasi stres.<br /><br />MANFAAT Ganggang Laut Cokelat untuk MENCEGAH stroke dan Pasca Stroke<br /><br />Gaya hidup sehat salah satunya dengan mengkonsumsi bahan-bahan alami yang tersedia di laut seperti ganggang laut cokelat (brown seaweed) / Rambut Malaikat (mozu) atau nano. Tumbuhan laut yang memiliki nama latin Laminaria Japonica hidup di daerah terumbu karang yang jenih dan bersih di Negara Tonga, Pasifik Selatan.<br /><br />ganggang_laut_cokelat_brown_seaweed<br /><br />Bertahun-tahun para ahli pengobatan Tonga telah menggunakan ekstrak Ganggang laut cokelat (brown seaweed) untuk mencegah penyakit, memperpanjang usia dan meningkatkan kesehatan secara signifikan.<br /><br />Ganggang laut cokelat (brown seaweed) banyak mengandung vitamin dan mineral yang seimbang dan bermanfaaat seperti: kalsium, magnesium, iron, copper, mangan, zin, boron dan iodine, selain itu mengandung serat, asam amino, dan B-komplex.<br /><br />Ganggang Laut Cokelat (brown seaweed) juga mengandung beberapa zat aktif, yang dapat mengurangi risiko terkena stroke akibat penyumbatan pembuluh darah, seperti:<br />* Alginate, yakni serat tak larut yang berperan mengurangi kadar lemak, trigliserida serta kolesterol dalam darah, sehingga terkontrol.<br />* Laminarin sebagai zat anti penggumpalan darah yang membantu mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke.<br />* Iodium organik membantu mengoptimalkan fungsi tiroid untuk metabolisme tubuh lebih baik<br />* Mineral koloidal yang mudah diserap oleh tubuh.<br />* Kandungan lain yang berguna bagi pasien pasca stroke adalah fucoidan, yaitu suatu polisakarida kompleks yang membantu memperbaiki daya ingat dan sistem motorik pasca stroke serta meregenerasi sel-sel baru untuk kesehatan menyeluruh.<br /><br />Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan pada pasien pasca stroke yang dilakukan Universias Manitoba, Winnipeg, Kanada. Hasilnya menunjukkan bahwa fucoidan dalam brown seaweed mempercepat pemulihan fungsi motorik pada minggu pertama serta memperbaiki memori.<br /><br />Penelitian Manfaat Ganggang Laut Cokelat lainnya:<br />- Fucoidan dalam ganggang cokelat mampu menghambat pembentukan bekuan darah sehingga menurunkan resiko terserang penyakit jantung dan stroke (Malmo University Hospital, Swedia)<br />- Fucoidan dalam ganggang cokelat mempercepat fungsi motorik pada minggu pertama dan perbaikan memori (University of Manitoba, Winnipeg-Canada)<br />- Ganggang cokelat mengubah aktifitas enzim di liver yg mengontrol metabolisme asam lemak, sehingga menurunkan kadar lemak dalam darah. Selain itu, dapat juga meningkatkan pembakaran lemak di liver (Laboratory of Lipid Chemistry, Yokohama- Jepang)<br />- Ganggang Laut cokelat (brown seaweed) membantu menurunkan kadar kolesterol sebanyak 26,5% dan trigliserida sebanyak 36,1% (Cardiovascular Center di RS Sakhalin, Rusia)meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-54443495318964474032010-12-08T19:20:00.001-08:002010-12-08T19:20:50.710-08:00ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN KASUS WAHAM1. Pengertian<br />Menurut Gail W. Stuart, Waham adalah keyakinan yang salah dan kuat dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realitas sosial.<br />Waham adalah Keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak sesuai dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaan.<br />1. Penyebab<br />1. Faktor predisposisi<br />• Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif. <br />• Neurobiologis; Adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks limbic<br />• Neurotransmitter ; abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.<br />• Virus paparan virus influensa pada trimester III<br />• Psikologis; ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.<br />1. Faktor Presipitasi<br />• Proses pengolahan informasi yang berlebihan<br />• Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.<br />• Adanya gejala pemicu<br />1. Mekanisme Koping<br />Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif meliputi :<br />• Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas<br />• Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi<br />• Menarik diri<br />• Pada keluarga ; mengingkari<br />1. Prilaku<br />• Waham agama : keyakinan seseorang bahwa ia dipilih oleh Yang Maha Kuasa atau menjadi utusan Yang Maha Kuasa.<br />• Waham somatik : keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya sakit atau terganggu.<br />• Waham kebesaran : keyakinan seseorang bahwa ia memiliki kekuatan yang istimewa.<br />• Waham paranoid : kecurigaan seseorang yang berlebihan atau tidak rasional dan tidak mempercayai orang lain, ditandai dengan waham yang sistematis bahwa orang lain “ingin menangkap “ atau memata-matainya.<br />• Siar pikir ; waham tentang pikiran yang disiarkan ke dunia luar.<br />• Sisip pikir ; waham tentang pikiran yang ditempatkan ke dalam benak orang lain atau pengaruh luar.<br />1. Rentang respon perilaku adaptif-maladaptif<br />Respon adaptif - respon maladaptif<br />1. Tanda dan gejala<br />Pasien ini tidak memperlihatkan gangguan pikiran dan mood yang perpasif yang ditemukan pada kondisi psikotik lain, tidak ada afek datar atau afek tidak serasi, halusinasi yang menonjol, atau waham aneh yang nyata pasien memilki satu atau beberapa waham, sering berupa waham kejar, dan ketidaksetiaan dan dapat juga berbentuk waham kebesaran, somatik, atau eretomania yang :<br />• Biasanya spesial (misal, melibatkan orang, kelompok, tempat, atau waktu tertentu, atau aktivitas tertentu). <br />• Biasanya terorganisasi dengan baik(misal, “orang jahat ini” mengumpulkan alasan-alasan tentang sesuatu yang sedang dikerjakannya yang dapat dijelaskan secara rinci).<br />• Biasanya waham kebesaran (misalnya, sekelompok yang berkuasa tertarik hanya kepadanya).<br />• Wahamnya tidak cukup aneh untuk mengesankan skizofrenia.<br />Pasien-pasien ini (cenderung berusia 40-an) mungkin tidak dapat dikenali sampai sistem waham mereka dikenali oleh keluarga dan teman-temannya. Ia cenderung mengalami isolasi sosial baik karena keinginan mereka sendirian atau akibat ketidakramahan mereka (misalnya, pasangan mengabaikan mereka). Apabila terdapat disfungsi pekerjaan dan sosial, biasanya hal ini merupakan respon langsung terhadap waham mereka. <br />Kondisi ini sering tampak membentuk kesinambungan klinis dengan kondisi seperti kepribadian paranoid, skizofrenia paranoid, penggambaran mengenai bats-batas setiap sindrom menunggu penelitian lebih lanjut. Singkirkan gangguan afektif, ide-ide paranoid dan cemburu sering terdapat pada depresi, paranoid sering terdapat pada orang tua dan pada orang yang menyalahgunakan zat stimulan, reaksi paranoid akut sering ditemui pada pasien dengan delirium ringan dan pasien yang harus berada di temapat tidur karena sakit.<br />1. Penanganan<br />• Pasien hiperaktif / agitasi anti psikotik low potensial<br />• penarikan diri high potensial<br />• ECT tipe katatonik<br />• Psikoterapi<br />Perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, terapi supportif<br />1. Asuhan Keperawatan<br />1. Pengkajian<br />• Aktivitas dan istirahat<br />Gangguan tidur, bangun lebih awal, insomnia, dan hiperaktivitas.<br />• Higiene<br />Kebersihan personal kurang, terlihat kusut/ tidak terpelihara.<br />• Integritas ego<br />Dapat timbul dengan ansietas berat, ketidakmampuan untuk rileks, kesulitan yang dibesar-besarkan, mudah agitasi.<br />Mengekspresikan persaaan tidak adekuat, perasaan tidak berharga, kurang diterima, dan kurang percaya pada orang lain. Menunjukkan kesulitan koping terhadap stres, menggunakan mekanisme koping yang tidak sesuai.<br />• Neurosensori<br />Mengalami emosi dan prilaku kongruen dengan sistem keyakinan/ketakutan bahwa diri ataupun orang terdekat berada dalam bahaya karena diracuni atau diinfeksi, mempunyai penyakit, merasa tertipu oleh pasangan individu, dicurangi oleh orang lain, dicintai atau mencintai dari jarak jauh.<br />• Keamanan<br />Dapat menimbulkan prilaku berbahaya/menyerang<br />• Interaksi sosial<br />Kerusakan bermakna dalam fungsi sosial/perkawinan<br />Umumnya bermasalah dengan hukum.<br />POHON MASALAH<br />Efek Gangguan Komunikasi verbal<br />Core Problem Perubahan proses pikir / waham <br />Etiologi Gangguan konsep diri<br />Masalah utama : pasien mengalami waham <br />Penyebab : gangguan konsep diri <br />Efek : gangguan komunikasi verbal <br /><br />1. PsikofarmakologiJawaban Terbaik - Dipilih oleh Suara Terbanyak<br />Dalam ilmu kedokteran jiwa, dikatakan bahwa waham sering dijumpai pada penderita gangguan mental yang merupakan salah satu dari gejala gangguan isi pikir. Waham atau delusi merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa stimulus luar yang cukup dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Tidak realistik, Tidak logis, Menetap, Egosentris, Diyakini kebenarannya oleh penderita, Tidak dapat dikoreksi, Dihayati oleh penderita sebagai hal yang nyata, Penderita hidup dalam wahamnya itu, Keadaan atau hal yang diyakini itu bukan merupakan bagian sosiokultural setempat Waham ada berbagai macam, yaitu :<br /><br />* Waham kendali pikir (thought of being controlled). Penderita percaya bahwa pikirannya, perasaan atau tingkah lakunya dikendalikan oleh kekuatan dari luar.<br /><br />* Waham kebesaran (delusion of grandiosty). Penderita mempunyai kepercayaan bahwa dirinya merupakan orang penting dan berpengaruh, mungkin mempunyai kelebihan kekuatan yang terpendam, atau benar-benar merupakan figur orang kuat sepanjang sejarah (misal : Jendral Sudirman, Napoleon, Hitler, dll).<br /><br />* Waham Tersangkut. Penderita percaya bahwa setiap kejadian di sekelilingnya mempunyai hubungan pribadi seperti perintah atau pesan khusus. Penderita percaya bahwa orang asing di sekitarnya memperhatikan dirinya, penyiar televisi dan radio mengirimkan pesan dengan bahasa sandi.<br />•meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-63127921701948534442010-12-08T19:17:00.000-08:002010-12-08T19:18:20.359-08:00ASUAHN KEPERAWATAN DENGAN KASUS TYPUS ABDOMINALISTYPHOID ABDOMINALIS<br /><br />A. Pengertian<br />Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1998 ).<br />Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif 1999).<br />Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (FKUI. 1999).<br /><br />B. Etiologi<br />a) Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:<br />• antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)<br />• antigen H(flagella)<br />• antigen V1 dan protein membrane hialin.<br />b) Salmonella parathypi A<br />c) salmonella parathypi B<br />d) Salmonella parathypi C<br />e) Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996).<br /><br /><br />C. Patofisiologi<br />Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.<br />Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.<br />Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.<br /><br />D. Gejala Klinis<br />Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :<br />• Perasaan tidak enak badan<br />• Lesu<br />• Nyeri kepala <br />• Pusing<br />• Diare<br />• Anoreksia<br />• Batuk<br />• Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).<br />Menyusul gejala klinis yang lain<br />1. DEMAM<br />Demam berlangsung 3 minggu<br />• Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari<br />• Minggu II : Demam terus<br />• Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur<br />2. GANGGUAN PADA SALURAN PENCERNAAN<br />• Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor<br />• Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan<br />• Terdapat konstipasi, diare<br />3. GANGGUAN KESADARAN<br />• Kesadaran yaitu apatis – somnolen<br />• Gejala lain “ROSEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit) (Rahmad Juwono, 1996).<br /><br />E. Pemeriksaan Diagnostik<br />Pemeriksaan laboratorium<br />• Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia, trombositopenia, anemia<br />• Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit<br />• Pemeriksaan WIDAL - Bila terjadi aglutinasi<br /> 1/200- Diperlukan titer anti bodi terhadap antigeno yang bernilai 4 kali antara masa akut dan konvalesene mengarahatau peningkatan kepada demam typhoid (Rahmad Juwono, 1996).<br /><br />F. Penatalaksanaan<br />Terdiri dari 3 bagian, yaitu :<br />1) Perawatan<br />• Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.<br /> 2 jam untuk mencegah dekubitus.• Posisi tubuh harus diubah setiap <br />• Mobilisasi sesuai kondisi.<br />2) Diet<br />• Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya (mula-mula air-lunak-makanan biasa)<br />• Makanan mengandung cukup cairan, TKTP.<br />• Makanan harus menagndung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas. <br />3) Obat<br />• Antimikroba<br /> Kloramfenikol<br /> Tiamfenikol<br /> Co-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulkametoksazol)<br />• Obat Symptomatik<br /> Antipiretik<br /> Kartikosteroid, diberikan pada pasien yang toksik.<br /> Supportif : vitamin-vitamin.<br /> Penenang : diberikan pada pasien dengan gejala neuroprikiatri (Rahmad Juwono, 1996).<br /><br />G. Komplikasi<br />Komplikasi dapat dibagi dalam :<br />1. Komplikasi intestinal<br /> Perdarahan usus<br /> Perforasi usus<br /> Ileus paralitik<br /><br />2. Komplikasi ekstra intestinal.<br /> Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis, dan tromboflebitie. <br /> Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik<br /> Paru : pneumoni, empiema, pleuritis.<br /> Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis.<br /> Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.<br /> Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.<br /> Neuropsikiatrik : delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie, perifer, sindrom Guillan-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.<br /> Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien kurang sempurna (Rahmad Juwono, 1996).<br /><br />H. Pencegahan<br />1. Usaha terhadap lingkungan hidup :<br />a. Penyediaan air minum yang memenuhi<br />b. Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene<br />c. Pemberantasan lalat.<br />d. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.<br />2. Usaha terhadap manusia.<br />a. Imunisasi<br />b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene. (Mansjoer, Arif 1999).<br /><br />MANAJEMEN KEPERAWATAN<br />A. Pengkajian <br />1. Identitas<br />Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MR.<br />2. Keluhan Utama<br />pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.<br />1. Riwayat Penyakit Dahulu<br />Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya.<br />2. Riwayat Penyakit Sekarang<br />Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.<br />3. Riwayat Kesehatan Keluarga<br />Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang lainnya.<br />4. Riwayat Psikososial<br />Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.<br />5. Pola-Pola Fungsi Kesehatan<br />1) Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan <br />Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.<br />2) Pola nutrisi dan metabolisme<br />Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.<br />3) Pola aktifitas dan latihan<br />Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.<br />4) Pola tidur dan aktifitas<br />Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.<br />5) Pola eliminasi<br />Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.<br />6) Pola reproduksi dan sexual<br />Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.<br />7) Pola persepsi dan pengetahuan <br />Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.<br />8) Pola persepsi dan konsep diri<br />Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.<br />9) Pola penanggulangan stress<br />Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.<br />10) Pola hubungan interpersonil<br />Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.<br />11) Pola tata nilai dan kepercayaan<br />Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.<br /><br />6. Pemeriksaan Fisik<br />1) Keadaan umum<br />Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.<br />2) Kepala dan leher<br />Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.<br />3) Dada dan abdomen<br />Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.<br />4) Sistem respirasi<br />Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.<br />5) Sistem kardiovaskuler<br />Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.<br />6) Sistem integumen<br />Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.<br />7) Sistem eliminasi<br />Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.<br />8) Sistem muskuloskolesal<br />Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.<br />9) Sistem endokrin<br />Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.<br />10) Sistem persyarafan<br />Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.<br /><br />B. Diagnosa keperawatan<br />1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii<br />2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia<br />3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.<br />4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).<br /><br />C. Intervensi dan Implementasi <br />1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhsi<br />Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.<br />Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh <br />Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh.<br />Turgor kulit membaik<br />Intervensi :<br /> Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh<br />R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul.<br /> Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat<br />R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.<br /> Batasi pengunjung<br />R/ agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.<br /> Observasi TTV tiap 4 jam sekali<br />R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien<br /> 2,5 liter / 24 jam Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum <br />R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak<br /> Memberikan kompres dingin<br />R/ untuk membantu menurunkan suhu tubuh<br /> Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx antibiotik dan antipiretik<br />R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas.<br /><br />2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia<br />Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat<br />Kriteria hasil : - Nafsu makan meningkat<br />- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan<br />Intervensi<br /> Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.<br />R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.<br /> Timbang berat badan klien setiap 2 hari.<br />R/ untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.<br /> Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.<br />R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.<br /> Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.<br />R/ untuk menghindari mual dan muntah.<br /> Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.<br />R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah.<br />Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.<br /><br />3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest<br />Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.<br />Kriteria hasil : Kebutuhan personal terpenuhi<br />Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh.<br />memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi.<br />Intervensi :<br /> Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri).<br />R/ agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.<br /><br /> Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).<br />R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.<br /> Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.<br />R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.<br /> Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.<br />R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.<br /><br />4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan (diare/muntah)<br />Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan<br />Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat<br />Wajah tidak nampak pucat<br />Intervensi :<br /> Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.<br />R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.<br /> Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.<br />R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan.<br /> 2,5 liter / 24 jam. Anjurkan pasien untuk banyak minum <br />R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan.<br /> Observasi kelancaran tetesan infuse.<br />R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya odem.<br /> Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).<br />R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).<br /><br />D. Evaluasi<br />Dari hasil intervensi yang telah tertulis, evaluasi yang diharapkan :<br /> Dx : peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhii<br />Evaluasi : suhu tubuh normal (36 o C) atau terkontrol.<br /> Dx : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.<br />Evaluasi : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.<br /><br /> Dx : intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest<br />Evaluasi : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.<br /> Dx : gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah)<br />Evaluasi : kebutuhan cairan terpenuhimeti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-75288828380816011252010-12-08T19:16:00.001-08:002010-12-08T19:16:30.197-08:00Water Seal Drainage Water Seal Drainage (WSD)Water Seal Drainage<br />Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura)<br />TUJUANNYA :<br />• Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut<br />• Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.<br />Perubahan Tekanan Rongga Pleura<br />Tekanan Istirahat Inspirasi Ekspirasi<br />Atmosfir 760 760 760<br />Intrapulmoner 760 757 763<br />Intrapleural 756 750 756<br />INDIKASI PEMASANGAN WSD :<br />• Hemotoraks, efusi pleura<br />• Pneumotoraks ( > 25 % )<br />• Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk<br />• Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator<br />KONTRA INDIKASI PEMASANGAN :<br />• Infeksi pada tempat pemasangan<br />• Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.<br />CARA PEMASANGAN WSD<br />1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris anterior dan media.<br />2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.<br />3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus interkostalis.<br />4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.<br />5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan Kelly forceps<br />6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada<br />7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.<br />8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.<br />ADA BEBERAPA MACAM WSD :<br />1. WSD dengan satu botol<br />• Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana<br />• Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol penampung.<br />• Drainage berdasarkan adanya grafitasi.<br />• Umumnya digunakan pada pneumotoraks<br />2. WSD dengan dua botol<br />• Botol pertama sebagai penampung / drainase<br />• Botol kedua sebagai water seal<br />• Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.<br />• Dapat dihubungkan sengan suction control<br />3. WSD dengan 3 botol<br />• Botol pertama sebagai penampung / drainase<br />• Botol kedua sebagai water seal<br />• Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-51835287685951368202010-12-08T19:14:00.000-08:002010-12-08T19:15:17.114-08:00VISUS MATAVISUS MATA<br />Dasar Teori : V= d/D<br />V= Visus (ketajaman)<br />d= Jarak Optotype snellen dengan objek 3,5 m<br />D= Skala sejauh mana mata normal masih bisa membaca<br />Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk<br />yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam <br />bolamata dan sensitifitas dari interpretasi di otak.<br />Visus adalah sebuah ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol yang bervariasi. Untuk menghasilkan detail penglihatan, sistem optik mata harus memproyeksikan gambaran yang fokus pada fovea, sebuah daerah di dalam makula yang memiliki densitas tertinggi akan fotoreseptor konus/kerucut sehingga memiliki resolusi tertinggi dan penglihatan warna terbaik. Ketajaman dan penglihatan warna sekalipun dilakukan oleh sel yang sama, memiliki fungsi fisiologis yang berbeda dan tidak tumpang tindih kecuali dalam hal posisi. Ketajaman dan penglihatan warna dipengaruhi secara bebas oleh masing-masing unsur.<br />Cahaya datang dari sebuah fiksasi objek menuju fovea melewati sebuah bidang imajiner yang disebut visual aksis. Jaringan-jaringan mata dan struktur-struktur yang berada dalam visual aksis (serta jaringan yang terkait di dalamnya) mempengaruhi kualitas bayangan yang dibentuk. Struktur-struktur ini adalah; lapisan air mata, kornea, COA (Camera Oculi Anterior = Bilik Depan), pupil, lensa, vitreus dan akhirnya retina sehingga tidak akan meleset ke bagian lain dari retina. Bagian posterior dari retina disebut sebagai lapisan epitel retina berpigmen (RPE) yang berfungsi untuk menyerap cahaya yang masuk ke dalam retina sehingga tidak akan terpantul ke bagian lain dalam retina. RPE juga memiliki fungsi vital untuk mendaur-ulang bahan-bahan kimia yang digunakan oleh sel-sel batang dan kerucut dalam mendeteksi photon. Jika RPE rusak maka kebutaan dapat terjadi.Seperti pada lensa fotografi, ketajaman visus dipengaruhi oleh diameter pupil. Aberasi optik pada mata yang menurunkan tajam penglihatan ada pada titik maksimal jika ukuran pupil berada pada ukuran terbesar (sekitar 8 mm) yang terjadi pada keadaan kurang cahaya. Jika pupil kecil (1-2 mm), ketajaman bayangan akan terbatas pada difraksi cahaya oleh pupil. Antara kedua keadaan ekstrim, diameter pupil yang secara umum terbaik untuk tajam penglihatan normal dan mata yang sehat ada pada kisaran 3 atau 4 mm.Korteks penglihatan adalah bagian dari korteks serebri yang terdapat pada bagian posterior (oksipital) dari otak yang bertanggung-jawab dalam memproses stimuli visual. Bagian tengah 100 dari lapang pandang (sekitar pelebaran dari makula), ditampilkan oleh sedikitnya 60% dari korteks visual/penglihatan. Banyak dari neuron-neuron ini dipercaya terlibat dalam pemrosesan tajam penglihatan.Perkembangan yang normal dari ketajaman visus tergantung dari input visual di usia yang sangat muda. Segala macam bentuk gangguan visual yang menghalangi input visual dalam jangka waktu yang lama seperti katarak, strabismus, atau penutupan dan penekanan pada mata selama menjalani terapi medis biasanya berakibat sebagai penurunan ketajaman visus berat dan permanen pada mata yang terkena jika tidak segera dikoreksi atau diobati di usia muda. Penurunan tajam penglihatan direfleksikan dalam berbagai macam abnormalitas pada sel-sel di korteks visual. Perubahan-perubahan ini meliputi penurunan yang nyata akan jumlah sel-sel yang terhubung pada mata yan terkena dan juga beberapa sel yang menghubungkan kedua bola mata, yang bermanifestasi sebagai hilangnya penglihatan binokular dan kedalaman persepsi atau streopsis.<br />Mata terhubung pada korteks visual melewati nervus optikus yang muncul dari belakang mata. Kedua nervus opticus tersebut bertemu pada kiasma optikum di mana sekitar separuh dari serat-serat masing-masing mata bersilang menuju tempat lawannya ke sisi lawannya dan terhubung dengan serat saraf dari bagian mata yang lain akan menghasilkan lapangan pandang yang sebenarnya. Gabungan dari serat saraf dari kedua mata membentuk traktus optikus. Semua ini membentuk dasar fisiologi dari penglihatan binokular. Traktus ini akan berhenti di otak tengah yang disebut nukleus genikulatus lateral untuk kemudian berlanjut menuju korteks visual sepanjang kumpulan serat-serat saraf yang disebut radiasio optika.<br />Segala macam bentuk proses patologis pada sistem penglihatan baik pada usia tua yang merupakan periode kritis, akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Maka, pengukuran tajam penglihatan adalah sebuah tes yang sederhana dalam menentukan status kesehatan mata, sistem penglihatan sentral, dan jaras-jaras penglihatan menuju otak. Berbagai penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba selalu merupakan hl yang harus diperhatikan. Penyebab sering dari turunnya tajam penglihatan adalah katarak, dan parut kornea yang mempengaruhi jalur penglihatan, desease-desease yang mempengaruhi retina seperti degenarasi makular, dan diabetes, desease-desease yang mengenai jaras optik menuju otak seperti tumor dan sklerosis multipel, dan desease-desease yang mengenai korteks visual seperti stroke dan tumor.<br />Buta warna<br />Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu akibat faktor genetis.<br />Buta warna merupakan kelainan genetik / bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya, kelainan ini sering juga disebaut sex linked, karena kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Artinya kromosom Y tidak membawa faktor buta warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita buta warna pada laki dan wanita. Seorang wanita terdapat istilah 'pembawa sifat' hal ini menujukkan ada satu kromosom X yang membawa sifat buta warna. Wanita dengan pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami kelalinan buta warna sebagaimana wanita normal pada umumnya. Tetapi wanita dengan pembawa sifat berpotensi menurunkan faktor buta warna kepada anaknya kelak. Apabila pada kedua kromosom X mengandung faktor buta warna maka seorang wanita tsb menderita buta warna.<br />Saraf sel di retina terdiri atas sel batang yang peka terhadap hitam dan putih, serta sel kerucut yang peka terhadap warna lainnya. Buta warna terjadi ketika syaraf reseptor cahaya di retina mengalami perubahan, terutama sel kerucut. Sel<br />Klasifikasi<br />Buta warna sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu trikromasi, dikromasi dan monokromasi. Buta warna jenis trikomasi adalah perubahan sensitifitas warna dari satu jenis atau lebih sel kerucut. Ada tiga macam trikomasi yaitu:<br />• -Protanomali yang merupakan kelemahan warna merah,<br />• -Deuteromali yaitu kelemahan warna hijau,<br />• -Tritanomali (low blue) yaitu kelemahan warna biru.<br />Jenis buta warna inilah yang paling sering dialami dibandingkan jenis buta warna lainnya.<br />Dikromasi merupakan tidak adanya satu dari 3 jenis sel kerucut, tediri dari:<br />• -protanopia yaitu tidak adanya sel kerucut warna merah sehingga kecerahan warna merah dan perpaduannya berkurang,<br />• -deuteranopia yaitu tidak adanya sel kerujut yang peka terhadap hijau, dan<br />• -tritanopia untuk warna biru.<br />Sedangkan monokromasi ditandai dengan hilangnya atau berkurangnya semua penglihatan warna, sehingga yang terlihat hanya putih dan hitam pada jenis typical dan sedikt warna pada jenis atypical. Jenis buta warna ini prevalensinya sangat jarang.<br />Pembuktian<br />Buta warna dapat dites dengan tes Ishihara, dimana lingkaran - lingkaran berwarna yang beberapa diantaranya dirancang agar ada tulisan tertentu yang hanya dapat dilihat atau tidak dapat dilihat oleh penderita buta warna.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-42451827508747334332010-12-08T19:12:00.000-08:002010-12-08T19:13:04.942-08:00TEORI KELUARGAPengertianKeluarga<br />Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga "kulawarga" yang berarti "anggota" "kelompok kerabat". Keluargaadalahlingkungan di mana beberapa orang yangmasimemilikihubungandarah,bersatu,.<br />Keluarga inti ("nuclear family") terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka.<br />Definisi keluarga menurut Burgess dkk dalam Friedman (1998), yang berorientasi pada tradisi,dan,digunakansebagaireferensisecaraluas :<br /><br />1). Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan dengan ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi.<br /><br />2). Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama -sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka.<br /><br />3). Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu s ama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami -istri, ayah dan ibu, anak laki - laki dan anak perempuan, saudara dan saudari.<br /><br />4) Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri.<br /><br />Menurut Whall dalam Friedman (1998), mendefinisikan keluarga sebagai kelompok yang mengidentifikasi diri dengan anggotanya terdiri dari dua individu atau lebih, asosiasinya di cirikan oleh istilah-istilah khusus, yang boleh jadi tidak diikat oleh hu bungan darah atau hukum, tapi berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai sebuah<br />keluarga.<br /><br />Menurut Departemen Kesehatan dalam Effendy (1998), mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat , terdiri atas kepala keluarga dan beberapaorang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan . <br /><br />Menurut Friedman dalam Suprajitno (2004), mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama denganketerikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.<br /><br />MenurutDEPKESRITahun1983<br />Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai suatu kesatuan atau unit masyarakat terkecil dan biasanya, tetapi tidak selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan atau ikatan lain, mereka hidup bersama dalam satu rumah atau tempat tinggal biasanya di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga dan makan dari satu periok.<br /><br />Menurut DEPKES RI Tahun 1988<br />Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang tinggal dan berkumpul di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling<br />ketergantungan.<br /><br />Menurut Salvicion<br />Keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung karena ikatan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing-masing, dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.<br /><br />Dari ketiga batasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga:<br />1.Unit terkecil masyarakat atau keluarga adalah suatu kelompok<br />2.Terdiri dari 2 orang atau lebih dan pertalian darah<br />3.Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah<br />4.Hidup dalam satu rumah tangga<br />5.Di bawah asuhan kepala rumah tangga<br />6.Erinteraksi satu sama lain<br />7.Setiap anggota keluarga menjalankan peranannya masing-masing<br />8. menciptakan dan mempertahankan suatu kebudayaan<br /><br /> <br />KONSEP KELUARGA<br /> <br />KONSEP KELUARGA<br /> <br />DEFINISI KELUARGA<br />1. Duvall dan Logan ( 1986 ) :<br />Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.<br />2. Bailon dan Maglaya ( 1978 ) :<br />Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.<br />3. Departemen Kesehatan RI ( 1988 ) :<br /><br />Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.<br />Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah :<br />1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi<br />2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain<br />3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial : suami, istri, anak, kakak dan adik<br />4. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.<br />STRUKTUR KELUARGA<br />[ad#co-1]<br />1. Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah<br />2. Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu<br />3. Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu<br />4. Patrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami<br />5. Keluarga kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.<br />CIRI-CIRI STRUKTUR KELUARGA<br />1. Terorganisasi : saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga<br />2. Ada keterbatasan : setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam mejalankan fungsi dan tugasnya masing-masing<br />3. Ada perbedaan dan kekhususan : setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.<br />CIRI-CIRI KELUARGA INDONESIA<br />1. Suami sebagai pengambil keputusan<br />2. Merupakan suatu kesatuan yang utuh<br />3. Berbentuk monogram<br />4. Bertanggung jawab<br />5. Pengambil keputusan<br />6. Meneruskan nilai-nilai budaya bangsa<br />7. Ikatan kekeluargaan sangat erat<br />8. Mempunyai semangat gotong-royong <br />MACAM-MACAM STRUKTUR / TIPE / BENTUK KELUARGA<br />1. TRADISIONAL :<br />a. The nuclear family (keluarga inti)<br />Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.<br />b. The dyad family<br />Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah<br />c. Keluarga usila<br />Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah memisahkan diri<br />d. The childless family<br />Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan karena mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita<br />e. The extended family (keluarga luas/besar)<br />Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear family disertai : paman, tante, orang tua (kakak-nenek), keponakan, dll)<br />f. The single-parent family (keluarga duda/janda)<br />Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan)<br />g. Commuter family<br />Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir pekan (week-end)<br />h. Multigenerational family<br />Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah<br />i. Kin-network family<br />Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama. Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi, telpon, dll)<br />j. Blended family<br />Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya<br />k. The single adult living alone / single-adult family<br />Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti : perceraian atau ditinggal mati<br />2. NON-TRADISIONAL :<br />a. The unmarried teenage mother<br />Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah<br />b. The stepparent family<br />Keluarga dengan orangtua tiri<br />c. Commune family<br />Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok / membesarkan anak bersama<br />d. The nonmarital heterosexual cohabiting family<br />Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan<br />e. Gay and lesbian families<br />Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners)<br />f. Cohabitating couple<br />Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu<br />g. Group-marriage family<br />Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu, termasuk sexual dan membesarkan anaknya<br />h. Group network family<br />Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan anaknya<br />i. Foster family<br />Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya<br />j. Homeless family<br />Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental<br />k. Gang<br />Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.<br />[ad#mediakeperawatan]<br />PERANAN KELUARGA<br />Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.<br />Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :<br />1. Peranan ayah :<br />Ayah sebagai suami dari istri, berperanan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya, serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya<br />2. Peranan ibu :<br />Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya, serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.<br />3. Peranan anak :<br />Anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik fisik, mental, sosial dan spiritual.<br />FUNGSI KELUARGA<br />1. Fungsi biologis :<br />a. Meneruskan keturunan<br />b. Memelihara dan membesarkan anak<br />c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga<br />d. Memelihara dan merawat anggota keluarga<br />2. Fungsi Psikologis :<br />a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman<br />b. Memberikan perhatian di antara anggota keluarga<br />c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga<br />d. Memberikan identitas keluarga<br />3. Fungsi sosialisasi :<br />a. Membina sosialisasi pada anak<br />b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak<br />c. Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga<br />4. Fungsi ekonomi :<br />a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga<br />b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga<br />c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua)<br />5. Fungsi pendidikan :<br />a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya<br />b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa<br />c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.<br />TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA<br />Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama (Rodgers cit Friedman, 199 :<br />1. Pasangan baru (keluarga baru)<br />Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan perempuan membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan (psikologis) keluarga masing-masing :<br />a. Membina hubungan intim yang memuaskan<br />b. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial<br />c. Mendiskusikan rencana memiliki anak<br />2. Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)<br />Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi kelahiran anak pertama dan berlanjut damapi anak pertama berusia 30 bulan :<br />a. Persiapan menjadi orang tua<br />b. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual dan kegiatan keluarga<br />c. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan<br />3. Keluarga dengan anak pra-sekolah<br />Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan berakhir saat anak berusia 5 tahun :<br />a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman<br />b. Membantu anak untuk bersosialisasi<br />c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi<br />d. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar)<br />e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang paling repot)<br />f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga<br />g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak<br />4. Keluarga dengan anak sekolah<br />Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk :<br />a. Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan lingkungan<br />b. Mempertahankan keintiman pasangan<br />c. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga<br />5. Keluarga dengan anak remaja<br />Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa :<br />a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab, mengingat remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya<br />b. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga<br />c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua. Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan<br />d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga<br />6. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)<br />Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua :<br />a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar<br />b. Mempertahankan keintiman pasangan<br />c. Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua<br />d. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat<br />e. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga<br />7. Keluarga usia pertengahan<br />Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal :<br />a. Mempertahankan kesehatan<br />b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak<br />c. Meningkatkan keakraban pasangan<br />8. Keluarga usia lanjut<br />Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal damapi keduanya meninggal :<br />a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan<br />b. Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan<br />c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat<br />d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat<br />e. Melakukan life review (merenungkan hidupnya).<br />[ad#mediakeperawatan]<br />PERAWATAN KESEHATAN KELUARGA<br />Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan sebagai saran/penyalur.<br />Alasan Keluarga sebagai Unit Pelayanan :<br />1. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat<br />2. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya<br />3. Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, dan apabila salah satu angota keluarga mempunyai masalah kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya<br />4. Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu (pasien), keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan para anggotanya<br />5. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai upaya kesehatan masyarakat.<br />Tujuan Perawatan Kesehatan Keluarga<br />1. Tujuan umum :<br />Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara kesehatan keluarga mereka, sehingga dapat meningkatkan status kesehatan keluarganya<br />2. Tujuan khusus :<br />a. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi masalah kesehatan yang dihadapi oleh keluarga<br />b. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menanggulangi masalah-masalah kesehatan dasar dalam keluarga<br />c. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah kesehatan para anggotanya<br />d. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dan dalam mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya<br />e. Meningkatkan produktivitas keluarga dalam meningkatkan mutu hidupnya<br />Tugas-tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan<br />Untuk dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara. Freeman (1981) :<br />1. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga<br />2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat<br />3.Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usaianya yang terlalu muda<br />4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga<br />5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.<br />Peran Perawat Keluarga :<br />1. Pendidik<br />Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar :<br />a. Keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri<br />b. Bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga<br />2. Koordinator<br />Diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang komprehensif dapat tercapai. Koordinasi juga sangat diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan<br />3. Pelaksana<br />Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik maupun di rumah sakit bertanggung jawab dalam memberikan perawatan langsung. Kontak pertama perawat kepada keluarga melalui anggota keluarga yang sakit. Perawat dapat mendemonstrasikan kepada keluarga asuhan keperawatan yang diberikan dengan harapan keluarga nanti dapat melakukan asuhan langsung kepada anggota keluarga yang sakit<br />4. Pengawas kesehatan<br />Sebagai pengawas kesehatan, perawat harus melakukan home visite atau kunjungan rumah yang teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga<br />5. Konsultan<br />Perawat sebagai narasumber bagi keluarga di dalam mengatasi masalah kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat kepada perawat, maka hubungan perawat-keluarga harus dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya<br />6. Kolaborasi<br />Perawat komunitas juga harus bekerja dama dengan pelayanan rumah sakit atau anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal<br />7. Fasilitator<br />Membantu keluarga dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Agar dapat melaksanakan peran fasilitator dengan baik, maka perawat komunitas harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan (sistem rujukan, dana sehat, dll)<br />8. Penemu kasus<br />Mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini, sehingga tidak terjadi ledakan atau wabah<br />9. Modifikasi lingkungan<br />Perawat komunitas juga harus dapat mamodifikasi lingkungan, baik lingkungan rumah maupun lingkungan masyarakat, agar dapat tercipta lingkungan yang sehat.<br />Prinsip-prinsip Perawatan Keluarga :<br />1. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan<br />2. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, sehat sebagai tujuan utama<br />3. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai peningkatan kesehatan keluarga<br />4. Dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, perawat melibatkan peran serta keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya<br />5. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif<br />6. Dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan kesehatan keluarga<br />7. Sasaran asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara keseluruhan<br />8. Pendekatan yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan menggunakan proses keperawatan<br />9. Kegiatan utama dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga adalah penyuluhan kesehatan dan asuhan perawatan kesehatan dasar/perawatan di rumah<br />10. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk resiko tinggi.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-39481330967837349182010-12-08T19:10:00.000-08:002010-12-08T19:11:13.533-08:00ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS HEAD INJURYTRAUMA KEPALA (HEAD INJURY)<br />Pendahuluan<br />Cedera kepala bertanggung-jawab atas separuh kematian karena cedera. Merupakan komponen yang paling sering pada cedera multipel. Ditemukan pada 75 % korban tewas karena kecelakaan lalu-lintas. Untuk setiap kematian, terdapat dua kasus dengan cacad tetap, biasanya sekunder terhadap cedera kepala. <br />Masalah yang biasa dihadapi adalah jauhnya, ketersediaan fasilitas serta tingkat kompetensi bedah saraf setempat, serta lambatnya tindakan definitif, organisasi kegawat-daruratan, dan profil cedera. Yang terpenting adalah pengelolaan ventilasi dan hipovolemia yang berperan dalam menimbulkan kerusakan otak sekunder yang bisa dicegah. Transfer pasien yang memenuhi sarat dengan segera akan mengurangi kesakitan dan kematian. Transfer tidak boleh diperlambat oleh tindakan diagnostik.<br />Penyebab kecacadan atau kematian yang dapat dicegah antara lain adalah keterlambataan resusitasi atas hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi, keterlambatan tindakan definitif terutama terhadap hematoma intrakranial yang berkembang cepat, serta kegagalan mencegah infeksi.<br />Anatomi, fisiologi dan patofisiologi<br />Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen : otak, cairan serebro-spinal dan darah yang masing-masing tidak dapat diperas. Kranium hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Ia juga memiliki tentorium kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Otak tengah terletak pada hiatus dari tentorium.<br />Fenomena otoregolasi cenderung mempertahankan aliran darah otak (ADO) stabil bila tekanan darah rata-rata 50-160 mmHg (untuk pasien normotensif, dan bergeser kekanan pada pasien hipertensif dan sebaliknya). Dibawah 50 mmHg ADO berkurang bertahap, dan diatas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh otak dengan akibat peninggian tekanan intrakranial. Otoregulasi dapat terganggu pada cedera otak dengan akibat ADO tergantung secara linear terhadap tekanan darah. Oleh karena hal-hal tersebut, sangat penting untuk mencegah syok atau hipertensi (perhatikan tekanan darah pasien sebelum cedera).<br />Volume total intrakranial harus tetap konstan ( Doktrin Monro-Kellie : K = V otak + V css + V darah + V massa ). Kompensasi atas terbentuknya lessi intrakranial adalah digesernya css dan darah vena hingga batas kompensasi, untuk selanjutnya tekanan intrakranial akan naik secara tajam.<br />Pada lesi yang membesar cepat seperti hematoma, perjalanan klinik dapat diprediksi. Bila fase kompensasi terlewati, tekanan intrakranial meningkat. Pasien nyeri kepala yang memburuk oleh hal yang meninggikan TIK seperti batuk, membungkuk dan terlentang, kemudian mulai mengantuk. Kompresi atau pergeseran batang otak berakibat peninggian tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi menjadi lambat. Pupil sisi massa berdilatasi, bisa dengan hemiparesisi sisikontralateral massa. Selanjutnya pasien jadi tidak responsif, pupil tidak bereaksi dan berdilatasi, serta refleks batang otak hilang. Akhirnya fungsi batang otak berhenti, tekanan darah merosot, nadi lambat, respirasi lambat dan tidak teratur untuk akhirnya berhenti. Penyebab akhir kegagalan otak adalah iskemia. Peninggian TIK mempengaruhi ADO akibat kompresi arterial, regangan atau robekan arteria dan vena batang otak serta gangguan perfusi. ADO konstan 50 ml/100 gr/menit pada otoregulasi normal. Jadi ADO dipengaruhi oleh tekanan darah arterial, tekanan intrakranial, otoregulasi, stimulasi metabolik serta distorsi atau kompresi pembuluh darah oleh massa atau herniasi. Pada kenyataannya, banyak akibat klinis dari peninggian TIK adalah akibat pergeseran otak dibanding tingkat TIK sendiri. <br />Edema otak yang terjadi oleh sebab apapun akan meninggikan TIK yang berakibat gangguan ADO yang berakibat memperberat edema sehingga merupakan lingkaran setan. TIK lebih dari 15 mm Hg harus ditindak.<br />Triad klasik nyeri kepala, edema papil dan muntah ditemukan pada duapertiga pasien. Sisanya hanya dua gejala. Tidak satupun khas untuk peninggian TIK, kecuali edema papil, namun memerlukan waktu yang lama untuk timbulnya. Simtom lebih banyak tergantung penyebab dari pada tingkat tekanan. Tidak ada korelasi konsisten antara tingkat tekanan dengan beratnya gejala.<br />Penurunan kesadaran adalah ciri cedera otak. Dua jenis cedera otak yaitu cedera korteks bilateral serta cedera pada sistem pengaktif retikuler batang otak disamping peninggian TIK dan penurunan ADO dapat menurunkan tingkat kesadaran.<br />Klasifikasi<br />Didasarkan pada aspek :<br />a. Mekanisme trauma<br />(1). Tumpul : kecepatan tinggi, kecepatan rendah<br />(2). Tajam : cedera peluru, bacok, dll<br />b. Beratnya<br />Didasarkan pada Glasgow Coma Scale (GCS)<br />(1). Cedera kepala ringan (bila GCS 14-15)<br />(2). Cedera kepala sedang (bila GCS 9-13)<br />(3). Cedera kepala berat (bila GCS 3-8)<br />c. Berdasar morfologi :<br />(1). Fraktura tengkorak.<br />(a). Kalvaria :<br />1. Linier atau stelata.<br />2. Terdepres atau tidak terdepres.<br />(b). Basiler :<br />1. Anterior.<br />2. Media.<br />3. Posterior.<br />(2). Lesi intrakranial.<br />(a). Fokal :<br />(1). Perdarahan meningeal :<br />1. Epidural.<br />2. Subdural.<br />3. Sub-arakhnoid.<br />(2). Perdarahan dan laserasi otak :<br />Perdarahan intraserebral dan atau kontusi. <br />Benda asing, peluru tertancap.<br />(b). Difusa :<br />1. Konkusi ringan.<br />2. Konkusi klasik.<br />3. Cedera aksonal difusa.<br />Semua penatalaksanaan disesuaikan dengan pembagian ini. GCS ditentukan pasca resusitasi.<br />Catatan : Digolongkan kedalam cedera kepala berat disamping GCS ≤ 8, adalah bila : perburukan neurologis, fraktura tengkorak terdepres, pupil atau motor tidak ekual, cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau tampaknya jaringan otak.<br />Dari riwayat dan pemeriksaan, akan diketahui area anatomi, tipe cedera (akselerasi, deselerasi, impak lokal, tembus atau crush), patologi cedera serta evolusi cedera ( perburukan akan merubah saat melakukan tindakan spesifik).<br />BERDASAR MEKANISME<br />Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrating. Sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak terdepres dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang. Istilah cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrating lebih sering dikaitkan dengan luka tembak dan luka tusuk. <br />BERDASAR BERATNYA<br />Jennett dan Teasdale menentukan koma sebagai ketidakmampuan untuk menuruti perintah, mengucapkan kata-kata dan membuka mata. Pada pasien yang tidak mempunyai ketiga aspek pada definisi tersebut tidak dianggap sebagai koma. 90% pasien dengan skor total delapan atau kurang, dan tidak untuk yang mempunyai skor 9 atau lebih, dijumpai dalam keadaan koma sesuai dengan definisi tsb. Untuk kegunaan praktis, skor total GCS 8 atau kurang didefinisi sebagai pasien koma. Skor 9 hingga 13 dikelompokkan sebagai cedera kepala sedang, dan skor GCS 14 hingga 15 sebagai ringan. <br />BERDASAR MORFOLOGI<br />Walau pasien tertentu yang mengalami perburukan secara cepat mungkin dioperasi tanpa CT scan, kebanyakan pasien cedera berat sangat diuntungkan oleh CT scan sebelum dioperasi. Karenanya tindak lanjut CT scan berulang sangat penting karena gambaran morfologis pada pasien cedera kepala sering mengalami evolusi yang nyata dalam beberapa jam pertama, bahkan beberapa minggu setelah cedera. <br />Fraktura Tengkorak<br />Mungkin tampak pada kalvaria atau basis, mungkin linear atau stelata, mungkin terdepres atau tidak terdepres. Fraktura tengkorak basal sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT. Adanya tanda klinis membantu identifikasinya. Fraktura terdepres lebih dari ketebalan tengkorak memerlukan operasi elevasi. Fraktura tengkorak terbuka atau compound berakibat hubungan langsung antara laserasi kulit kepala dan permukaan serebral karena duranya robek, dan fraktura ini memerlukan operasi perbaikan segera.<br />Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien sadar dan 20 kali pada pasien tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat.<br />Lesi Intrakranial <br />Kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Cedera otak difusa, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam<br />Lesi Fokal<br />Hematoma Epidural. Klot terletak diluar dura. Paling sering diregio temporal atau temporal-parietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena/sinus pada sepertiga kasus, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), namun harus selalu diingat dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya biasanya masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada status pasien sebelum operasi. Mortalitas dari hematoma epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9% pada pasien obtundan, dan 20% pada pasien koma dalam.<br />Hematoma Subdural. Lebih sering dari hematoma epidural, pada 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining, laserasi permukaan atau substansi otak. Kerusakan otak yang mendasari jauh lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas 60%, diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera<br />Kontusi dan hematoma intraserebral. Kontusi serebral cukup sering, hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural. Majoritas dilobus frontal dan temporal, walau dapat pada setiap tempat. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Lesi jenis salt and pepper klasik pada CT jelas kontusi, dan hematoma yang besar jelas bukan. Terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari. Ingat, kontusi bukan diagnosis klinis.<br /> <br /> <br />Cedera difusa<br />Cedera otak difusa membentuk kerusakan otak berat progresif yang berkelanjutan, disebabkan cedera akselerasi-deselerasi otak, adalah jenis cedera kepala yang paling sering.<br />Konkusi Ringan. Konkusi (cerebral concussion) ringan : kesadaran tidak terganggu, terdapat suatu tingkat disfungsi neurologis temporer. Sering terjadi dan karena ringan, sering tidak dibawa kepusat medik. Bentuk paling ringan, berakibat konfusi dan disorientasi tanpa amnesia. Pulih sempurna tanpa disertai sekuele major. Yang sedikit lebih berat menyebabkan konfusi dengan amnesia retrograd maupun post traumatika.<br />Konkusi Serebral Klasik. Konkusi serebral klasik : hilangnya kesadaran. Selalu disertai amnesia retrograd dan post traumatika, dan lamanya amnesia post traumatika adalah pengukur atas beratnya cedera. Hilangnya kesadaran sementara, sadar sempurna dalam enam jam, walau biasanya sangat awal. Tidak mempunyai sekuele kecuali amnesia atas kejadian terkait cedera, namun beberapa mempunyai defisit neurologis yang berjalan lama, walau kadang-kadang sangat ringan.<br />Cedera Aksonal Difusa (CAD). CAD (Diffuse Axonal Injury, DAI) : koma pasca trauma yang lama(lebih dari enam jam), tidak dikarenakan lesi massa atau kerusakan iskhemik. Dibagi menjadi kategori ringan, sedang dan berat. CAD ringan jarang, koma berakhir pada 6 hingga 24 jam, dan pasien mulai dapat ikut perintah setelah 24 jam. CAD sedang, koma yang berakhir lebih dari 24 jam tanpa tanda-tanda batang otak. Bentuk CAD paling sering dan merupakan 45% dari semua pasien dengan CAD. <br />CAD berat biasanya terjadi pada kecelakaan kendaraan dan paling mematikan. 36% dari semua pasien dengan CAD. Koma dalam dan menetap untuk waktu yang lama. Sering menunjukkan tanda dekortikasi atau deserebrasi dan cacad berat menetap bila penderita tidak mati, disfungsi otonom seperti hipertensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan sebelumnya tampak mempunyai cedera batang otak primer. CAD umumnya lebih banyak berdasarkan pada fisiologi atas gambaran klinik yang terjadi.<br />Pemeriksaaan GCS<br />Dilakukan dengan memeriksa respon dari 3 area : membuka mata, respon verbal dan respon motorik. Skor terendah 3 dan tertinggi 15. Respon motorik dinilai yang terbaik dari kedua sisi.<br />Respon membuka mata (eye)<br />(4). Spontan dengan adanya kedipan<br />(3). Dengan suara<br />(2). Dengan nyeri<br />(1). Tidak ada reaksi<br />Respon bicara (verbal)<br />(5). Orientasi baik<br />(4). Disorientasi (mengacau/bingung)<br />(3). Keluar kata-kata yang tidak teratur<br />(2). Suara yang tidak berbentuk kata<br />(1). Tidak ada suara<br />Respon bicara (verbal) untuk anak-anak<br />(5). Kata-kata bermakna, senyum, mengikuti objek<br />(4). Menangis, tapi bisa diredakan<br />(3). Teriritasi secara menetap<br />(2). Gelisah, teragitasi<br />(1). Diam saja<br />Respon motorik (motor)<br />(6). Mengikuti perintah<br />(5). Melokalisir nyeri<br />(4). Menarik ekstremitas yang dirangsang<br />(3). Fleksi abnormal (dekortikasi)<br />(2). Ekstensi abnormal (decerebrasi)<br />(1). Tidak ada gerakan<br />Nilai GCS = (E+V+M) = 15 (terbaik) dan 3 (terburuk)<br />PENGELOLAAN PRA RUMAH SAKIT RUJUKAN (DENGAN SARANA BEDAH SARAF)<br />Ikuti protokol trauma.<br />CEDERA KEPALA RINGAN<br />Definisi: Pasien bangun, dan mungkin bisa berorientasi (GCS 14-15). <br />(Tidak termasuk pasien sadar kelompok cedera kepala berat).<br />Pengelolaan setelah pasien distabilkan :<br />1. Riwayat: Jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, amnesia, <br />nyeri kepala, perdarahan hidung/mulut/telinga, kejang<br />2. Pemeriksaan umum untuk menegakkan cedera sistemik<br />3. Pemeriksaan neurologis<br />Kriteria Transport ke Rumah Sakit Non Pusat Trauma:<br />1. Amnesia post traumatika jelas <br />2. Riwayat kehilangan kesadaran <br />3. Penurunan tingkat kesadaran<br />4. Nyeri kepala sedang hingga berat<br />5. Intoksikasi alkohol atau obat<br />6. Tanda-tanda Fraktura tengkorak <br />7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea (cedera kepala berat)<br />8. Kejang<br />9. Cedera penyerta yang jelas<br />10. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung-jawabkan<br />Dipulangkan :<br />1. Pasien tidak memiliki kriteria rujuk<br />2. Beritahukan untuk kerumah sakit bila timbul masalah dan jelaskan <br />tentang 'lembar peringatan'<br />3. Rencanakan untuk kontrol kerumah sakit dalam 1 minggu<br />CEDERA KEPALA SEDANG<br />Definisi: Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (GCS 9-13).<br />Pengelolaan setelah pasien distabilkan : <br />1. Riwayat: jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, perdarahan <br />hidung/mulut/telinga, kejang<br />2. Pemeriksaan umum guna menyingkirkan cedera sistemik<br />3. Pemeriksaan neurologis<br />4. Transport ke pusat trauma/bedah saraf.<br />CEDERA KEPALA BERAT<br />Definisi: Pasien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena gangguan kesadaran (GCS ≤ 8). (Tidak termasuk disini kelompok cedera kepala berat dengan GCS > 8).<br />PENILAIAN CEDERA KEPALA BERAT<br />1. OKSIGENASI DAN TEKANAN DARAH<br />Hipoksemia (saturasi Oksigen Hb arterial < 90%) atau hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mm Hg*) adalah parameter yang nyata berkaitan dengan outcome yang buruk<br />Oksigenasi darah : Prosentase saturasi oksigen darah diukur dengan oksimeter denyut nadi (bila ada).<br />Tekanan darah sistolik dan diastolik diperiksa sesering yang dimungkinkan dan dimonitor secara berkelanjutan.<br />Kerusakan otak sekunder pada cedera kepala berat sering terjadi dan sangat mempengaruhi outcome.<br />*) 0-1 tahun : <65; 2-5 tahun : < 75; 6-12 tahun : <80; 13-16 tahun : < 90.<br />2. SKOR SKALA KOMA GLASGOW<br />GCS adalah indikator beratnya cedera kepala terutama dalam kaitannya dengan perbaikan atau perburukan pada pemeriksaan berulang. Penilaian tunggal GCS tidak dapat memprediksi outcome, namun perburukan 2 poin dimana GCS sembilan atau kurang menunjukkan cedera serius. Skor 3-5 : outcome buruk.<br />GCS didapat dengan berinteraksi dengan pasien, secara verbal atau pada pasien yang tidak ikut perintah dengan rangsang nyeri pada pangkal kuku atau anterior ketiak dll. GCS dinilai lagi setelai penilaian inisial (pada penilaian inisial dapat digunakan AVPU : cepat, namun tidak menampilkan kuantitas motorik), setelah jalan nafas terkontrol, setelah resusitasi ventilatori dan respiratori. Hipoksemi dan hipotensi berdampak negatif terhadap GCS. GCS dinilai pula sebelum pemberian sedatif atau agen paralitik, dan setelah obat-obat tsb. dimetabolisasi.<br />GCS inisial 3-5, atau perburukan dua poin atau lebih memprediksikan outcome buruk. 20 % dengan GCS 3-5 hidup, 8-10 % dengan hidup yang fungsional.<br />3. PUPIL<br />Pupil asimetri : perbedaan kiri dan kanan ≥ 1 mm. Pupil yang tidak bereaksi terhadap cahaya : reaksi tidak ada atau kurang dari 1 mm. Perhatikan pula adanya trauma orbital.<br />Nilai apakah pupil satu atau kedua sisi tidak bereaksi terhadap cahaya. Apakah satu atau kedua sisi berdilatasi. Apakah satu atau kedua sisi tidak bereaksi terhadap cahaya dan berdilatasi. Pupil dinilai lagi setelah resusitasi dan stabilisasi.<br />Pemeriksaan pupil inisial bersama dengan GCS merupakan dasar evaluasi. Kelainan pupil membantu menentukan tindakan, terutama bila berdilatasi unilateral atau, berdilatasi dan tidak bereaksi terhadap cahaya bilateral, mengarahkan pada herniasi otak yang memerlukan tindakan darurat untuk menurunkan tekanan intrakranial. Konstriksi terhadap cahaya adalah fungsi simpatik. Rangsang cahaya berakibat respons direk (ipsilateral) dan respons konsensual (kontralateral), tergantung intaknya sistem aferen yang membawa sinyal dari retina ke otak tengah, serta sistem eferen parasimpatik pada bagian luar saraf ketiga dari otak tengah ke pupil. Nuklei saraf ketiga di otak tengah terletak dekat area yang mengatur kesadaran dibatang otak. Karenanya pemeriksaan pupil sangat penting pada pasien dengan gangguan kesadaran. Saraf ketiga keluar dari otak tengah dibawah unkus, bagian lobus temporal, dan terancam untuk terkompresi sebagai akibat edema, perdarahan intrakranial, dan hematoma epidural atau subdural. Kompresi saraf ketiga unilateral menekan jalur eferen refleks pupil, menghambat respons cahaya langsung, disaat respons konsensual utuh. Hipoksemia, hipotensi dan hipotermia juga berhubungan dengan dilatasi serta reaksi cahaya pupil. Trauma langung pada saraf ketiga disertai tidak adanya trauma intrakranial yang nyata bisa menyebabkan kelainan pupil walau biasanya disertai dengan kelainan motorik saraf ketiga. 70 % pasien dengan pupil berdilatasi bilateral mengalami outcome buruk. Peneliti lain mendapatkan 91 % tewas. 54 % pasien dengan refleks cahaya negatif pulih dengan baik.<br />TINDAKAN TERHADAP CEDERA KEPALA BERAT<br />1. JALAN NAFAS, VENTILASI DAN OKSIGENASI<br />Hipoksemia (apnea, sianosis atau saturasi oksigen Hb arterial [SaO2] < 90 %) harus dicegah atau segera dikoreksi. Bila ada, saturasi oksigen dimonitor sesering mungkin atau berkelanjutan. Hipokesemia dikoreksi dengan memberikan oksigen suplemen.<br />Jalan nafas harus diamankan pada GCS < 9, ketidakmampuan mempertahankan jalan nafas adekuat, atau bila hipoksia tidak terkoreksi dengan oksigen suplemen. Intubasi endotrakheal paling efektif mempertahankan jalan nafas. <br />Hiperventilasi profilaksis rutin harus dicegah. Indikasi dilapangan hanya bila terjadi herniasi otak seperti posturing ekstensor atau kelainan pupil (asimetrik atau tidak bereaksi) yang masih tampak setelah hipotensi atau hipoksemia dikoreksi. Normal ventilasi (dengan intubasi dan ventilator bila ada) sekitar 10 X/menit untuk dewasa, 15-20 X/menit pada anak-anak, dan 20-30 X/menit bagi bayi. Hiperventilasi ditentukan sebagai 20 X/menit bagi dewasa, 30 X/menit bagi anak-anak dan 35-40 X/menit bagi bayi. Hiperventilasi dianjurkan sebagai tindakan primer dilapangan karena mudah dilakukan dan berefek segera. Hiperventilasi menurunkan tekanan parsial arterial dioksida karbon (PaCO2) dengan akibat vasokonstriksi, menurunkan aliran darah serebral (CBF) dan menurunkan tekanan intrakranial (ICP). Namun hiperventilasi dini profilaktik tidak lagi dianjurkan sebagai tindakan rutin, karena pada pasien cedera otak traumatika biasanya aliran darah serebral turun menjadi dua pertiga dari normal dan hiperventilasi lebih menurunkan aliran darah serebral hingga berpotensi mencapai titik iskemia otak, hingga memperburuk perfusi otak dan outcome pasien. Hiperventilasi dilakukan hanya sementara sampai pasien tiba di pusat bedah saraf dimana analisis gas darah akan menuntun tingkat ventilasi.<br />2. RESUSITASI CAIRAN<br />Resusitasi cairan pada pasien cedera otak traumatika adalah untuk mencegah hipotensi dan / atau membatasinya pada durasi sesingkat mungkin. Hipotesi adalah bila tekanan darah sistolik ≤ 90 mm Hg. Pada anak dengan cedera otak traumatika berat usia 0-1 tahun : < 65; usia 2-5 tahun : < 75; usia 6-12 : < 80 dan usia 13-16 < 90 mm Hg.<br />Terapi cairan diberikan untuk menunjang kinerja kardiovaskuler untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral yang adekuat dan mengurangi peluang kerusakan otak sekunder. Paling umum di pra rumah sakit digunakan kristaloid isotonik. Diberikan sejumlah yang dibutuhkan dalam mempertahankan tekanan darah normal. Volume cairan yang tidak adekuat atau dibawah daya resusitasi dapat mempresipitasi hipotensi mendadak hingga harus dicegah. Resusitasi hipertonik dengan salin hipertonik dengan atau tanpa dekstran memberikan hasil menggembirakan. Tidak ada bukti bahwa mannitol bermanfaat pra rumah sakit, kecuali pada pasien dengan peninggian tekanan intrakranial jelas.<br />Di UGD, tekanan perfusi serebral tidak dapat dihitung karena di pra rumah sakit tekanan arterial rata-rata (MAP) dan tekanan intrakranial (ICP) tidak dihitung. (Bahkan mungkin juga di UGD nya sendiri). Frekuensi denyut jantung dan tekanan darah digunakan sebagai pengukur indirek pengangkutan oksigen pada fase pra rumah sakit dan juga pada evaluasi inisial di UGD. Pengukuran ini kasar hingga sering tidak menunjukkan hubungan yang baik dengan kehilangan darah, namun tidak ada tindakan lain yang dapat menilai kehilangan darah secara akurat. Otoregulasi sering gagal pada cedera kepala, meningkatkan keterancaman otak atas berkurangnya preload. Bila gagal curah jantung, pengangkutan oksigen juga gagal. Intervensi resusitatif dimulai segera untuk mencegah turunnya tekanan darah. Kehilangan darah sulit dinilai hingga tampil hipotensi. Sayangnya hipotensi tidak jelas bisa ditentukan, misalnya bagi kebanyakan orang 90 mm Hg, bagi orang lain mungkin 80 atau 100.<br />Karena penyebab hipotensi umumnya sekunder atas perdarahan atau kehilangan cairan lainnya, maka volume intravaskuler tampaknya cara terbaik untuk memperbaiki tekanan darah. Kristaloid untuk memperkuat preload jantung, mempertahankan curah jantung (CO), tekanan darah dan pengangkutan oksigen perifer. Dianjurkan infus cepat 2 liter RL atau salin normal sebagai bolus inisial pada dewasa. Pada pasien tanpa cedera kepala, pikirkan bahwa resusitasi tanpa hemostasis bedah menyebabkan kehilangan darah sekunder akibat bergesernya klot hemostatik. Begitu pula hemodilusi yang terjadi dapat memperburuk keadaan pada trauma tertentu seperti trauma penetrasi torso. Karenanya resusitasi cairan ideal adalah tidak menyebabkan kehilangan darah sekunder dan hemodilusi. <br />3. TINDAKAN TERHADAP OTAK<br />Herniasi serebral : Tanda-tandanya adalah gangguan kesadaran serta tidak adanya respons, termasuk posturing ekstensor, pupil berdilatasi, tidak bereaksi terhadap cahaya atau perburukan neurologis progresif (penurunan GCS lebih dari dua poin dari sebelumnya pada pasien dengan GCS inisial < 9). Hiperventilasi adalah intervensi jalur pertama terhadap pasien tersangka ancaman herniasi otak. Status neurologis memerlukan penilaian berulang dan bila diikuti hilangnya tanda-tanda herniasi otak, hiperventilasi dihentikan.<br />Mannitol pra rumah sakit untuk herniasi otak.<br />Tindakan saat transport pasien : Sedasi, analgesia, dan blok neuromuskuler (sesuai sarana tersedia) berguna dalam mengoptimalkan transport pasien cedera kepala.<br />Penyebab lain perubahan status kesadaran : Hipoglikemia dilaporkan sebagai pencetus trauma. Hipoglikemia bisa tampil dengan perubahan kesadaran dengan atau tanpa defisit neurologis lain. Dianjurkan pasien dengan penurunan kesadaran yang tidak jelas etiologinya ditentukan glukosanya secara cepat atau diberikan glukosa secara empiris.<br />Cedera neuronal bisa akibat trauma inisial (cedera primer) atau akibat mekanisme indirek (cedera sekunder) seperti hipoksemia, hipotensi dan edema serebral. Juga bisa akibat keadaan yang bersamaan seperti hipoglikemia atau keracunan obat. Tujuan resusitasi adalah mempertahankan perfusi otak dan meminimalkan cedera neuronal. <br />Mannitol efektif mengurangi tekanan intrakranial dan dianjurkan untuk mengontrol peninggian tekanan intrakranial. Namun belum jelas manfaatnya pada pasien tanpa tanda-tanda herniasi otak. Walau mekanisme kerjanya kontroversi, manfaatnya adalah bahwa mannitol merupakan plasma expander kerja cepat dan efek osmotik diuretiknya. Sebagai plasma expander ia akan menurunkan hematokrit dan viskositas darah dengan akibat meningkatkan aliran darah otak dan meningkatkan pengangkutan oksigen ke otak yang merupakan dasar resusitasi otak. Efek osmotiknya pada awalnya mengurangi edema intraseluler hingga menurunkan tekanan intrakranial. Onsetnya setelah 15-30 menit namun bertahan 90 menit hingga 6 jam. Mannitol bisa terakumulasi diotak dengan akibat reverse osmotic shift yang berpotensi meninggikan tekanan intrakranial (karenanya dirumah sakit lebih baik diberikan berulang dari pada infus kontinyu untuk mengurangi kemungkinan komplikasi ini). Potensi komplikasi mannitol lainnya adalah gagal ginjal. Perhatikan juga bahwa mannitol berpotensi menimbulkan hipotensia.<br />Lidokain intravena mencegah peninggian tekanan intrakranial saat intubasi endotrakheal. Namun tidak ada bukti peninggian tekanan intrakranial transien saat manipulasi intubasi berpengaruh pada outcome. Berikan lidokain 1.5 mg/kg beberapa menit sebelum laringoskopi dan dianjurkan diberikan bersama pelindung saraf pusat lain seperti fentanyl (50 ųg, q2-3 menit) atau thiopental (3-5 mg/kg).<br />Sedasi dan analgesia adalah kunci penting dalam pengelolaan pra rumah sakit, terutama bila perjalanan memerlukan waktu panjang. Langkah pertama terhadap pasien gelisah atau mengamuk adalah menilai dan mengoreksi hipotensi, hipoksemia, hipoglikemia dan ketidaknyamanan. Bebat mekanik tidak dianjurkan dan meletakkan pasien pada risiko kerusakan fisik. Karena kooperasi pasien penting dalam transport yang aman, berikan agen farmakologis termasuk blok neuromuskuler (bila sarana tersedia).<br />Benzodiazepin (lorazepam 2-5 mg IV ) dan fenothiazin umum digunakan. Pra rumah sakit bisa diberikan droperidol 5 mg intravena. Blok neuromuskuler aksi singkat aman digunakan pra rumah sakit. Rangsang nyeri akan meninggikan tekanan intrakranial, hingga pemberian sedasi, analgesia dan blok neuromuskuler bisa dipertimbangkan, walau bukan tanpa risiko disamping mempengaruhi GCS.<br />Kadar gula darah kurang dari 80 mg/dl mulai bergejala. Hipoglikemia ringan tampil dengan diaphoresis, nyeri kepala dan kelemahan pada 75 % pasien. Defisit neurologis fokal dan kejang bisa terjadi. Kadar 30 mg/dl tampil dengan konfusi atau delir. Kadar dibawah 10 mg/dl dengan koma dalam yang mungkin irreversibel. Kontroversi terjadi pada akurasi strip pemeriksa, dampak perfusi perifer yang buruk terhadap strip pemeriksa, serta potensi kerusakan akibat pemberian glukosa secara empirik. Dianjurkan memeriksa kadar gula dari pada memberikan terapi empirik, kecuali bila kadar gula tidak bisa didapat dan pasien mengalami gangguan status mental tanpa disertai defisit fokal.<br />TRANSPORTASI<br />Semua pasien dengan cedera otak traumatika dengan GCS < 9 langsung dirujuk kefasilitas yang berkemampuan pemeriksaan CT segera, fasilitas bedah saraf memadai, dan fasilitas pengamat tekanan intrakranial (bila ada) serta kemampuan menindak hipertensi intrakranial.<br />Pasien dengan GCS 9-13 berpotensi mengalami cedera intrakranial dan tindakan bedah saraf, hingga harus dirujuk kepusat bedah saraf.<br />Sebagian kematian akibat cedera adalah tanggung-jawab cedera kepala. Transportasi merupakan bagian penting yang mempengaruhi outcome. Langkah yang berpengaruh pra rumah sakit adalah :<br />Informasi lengkap yang dikumpulkan petugas pra rumah sakit dan yang diminta petugas rumah sakit rujukan seperti apakah pasien sadar, dapat berbicara, membuka mata, atau menggerakkan ekstremitas dapat membantu menentukan adanya cedera otak.<br />Penilaian pra rumah sakit atas mekanisme, jenis dan beratnya cedera (parahnya kerusakan kendaraan, benturan kaca depan, penggunaan sabuk pengaman dan alat pengaman lain), kejadian, dan khususnya pemeriksaan pasien penting untuk menilai situasi neurologis keseluruhan. Tanda-tanda vital dan oksimetri denyut nadi bila ada, membantu menemukan hipotensi dan hipoksemia. Skor GCS dan kondisi pupil memberikan informasi beratnya cedera otak. <br />Berdasar penilaian pasien, intervensi pra rumah sakit dimulai untuk mencegah hipotensi atau hipoksemia serta potensi yang mengancam hidup atau kecacadan lainnya. Disini tingkat keterampilan penolong sangat menentukan mutu intervensi.<br />Rumah sakit penerima juga menentukan outcome.<br />Beberapa faktor berpengaruh pada tindakan yang optimal. Untuk perkotaan, waktu tanggap pendek, rumah sakit banyak, waktu transport singkat, berakibat tindakan lebih cepat dan dekat. Namun dikota UGD lebih sibuk, jalanan macet, dan protokol mungkin tidak mengizinkan jalan pintas kepusat trauma lain.<br />Didaerah yang jauh dari pusat trauma, petugas harus diberi kemudahan memanfaatkan alat transportasi yang lebih cepat. Bila sarana bedah saraf tidak tersedia, bawa dulu kefasilitas terdekat untuk stabilisasi pasien, untuk selanjutnya tergantung kebutuhan. Lakukan penilaian neurologis berulang untuk mengevaluasi atau menemukan setiap perubahan kondisi dan status neurologis pasien selama perjalanan.<br /><br />ALGORITMA PENILAIAN DAN TINDAKAN TERHADAP CEDERA OTAK TRAUMATIKA (COT) PRA RUMAH SAKIT (DENGAN FASILITAS BEDAH SARAF).<br />Nilai, stabilkan dan tindak pasien berdasar protokol resusitasi dengan memprioritaskan penilaian dan tindakan atas jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.<br />Setelah stabilisasi ABC, nilai pasien dengan bertanya : “Kenapa anda”.<br />Bila pasien bisa membuka mata, periksa GCS. COT moderat (GCS 9-13) dan COT berat (GCS 3-8) harus ditransport kepusat trauma.<br />Bila pasien tidak membuka mata, tekan pangkal kuku atau cubit kulit anterior aksila untuk merangsang buka mata.<br />Bila dengan rangsang nyeri tsb. pasien membuka mata, nilai seksi verbal dan motor dari GCS untuk mendapatkan skor total.<br />Pasien yang tidak responsif dengan GCS 3-8 harus ditransport ke pusat trauma dengan kemampuan :<br />CT scan 24 jam.<br />Sarana bedah saraf dan kamar operasi 24 jam.<br />Kemampuan monitor tekanan intrakranial (bila ada) dan tindakan terhadap peninggian tekanan intrakranial.<br />Pasien GCS 14-15 ditransport ke rumah sakit non pusat trauma, dengan UGD berkemampuan resusitasi segera pasien kritis.<br />Pasien yang tidak membuka mata terhadap rangsang nyeri langsung ditransport ke pusat trauma tsb.<br />Pasien yang tidak responsif namun bereaksi atas rangsang nyeri pada pangkal kuku dengan posturing ekstensor, atau pasien yang flaksid, amankan jalan nafas (usahakan intubasi) dan hiperventiasi (20X/menit untuk dewasa, 30X/menit untuk anak-anak, 35-40X/menit untuk bayi).<br />Pasien yang tidak responsif namun bereaksi atas rangsang nyeri pada pangkal kuku atau cubitan ketiak dengan fleksi abnormal atau respons motor GCS lebih tinggi, namun dengan pupil asimetris dan atau berdilatasi dan tidak bereaksi cahaya, lakukan hiperventilasi sda.<br />Semua pasien COT nilai oksigenasinya tiap 5 menit serta saturasi O2 nya dipertahankan > 90. Tekanan darah sistolik dipertahankan diatas 90 mm Hg pada dewasa dan usia 12-16; 80 mm Hg bagi usia 5-12; 75 mm Hg bagi usia 1-5; dan 65 mm Hg untuk bayi kurang dari 1 tahun.<br />Karena status neurologis bisa berubah, nilai pasien secara lengkap setiap 5 menit dan tindak atau ubah tindakan bila perlu.<br />PENGELOLAAN PASIEN DIRUMAH SAKIT RUJUKAN (DENGAN FASILITAS BEDAH SARAF)<br />Ikuti protokol trauma.<br />CEDERA KEPALA RINGAN<br />Definisi: Pasien bangun, dan mungkin bisa berorientasi (SKG 14-15). <br />(Tidak termasuk pasien sadar kelompok cedera kepala berat).<br />Pengelolaan setelah pasien distabilkan :<br />1. Riwayat: Jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, amnesia, <br />nyeri kepala, perdarahan hidung / mulut / telinga, kejang<br />2. Pemeriksaan umum untuk menegakkan cedera sistemik<br />3. Pemeriksaan neurologis<br />4. Radiografi tengkorak<br />5. Radiografi servikal dan lain-lain atas indikasi<br />6. Kadar alkohol darah serta urin untuk skrining toksik (bila ada).<br />7. CT scan idealnya dilakukan bila didapatkan tujuh pertama dari kriteria <br />rawat.<br />Algoritma Pasien COT<br />Penilaian dan Tindakan padaCedera Otak Traumatika (COT) Pra Rumah Sakit Rujukan.<br />Nilai, Tindak, Stabilkan ABC.<br /> <br />Apa Pasien Membuka MataTerhadap “Kenapa Anda?” <br />Nilai Pasien Apa Pasien MembukaMata Terhadap Cubitan Ketiak/Penekanan Pangkal kuku. Amankan jalan nafas (Intubasi bila tersedia), Hiperventilasi. Nilai Oksigenasi. Pastikan SaO2 > 90% (Bila tersedia). Nilai Tekanan Darah. Pastikan TDS > 90 mm Hg<br />Kriteria Rawat:<br />1. Amnesia post traumatika jelas (lebih dari 1 jam)<br />2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)<br />3. Penurunan tingkat kesadaran<br />4. Nyeri kepala sedang hingga berat<br />5. Intoksikasi alkohol atau obat<br />6. Fraktura tengkorak <br />7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea (cedera kepala berat)<br />8. Cedera penyerta yang jelas<br />9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung-jawabkan<br />10. CT scan abnormal<br />Dipulangkan dari UGD:<br />1. Pasien tidak memiliki kriteria rawat<br />2. Beritahukan untuk kembali bila timbul masalah dan jelaskan tentang <br />'lembar peringatan'<br />3. Rencanakan untuk kontrol dalam 1 minggu<br />Majoritas pasien yang datang ke UGD dengan cedera kepala berada pada kategori ini. Pasien dalam keadaan bangun saat diperiksa dokter namun mungkin amnestik atas kejadian sekitar saat cedera. Mungkin terdapat riwayat kehilangan kesadaran sebentar yang mungkin dikacaukan oleh alkohol atau intoksikans lain. 3% pasien secara tidak disangka memburuk dan gawat neurologis bila kelainan status mentalnya tidak segera diketahui. <br />Sinar-x tengkorak dilakukan untuk mencari keadaan : fraktura tengkorak linear atau depressed, posisi kelenjar pineal bila mengalami kalsifikasi, level air-udara dalam sinus, pneumosefalus, fraktura fasial, dan benda asing, mengikuti panel yang dirancang berdasarkan pada tingkat risiko:<br />1. Untuk kelompok dengan risiko rendah, dengan tanda-tanda dan gejala-gejala minimal seperti nyeri kepala, pusing, atau laserasi kulit kepala : pulangkan kelingkungan yang dapat dipertanggung-jawabkan untuk pengamatan, dengan tidak memerlukan radiografi tengkorak.<br />2. Untuk kelompok dengan risiko sedang, dengan muntah, intoksikasi alkohol atau obat, amnesia post traumatika, atau tanda-tanda fraktura basiler atau depressed : pengamatan ketat, pertimbangan untuk CT scan atau radiografi foto polos serta konsultasi bedah saraf.<br />3. Untuk kelompok dengan risiko tinggi, dengan gejala-gejala serius seperti tingkat kesadaran yang tertekan atau menurun, tanda-tanda neurologis fokal atau cedera tembus : konsultasi bedah saraf dan CT scan emergensi.<br />Tiga perempat pasien cedera kepala tidak memerlukan sinar-x tengkorak, tidak berarti menyingkirkan pertimbangan klinis. Tanda klinis basis yang fraktur, hematoma orbital, rhinorrhea atau otorrrhea CSS, hemotimpanum, atau tanda Battle, harus dianggap bukti fraktura basal dan mengharuskan pasien untuk dirawat.<br />Idealnya, CT scan dilakukan pada semua pasien, walau prakteknya serta biayanya, tidak mungkin. Bila pasien alert serta dibawah pengawasan selama 12-24 jam, dapat ditunda atau bila perlu dibatalkan. <br />Tidak ada obat-obatan yang dianjurkan kecuali analgesik non narkotik seperti parasetamol. Toksoid tetanus diberikan bila terdapat luka terbuka. Tes darah rutin tidak perlu bila tidak ada cedera sistemik. <br />Cedera kepala ringan dengan CT scan normal dipulangkan bila ada yang bertanggung jawab dirumah dan dengan menyertakan 'lembar peringatan' untuk menempatkan pasien dalam pengamatan ketat sekitar 12 jam dan kembali bila sesuatu terjadi. Bila tidak memiliki relasi yang bertanggung-jawab, pasien tetap di UGD 12 jam dengan pemeriksaan neurologis setiap setengah jam dan kemudian dipulangkan bila stabil.<br />Bila ditemukan lesi pada CT scan, pasien harus dirawat dan dikelola sesuai perjalanan neurologisnya. CT scan berikutnya bila terjadi perburukan neurologis.<br />CEDERA KEPALA SEDANG<br />Definisi: Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13).<br />Pengelolaan:<br />Di Unit Gawat Darurat:<br />1. Riwayat: jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, perdarahan <br />hidung / mulut / telinga, kejang<br />2. Pemeriksaan umum guna menyingkirkan cedera sistemik<br />3. Pemeriksaan neurologis<br />4. Radiograf tengkorak bila diduga trauma tembus<br />5. Radiograf tulang belakang leher dan lain-lain bila ada indikasi<br />6. Kadar alkohol darah dan skrining toksik dari urin <br />7. Contoh darah untuk penentuan golongan darah<br />8. Tes darah dasar dan EKG<br />9. CT scan kepala<br />10. Rawat untuk pengamatan bahkan bila CT scan normal<br />Setelah dirawat:<br />1. Pemeriksaan neurologis setiap setengah jam<br />2. CT scan bila ada perburukan neurologis<br />Walau pasien ini tetap mampu mengikuti perintah sederhana, mereka dapat memburuk secara cepat. Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya terhadap pasien cedera kepala berat, walau mungkin dengan kewaspadaan yang tidak begitu akut terhadap urgensi.<br />CEDERA KEPALA BERAT<br />Definisi: Pasien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena gangguan kesadaran (SKG ≤ 8). (Tidak termasuk disini kelompok cedera kepala berat dengan GCS > 8).<br />PENGELOLAAN INISIAL CEDERA KEPALA BERAT<br />Prioritas pertama pada pasien cedera kepala adalah resusitasi fisiologis yang lengkap dan cepat. Tidak ada tindakan spesifik untuk hipertensi intrakranial yang tidak disertai tanda-tanda herniasi tentorial atau perburukan neurologis progresif yang tidak diakibatkan oleh kelainan ekstrakranial. Bila tanda-tanda herniasi transtentorial atau perburukan neurologis yang bukan disebabkan kelainan ekstrakranial tampil, pikirkan bahwa hipertensi intrakranial terjadi dan segera tindak dengan agresif. Hiperventilasi segera lakukan. Mannitol disukai namun dibawah keadaan resusitasi cairan yang adekuat.<br />Sedasi dan blok neuromuskuler dapat berguna untuk mengoptimalkan transport, namun masing-masing mempengaruhi pemeriksaan neurologis. Jenis sedatif terserah masing-masing dokter. Blok neuromuskuler digunakan bila sedasi saja tidak adekuat. Gunakan aksi pendek.<br />Hipertensi intrakranial berpotensi memperburuk outcome, sayang semua jenis tindakan terhadap hipertensi intrakranial bukan saja bisa berkomplikasi serius, namun beberapa berpengaruh langsung terhadap resusitasi, seperti misalnya diuretika.<br />1). PENGELOLAAN PADA PASIEN TANPA TANDA-TANDA <br />HERNIASI<br />Sedasi dan relaksan farmakologis bila perlu untuk transport seperti dijelaskan terdahulu. Mannitol profilaktik tidak diberikan karena efek deplesi volume oleh kerja diuretiknya. Parameter ventilatori adalah oksigenisasi optimal dan ventilasi normal.<br />2). PENGELOLAAN PADA PASIEN DENGAN TANDA-TANDA <br />HERNIASI<br />Tindakan seperti dijelaskan terdahulu. Hiperventilasi mudah dicapai dengan menambah tingkat ventilatori dan tidak tergantung atau terpengaruh oleh keberhasilan resusitasi volume. Karena hipotensi bisa berakibat perburukan neurologis dan hipertensi intrakranial, mannitol kurang disukai kecuali resusitasi cairan sudah tercapai. Mannitol diberikan bolus seperti telah dijelaskan. Pasien segera ditranport.<br />Tujuan resusitasi adalah perbaikan volume sirkulasi, tekanan darah, oksigenasi dan ventilasi. Tekanan intrakranial harus dijaga tetap rendah tanpa mempengaruhi tindakan resusitasi. Mannitol dan hiperventilasi bisa membangkitkan lagi iskemia intrakranial atau mempengaruhi resusitasi hingga dicadangkan hanya untuk herniasi atau perburukan seperti telah dijelaskan.<br />1. RESUSITASI TEKANAN DARAH DAN OKSIGENASI<br />Hipotensi (TDS < 90 mm Hg) atau hipoksia (apnea, sianosis, atau saturasi oksigen < 90 % atau PaO2 < 60 mmHg) harus dimonitor dan dicegah, atau dikoreksi segera. MAP harus dipertahankan diatas 90 mm Hg dengan infus cairan untuk menjaga tekanan perfusi serebral (CPP) diatas 70 mm Hg. Pasien dengan GCS < 9, atau jalan nafas tidak dapat dipertahankan atau bagi yang tetap hipoksemik walau suplemen oksigen diberikan, memerlukan intubasi endotrakheal.<br />Cairan resusitasi seperti RL, salin normal, salin hipertonis serta mannitol seperti pada tindakan pra rumah sakit rujukan. Sekali monitor TIK terpasang (bila ada), manipulasi tekanan darah disesuaikan dengan pengelolaan tekanan perfusi serebral.<br />Pengelolaan Inisial Cedera Kepala Berat, GCS ≤ 8<br /> <br />Diagnostik / Terapi Emergensi. Evaluasi Trauma Umum. Intubasi Endotrakheal. Resusitasi Cairan. Ventilasi (PaCO2 35 mm Hg). Oksigenasi. Sedasi. ± Paralisis Farmakologis (aksi pendek).<br />Herniasi ?* ± Hiperventilasi *<br />Perburukan ?* ± Mannitol 1 g/kg *<br />* Hanya bila ada tanda-tanda herniasi atau perburukan neurologis progresif tidak karena kelainan ekstrakranial.<br />2. INDIKASI MONITORING TEKANAN INTRAKRANIAL (TIK)<br />Bila ada, dilakukan terhadap cedera kepala berat dengan CT abnormal. Cedera kepala berat adalah bila GCS 3-8 setelah resusitasi kardiopulmoner. CT abnormal adalah bila dijumpai hematoma, kontusi (memar), edema atau sisterna basal yang terkompres. Bila CT normal, monitor dilakukan bila dijumpai dua atau lebih hal berikut : usia diatas 40 tahun, posturing motor uni atau bilateral, tekanan darah sistolik < 90 mm Hg. Monitoring tidak rutin bagi cedera kepala ringan atau moderat, kecuali untuk adanya lesi massa traumatika tertentu.<br />Sebagian kerusakan otak terjadi akibat impak trauma, namun kerusakan sekunder bisa beberapa jam hingga beberapa hari kemudian. Kematian dan kesakitan dapat dikurangi dengan pengelolaan intensif seperti intubasi, transportasi, resusitasi, CT dan evakuasi lesi massa intrakranial segera, serta perawatan ICU.<br />TIK (ICP) normal adalah 0-10 mm Hg (0-136 mm air). Umumnya diatas 20 mm Hg dianggap batas untuk mulai tindakan. Namun tekanan perfusi serebral (CPP) lebih penting dari TIK semata. (CPP=MAP-ICP). Monitoring TIK adalah untuk mengawasi perfusi otak. Pada pasien hipotensif, peninggian TIK ringan saja dapat berbahaya. Monitoring TIK saat ini tidak umum dilakukan kecuali pada pusat cedera kepala yang besar, karena berisiko, makan waktu, perlu tenaga terlatih dan mahal.<br />3. HIPERVENTILASI<br />Bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial, hiperventilasi jangka panjang (PaCO2 ≤ 25 mm Hg) setelah cedera otak traumatika harus dicegah.<br />Hiperventilasi profilaktik (PaCO2 ≤ 35 mm Hg) 24 jam pertama setelah cedera otak traumatika harus dicegah karena memperburuk perfusi saat aliran darah serebral berkurang.<br />Hiperventilasi mungkin perlu untuk masa yang singkat bila terjadi perburukan neurologis akut, atau untuk jangka yang lebih lama pada hipertensi intrakranial yang kebal terhadap sedatif, paralisis, drainase cairan serebrospinal dan diuretik osmotik.<br />4. MANNITOL<br />Efektif mengontrol peninggian tekanan intrakranial pada cedera kepala berat dengan dosis 0,25-1 g/kg BB. Indikasi adalah herniasi transtentorial dan perburukan neurologis yang bukan disebabkan kelainan ekstrakranial. Cegah hipovolemik dengan penggantian cairan. Osmolalitas serum harus dibawah 320 mOsm/l agar tidak terjadi gagal ginjal. Euvolemia dipertahankan dengan penggantian cairan adekuat. Kateter foley sangat penting. Bolus intermitten lebih efektif dibanding infus kontinu.<br />Mannitol penting pada pasien cedera kepala, terutama fase akut bila diduga atau nyata ada peninggian tekanan intrakranial.<br />5. BARBITURAT<br />Dosis tinggi dipertimbangkan bagi pasien cedera kepala berat dengan hipertensi intrakranial dan hemodinamik stabil, yang refrakter terhadap tindakan medis atau bedah untuk menurunkan tekanan intrakranial. Namun risiko dan komplikasi membatasi penggunaannya bagi keadaan yang ekstrim dan dilakukan dengan memonitor hemodinamik secara ketat untuk mencegah atau menindak ketidakstabilan hemodinamik. Pentobarbital diberikan dengan dosis awal (loading) 10 mg/kg dalam 30 menit atau 5 mg/kg setiap jam untuk 3 pemberian, diikuti dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam. Tidak diberikan untuk profilaksi. Bila dilakukan koma barbiturat, awasi saturasi oksigen arteriovenosa karena beberapa pasien bisa mengalami hipoksia otak.<br />6. STEROID<br />Steroid termasuk methilprednisolon tidak terbukuti bermanfaat memperbaiki outcome atau menurunkan tekanan intrakranial, karenanya tidak dianjurkan.<br />7. ANTI KEJANG PROFILAKTIF<br />Dianjurkan pada kasus dengan risiko kejang tinggi :<br />GCS < 10.<br />Kontusi (memar) kortikal, lihat dari CT.<br />Fraktur tengkorak terdepres.<br />Hematoma subdural.<br />Hematoma epidural.<br />Hematoma intraserebral.<br />Cedera tembus tengkorak.<br />Kejang dalam 24 jam sejak cedera.<br />Alasan pemberian anti kejang adalah bahwa bahwa insidens kejang pasca trauma relatif tinggi hingga pemberian anti kejang akan memberikan manfaat karena kejang akan meninggikan tekanan intrakranial, perubahan tekanan darah, perubahan pengangkutan oksigen, dan meningkatkan pelepasan neurotransmiter. Kejang juga berakibat cedera aksidental, efek psikologis serta hilangnya kemampuan kontrol. Dipercaya bahwa pencegahan kejang dini mencegah epilepsi kronik karena terbukti kejang pertama membentuk fokus kejang permanen. Namun anti kejang juga mempunyai berbagai efek samping hingga hanya diberikan pada keadaan tsb. dan diberikan tidak lebih dari satu minggu. Berikan Fenitoin atau carbamazepin seperta pra rumah sakit.<br />8. INDIKASI OPERASI<br />Lesi massa harus dioperasi bila pergeseran garis tengah 5 mm atau lebih. Setiap pergeseran dapat dilihat pada CT scan, angiografi, atau ventrikulografi. Semua hematoma epidural, subdural, atau intraserebral yang mempunyai pergeseran garis tengah 5 mm atau lebih harus dievakuasi secara operatif. Hematoma kecil dengan pergeseran ringan tanpa kelainan neurologi, lakukan pendekatan konservatif, namun bisa terjadi perburukan, dan pengamatan yang ketat sangat diperlukan. Bila terjadi perburukan, CT ulang harus dilakukan segera.<br />Semua lesi massa dengan pergeseran 5 mm atau lebih harus dioperasi, kecuali pasien dalam mati otak. Dasar pemikiran ini adalah terbukti bahwa beberapa pasien dengan pupil yang non reaktif bilateral, gangguan respons okulosefalik, dan postur deserebrasi sekalipun dapat mengalami perbaikan. <br />Pasien kontusi dengan sisterna basal terkompres memerlukan operasi segera. Hematoma lobus temporal besar ( lebih dari 30 cc) mengharuskan operasi dini.<br />Bila CT scan tidak dapat dilakukan segera, keputusan operasi berdasarkan ventrikulografi dan pengamatan TIK. Dari angiogram, temuan berikut ini indikasi operasi :<br />1. Massa intra atau ekstra aksial menyebabkan pergeseran pembuluh <br />serebral anterior menyeberang garis tengah sejauh 5 mm atau lebih.<br />2. Massa ekstra aksial lebih dari 5 mm terhadap tabula interna, bila ia <br />berhubungan dengan pergeseran arteri serebral anterior atau media <br />berapapun jauhnya.<br />3. Massa ekstra aksial bilateral lebih dari 5 mm terhadap tabula <br />interna. Kecuali untuk pasien dengan atrofi otak yang jelas, setiap <br />massa intrakranial akan menyebabkan peninggian TIK.<br />4. Massa lobus temporal menyebabkan pengangkatan arteria serebral <br />media atau pergeseran garis tengah. Pasien ini berada dalam posisi <br />paling berbahaya, karena pembengkakan ringan dapat menyebabkan <br />herniasi tentorial dengan sangat cepat.<br />Indikasi operasi emergensi lain adalah bila terjadi interval lucid serta bila terjadi herniasi unkal (pupil / motorik tidak ekual) bila CT tidak tersedia, fraktura terdepres terbuka, dan fraktura terdepres tertutup yang lebih dari 1 tabula atau lebih dari satu sentimeter kedalamannya. Operasi juga dipertimbangkan bila pergeseran garis tengah serta massa ekstra aksial yang kurang dari 5 mm namun mengalami perburukan atau sisterna basal terkompres. Operasi tidak dilakukan bila telah terjadi mati batang otak.<br />Jalur kritis Mengatasi Hipertensi Intrakranial<br /> <br />Pasang Monitor TIK (bila ada). Pertahankan CPP > 70 mm Hg.<br />Hipertensi Intrakranial? Ambang tindakan 20-25 mm Hg atau secara klinis (lihat teks).<br />Kandidat operasi segera dibawa keruang operasi. Bila tidak, pasien dibawa ke ICU. Bila pasien memiliki lesi massa, mannitol (1 hingga 2 g/kg) harus diberikan dalam perjalanan keruang operasi. Sebagai tambahan, pasien dapat dihiperventilasi hingga didapat PCO2 arterial 25 hingga 30 mmHg. Untuk semua tindakan, waktu adalah essensi. Makin cepat lesi massa dievakuasi, makin besar kemungkinan untuk pemulihan yang lebih baik. <br />JALUR KRITIS DALAM MENGATASI HIPERTENSI INTRAKRANIAL<br />Algoritma dibuat dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko. Beberapa tindakan dilakukan bersamaan segera. Termasuk mengontrol suhu tubuh, pencegahan kejang, peninggian kepala tempat tidur, pencegahan obstruksi vena juguler, sedasi dengan atau tanpa paralisis, mempertahankan oksigenasi arterial yang adekuat, serta resusitasi volume lengkap hingga tekanan perfusi serebral 70 mm Hg atau lebih. <br />Bila kateter ventrikuler digunakan, drainase cairan serebrospinal harus merupakan tindakan pertama menurunkan tekanan intrakranial. Ventilasi dilakukan dengan PaCO2 pada batas bawah eukapnia (35 mm Hg). Bila gagal, pikirkan tindakan lain. Bila drain cairan serebrospinal tidak tersedia, tingkat ventilasi ditingkatkan hingga PaCO2 30-35 mm Hg, 0-5 mm Hg dibawah ambang bawah eukapnia. Bila ada, lakukan monitor aliran darah serebral dan saturasi vena juguler bila hiperventilasi ditingkatkan. Bila hipokapnia ringan tidak efektif, berikan mannitol dengan batas osmolalitas serum 320 mOsm/l. Volume diamati ketat dan dipertahankan euvolemia atau hipervolemia ringan dengan penggantian cairan. Selama tindakan tetap waspada akan kemungkinan terjadinya massa yang perlu tindakan bedah.<br />Bila tindakan tsb. gagal, pikirkan pilihan sekunder yang terbukti efektif namun dengan komplikasi nyata seperti barbiturat, atau yang efektif namun belum terbukti memperbaiki outcome seperti hiperventilasi hingga PaCO2 dibawah 30 mm Hg serta terapi hipertensif.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-56482894074286009472010-12-08T19:07:00.001-08:002010-12-08T19:07:53.591-08:00JENIS- JENIS CAIRAN INFUSINFUS<br /><br />Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroba.<br /><br />( Lachman, hal 1254 ).<br /><br />Sediaan parenteral volume besar umumnya diberikan lewat infus intravena untuk menambah cairan tubuh, elektrolit, atau untuk memberi nutrisi. Infus intravena adalah sediaan parenteral dengan volume besar yang ditujukan untuk intravena. Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk pengganti cairan tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obat lain.<br /><br />Cairan infus intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal, dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh karena volumenya yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena untuk menghindari toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri. Cairan infus intravena biasanya mengandung zat-zat seperti asam amino, dekstrosa, elektrolit dan vitamin.<br /><br />Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk meminimalisasi trauma pada pembuluh darah, namun cairan hipotonis maupun hipertonis dapat digunakan. Untuk meminimalisasi iritasi pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat.<br /><br />Persyaratan<br /><br />1. Sesuai kandungan bahan obat yang dinyatakan didalam etiket dan yang ada dalam sediaan; terjadi pengurangan efek selama penyimpanan akibat perusakan obat secara kimia.<br /><br />2. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril tetapi juga mencegah terjadinya interaksi bahan obat dengan material dinding wadah.<br /><br />3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi. untuk itu, beberapa faktor yang paling banyak menentukan adalah:<br /><br />a) bebas kuman<br /><br />b) bebas pirogen<br /><br />c) bebas pelarut yang secara fisiologis tidak netral<br /><br />d) isotonis<br /><br />e) isohidris<br /><br />f) bebas bahan melayang<br /><br />Keuntungan pemberian infus intravena adalah menghasilkan kerja obat yang cepat dibandingkan cara-cara pemberian lain dan tidak menyebabkan masalah terhadap absorbsi obat. Sedangkan kerugiannya yaitu obat yang diberikan sekali lewat intravena maka obat tidak dapat dikeluarkan dari sirkulasi seperti dapat dilakukan untuk obat bila diberikan per oral, misalnya dengan cara dimuntahkan<br /><br />Pembahasan:<br /><br />Infus tidak perlu pengawetkarena volume sediaan besa. Jika ditambahkan pengawet maka jumlah pengawet yang dibutuhkan besar sehingga dapat menimbulkan efek toksis<br /><br />INFUS IV Ca GLUKONAT / GLUKONAT<br /><br />Dalam percobaan ini akan dibuat sediaan infus intravena kalsium glukonat yang merupakan larutan supersaturasi yang distabilkan dengan penambahan 35 mg kalsium D-saccharate, dan harus disimpan pada suhu kamar. Laju infus maksimum yang disarankan adalah 200 mg/menit.<br /><br />Farmakologi :<br /><br />Kalsium merupakan mineral yang penting untuk pemeliharaan kesempurnaan fungsi susunan saraf, otot, sistem rangka, dan permeabilitas membran sel. Kalsium adalah aktivator yang penting pada beberapa reaksi enzimatis dan berperan dalam proses fisiologi yang mencakup transmisi rangsangan oleh saraf, kontraksi jantung, otot polos dan otot rangka, fungsi renal, pernafasan dan koagulasi darah. Kalsium juga berperan dalam reaksi pelepasan dan penyimpanan neurotransmiter dan hormon, pengambilan dan pengikatan asam amino, absorbsi vitamin B12 dan sekresi asam lambung.<br /><br />Farmakokinetik :<br /><br />Injeksi garam kalsium langsung masuk kedalam pembuluh darah. Setelah diinjeksi, kalsium darah meningkat dengan cepat dan kembali turun dalam 30 menit sampai 2 jam, terdistribusi cepat dalam jaringan serta dieliminasi melalui urine.<br /><br />INFUS IV DEKSTRAN<br /><br />Kehilangan darah, sejauh jumlahnya tidak melampaui 10% dari jumlah total, tubuh masih dapat menyeimbangkannya kembali. Jika kehilangannya lebih besar, harus disuplai cairan pengganti darah untuk mengisi plasma melalui jalan infus ke dalam tubuh. Hal tersebut dibutuhkan juga pada syok perdarahan, akibat luka (kebakaran, luka dalam) pada sakit perut atau muntah yang berkepanjangan.<br /><br />Infus dextran 70 merupakan larutan makromolekul yang memiliki waktu tinggal yang lebih panjang dalam pembuluh darah, karena tidak atau sedikit mengalami difusi, juga airnya terikat secara hidratasi. Yang menentukan dextran 70 sebagai bahan pengganti plasma adalah berat molekulnya diatas 20.000. Pengisisan volume darah dapat dilakukan dengan larutan NaCl fisiologis atau dengan larutan elektrolit, namun jumlah cairan yang dimasukkan tersebut hanya sebentar berada dalam peredaran darah, untuk kemudian segera dieliminasi keluar tubuh melalui ginjal<br /><br />INFUS IV ELEKTROLIT UNTUK DEHIDRASI<br /><br />Fungsi larutan elektrolit secara klinis digunakan untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal elektrolit dalam darah. Ada 2 jenis kondisi plasma yang menyimpang, yaitu :<br /><br />1. Asidosis<br /><br />Kondisi plasma darah yang terlampau asam akibat adanya ion klorida dalam jumlah berlebih.<br /><br />2. Alkalosis<br /><br />Kondisi plasma yang terlampau basa akibat ion Na, K, Ca dalam jumlah berlebih<br /><br />Kehilangan natrium disebut hipovolemia, sedangkan kekurangan H2O disebut dehidrasi, kekurangan HCO3 disebut asidosis, metabolic dan kekurangan K+ disebut hipokalemia. (Formulasi Steril, Stefanus Lukas, hal. 62)<br /><br />Dehidrasi adalah hilangnya elektrolit lebih rendah secara disproporsional dibandingkan dengan hilangnnya air. Dehidrasi sebagai akibat meningkatnya tekanan osmotic cairan tubuh akibat dari rasa haus yang tidak merangsang penggantian air yang hilang dengan cukup (Dorlan ed. 26, hal. 498)<br /><br />Pada pasien yang tidak sadar atau mengalami gangguan keseimbangan elektrolit akut, sehingga harus segera diberikan ion-ion Ca2+, Na+, K+, Ce- dan HCO3-, dan sebagai sumber kalori dimana pengganti cairan dan kalori dibutuhkan, karena ion-ion tersebut dibutuhkan oleh tubuh untuk memnuhi kebutuhan elektrolit tubuh pada ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel baik plasma darah maupun cairan intrsel mengandung ion natrium dan klorida dalam jumlah yang besar, ion bilarbonat dalam jumlah yang agak besar, tetapi hanya sejumlah kecil ion kalium, magnesium phospat, sulfat, dan asam organic.disamping itu plasma mengandung protein dalam jumlah yang besar, sedangkan cairan intrasel hanya mengandung protein dalm jumlah protein yang leih kecil.<br /><br />Cairan intasel hanya mengandung sejumlah kecil ion natrium dan klorida serta hampir tidak mengandung ion kalsium, tetapi ia mengandung ion kalium dan phospat dalam jumlah besar serta ion magnesium dan sulfat dalam jumlah cukup besar, semuanya hanya ada dalam konsentrasi yang kecil dalam cairan ekstrasel.<br /><br />Bahan-bahan yang digunakan (NaCl, KCl, NaHCO3, CaCl2) mudah larut dalam air, sehingga dapat digunakan air sebagai pembawanya. Air yang digunakan harus bebas pirogen. Pirogen merupakan produk metabolisme m.o (umumnya bakteri, kapang dan virus). Secara kimiawi, pirogen adalah zat lemak yang berhubungan dengan suatu molekul pembawa yang biasanya merupakan polisakarida, tapi bisa juga peptide.<br /><br />Pirogen menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang nyata, demam, sakit badan, kenaikan tekanan darah arteri, kira-kira 1 jam setelah injeksi. Pirogen dapat dihilangkan dari larutan dengan absorbsi menggunakan absorban pilihan. (Lachman, hal. 1295-1296). Ion-ion ini diberikan dalam bentuk injeksi iv karena diharapkan dapat segera memberikan efek.<br /><br />INFUS IV GLUKOSA NaCl / GLUKOSA 10%<br /><br />Pada umumnya larutan glukosa untuk injeksi digunakan sebagai pengganti kehilangan cairan tubuh, sehingga tubuh kita mempunyai energi kembali untuk melakukan metabolismenya dan juga sebagai sumber kalori. Dosis glukosa adalah 2,5-11,5 % (Martindale), pada umumnya digunakan 5 %. Dalam formula ini ditambahkan NaCl supaya diapat larutan yang isotonis, dimana glukosa disini bersifat hipotonis. Dalam pembuatan aqua p.i ditambahkan H2O2 yang dimaksudkan untuk menghilangkan pirogen, serta di dalam pembuatan formula ini ditambahkan norit untuk menghilangkan kelebihan H2O2.<br /><br />INFUS IV MENGANDUNG Na, Ca, K<br /><br />Kalium klorida (KCl), kalium merupakan kation (positif) yang terpenting dalam cairan intraseluler dan sangat esensial untuk mengatur keseimbangan asam-basa serta isotonis sel.<br /><br />Natrium klorida (NaCl), natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler dan memegang peranan penting pada regulasi tekanan osmotisnya. Sering digunakan dalam infus dengan elektrolit lain.<br /><br />Equvalent elektrolit (Steril Dosage Form, hal 250) :<br /><br />Na+ = 135 mEq<br /><br />K+ = 5 mEq<br /><br />Ca+ = 5 mEq<br /><br />Mg+ = 2 mEq<br /><br />Kesetaraan ekuivalen elektrolit (Martindale) :<br /><br />1g NaCl ~ 17,1 mEq Na+ E1 = 1,00<br /><br />1g KCl ~ 13,4 mEq K+ E1 = 0,76<br /><br />1g CaCl ~ 13,6 mEq Ca+ E1 = 0,51<br /><br />1g MgCl ~ 9,8 mEq Mg+ E1 = 0,45<br /><br />INFUS IV NaCl<br /><br />Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler dan memegang peranan penting pada regulasi tekanan osmotisnya, juga pada pembentukan perbedaan potensial ( listrik ) yang perlu bagi kontraksi otot dan penerusan impuls di syaraf.<br /><br />Defisiensi natrium dapat terjadi akibat kerja fisik yang terlampau berat dengan banyak berkeringat dan banyak minum air tanpa tambahan garam ekstra. Gejalanya berupa mual, muntah, sangat lelah, nyeri kepala, kejang otot betis, kemudian juga kejang otot lengan dan perut.<br /><br />Selain pada defisiensi Na, natrium juga digunakan dalam bilasan 0,9 % ( larutan garam fisiologis ) dan dalam infus dengan elektrolit lain.<br /><br />INFUS IV PENGGANTI CAIRAN TUBUH<br /><br />Air beserta unsur-unsur didalamnya yang diperlukan untuk kesehatan sel disebut cairan tubuh.<br /><br />Cairan tubuh dibagi menjadi dua yaitu :<br /><br />1. Cairan Intraseluler, cairan ini mengandung sejumlah ion Na dan klorida serta hampir tidak mengandung ion kalsium, tetapi cairan ini mengandung ion kalium dan fosfat dalam jumlah besar serta ion Magnesium dan Sulfat dalam jumlah cukup besar.<br /><br />2. Cairan Ekstraseluler, cairan ini mengandung ion Natrium dan Klorida dalam jumlah besar, ion bikarbonat dalam jumlah besar, tetapi hanya sejumlah kecil ion Kalium, Kalsium, Magnesium, Posfat, Sulfat,dan asam-asam organik (Guyton hal 309).<br /><br />Keseimbangan air dalam tubuh harus dipertahankan supaya jumlah yang diterima sama dengan jumlah yang dikeluarkan. Penyesuaian dibuat dengan penambahan / pengurangan jumlah yang dikeluarkan sebagai urin juga keringat.<br /><br />Ini menekankan pentingnya perhitungan berdasarkan fakta tentang jumlah cairan yang masuk dalam bentuk minuman maupun makanan dan dalam bentuk pemberian cairan lainnya. Elektrolit yang penting dalam komposisi cairan tubuh adalah Na, K, Ca, dan Cl. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dibuatlah sediaan infuse pengganti cairan tubuh yaitu infuse Ringers.<br /><br />Injeksi Ringer adalah larutan steril Natrium klorida, Kalium klorida, dan Kalsium klorida dalam air untuk obat suntik. Kadar ketiga zat tersebut sama dengan kadar zat-zat tersebut dalam larutan fisiologis. Larutan ini digunakan sebagai penambah cairan elektrolit yang diperlukan tubuh (Ansel hal 408).<br /><br />INFUS IV PROTEIN UNTUK DBD<br /><br />Bilamana seorang penderita harus diberikan makanan yang memadai tetapi tidak dapat melalui saluran cerna. Indikasi cara ini biasanya digunakan untuk persiapan bedah pada penderita kurang gizi, persiapan kemoterapi radioterapi dan kelainan saluran cerna berat. Nutrisi parenteral total memerlukan larutan yang mengandung asam amino; glukosa; lemak; elektrolit; dan vitamin.<br /><br />Glukosa merupakan sumber karbohidrat yang lebih disukai, tapi bila tiap harinya diberikan lebih dari 180 g maka harus ada monitoring kadar gula darah. Bila mungkin diperlukan insulin. Glukosa dengan ragam kekuatan 10 – 50 % harus di infus melalui kateter vena central. Untuk menghindari trombosis (gumpalan darah yang terbentuk pembuluh darah).<br /><br />Jumlah volume infuse intravena biasanya 500 mL dan 250 mL mengandung zat-zat sebagai nutrisi, penambah darah, elektrolit, asam amino, antibiotik, dan obat yang umumnya diberikan lewat jarum yang dibiarkan di vena atau kateter dengan diteteskan terus menerus. Tetesan atau kecepatan mengalir dapat diatur oleh dokter atau perawat sesuai dengan kebutuhan pasien. Umumnya 2-3 mL permenit.<br /><br />Untuk Infus, intravena jarum/kateter biasanya ditusukkan divena yang menonjol di lengan atau kaki dan diikat erat di tempat tersebut sehingga tidak akan bergeser dari tempat selama diinfus. Bahaya utama infus intravena ialah kemungkinan terbentuknya trombus akibat rangsang tusukan jarum pada dinding vena.<br /><br />Trombus akan lebih mungkin terjadi bila larutan infus bersifat mengiritasi jaringan tubuh. Trombus adalah gumpalan darah yang terbentuk dalam pembuluh darah (atau jantung) yang umumnya disebabkan oleh melambatnya aliran atau perubahan darah atau pembuluh darah. Bila gumpalan darah itu beredar maka gumpalan tersebut menjadi embolus, dibawa oleh aliran darah sampai tersangkut di pembuluh darah, menghalangi dan mengakibatkan hambatan atau sumbatan yang disebut emboli. Suatu hambatan dapat sangat berbahaya tergantung pada tempat dan keparahan hambatan tersebut. Obat-obat yang diberikan lewat intravena biasanya harus berupa larutan air, bercampur dengan darah dan tidak mengendap. Keadaan tertentu dapat menimbulkan terjadinya trombus dan kemudian menghalangi aliran darah. (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi keempat, Howard C Ansel, hal 402)<br /><br />Demam berdarah adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan virus Dengue tipe I-IV, disertai demam 5-7 hari gejala-gejala perdarahan, dan bila timbul syok: angka kematian cukup tinggi.<br /><br />Gejala dan tanda :<br /><br />1. panas 5-7 hari, gejala umum tidak khas<br /><br />2. perdarahan spontan (petekie, ekimosa, epistaksis , derajat hematemesis, melena, perdarahan gusi, uterus, telinga, dll)<br /><br />3. ada gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120/menit), tekanan nadi sempit (<><br /><br />4. nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung > 140/menit, acral dingin, berkeringat, kulit biru<br /><br />Gejala Lain :<br /><br />1. Hati membesar, nyeri spontan dan pada perabaan<br /><br />2. Asites<br /><br />3. Cairan dalam rongga pleura (kanan)<br /><br />4. Ensepalopati: kejang, gelisah, sopor, koma<br /><br />Prinsip penatalaksanaan :<br /><br />1. Memperbaiki keadaan umum<br /><br />2. Mencegah keadaan yang lebih parah<br /><br />3. Memperbaiki syok dan perdarahan (pen: rehidrasi sampai hari ke 7, namun hati-hati pada hari ke 6 dapat terjadi arus balik cairan intersitiel ke pembuluh darah)<br /><br />INFUS IV UNTUK MEMPERTAHANKAN KESEIMBANGAN ASAM TUBUH<br /><br />Pembuatan infus ini mengacu pada penggunaannya sebagai cairan infus yang dapat menstabilkan jumlah elektrolit-elektrolit yang sama kadarnya dalam cairan fisiologis normal, sehingga diharapkan pasien dapat mempertahankan kondisi elektrolitnya agar sesuai dengan batas-batas atau jumlah elektrolit yang normal pada plasma. Selain itu, digunakan pengisotonis dekstrosa yang diharapkan mampu menambah kalori bagi pasien serta meningkatkan stamina karena biasanya kondisi pasien yang kekurangan elektrolit dalam keadaan lemas (sehingga perlu diinfus).<br /><br />Ion natrium (Na+) dalam injeksi berupa natrium klorida dapat digunakan untuk mengobati hiponatremia, karena kekurangan ion tersebut dapat mencegah retensi air sehingga dapat menyebabkan dehidrasi.<br /><br />Kalium klorida (KCl), kalium merupakan kation (positif) yang terpenting dalam cairan intraseluler dan sangat esensial untuk mengatur keseimbangan asam-basa serta isotonis sel.<br /><br />Ion kalsium (Ca2+), bekerja membentuk tulang dan gigi, berperan dalam proses penyembuhan luka pada rangsangan neuromuskuler. Jumlah ion kalsium di bawah konsentrasi normal dapat menyebabkan iritabilitas dan konvulsi.<br /><br />Ion Magnesium (Mg2+) juga diperlukan tubuh untuk aktivitas neuromuskuler sebagai koenzim pada metabolisme karbohidrat dan protein.<br /><br />Dekstrosa, suatu bentuk karbohidrat yang diberikan secara parenteral diharapkan dapat memberikan tambahan kalori yang diperlukan untuk menambah energi pada tubuh.<br /><br />Batas konsentrasi normal elektrolit dalam plasma (Steril Dosage Form, hal 251-252) :<br /><br />Na+ = 135-145 mEq/L<br /><br />K+ = 3,5-5 mEq/L<br /><br />Ca2+ = 5 mEq/L<br /><br />Mg2+ = 2 mEq/L<br /><br />INFUS IV UNTUK PENGELOLAAN DEHIDRASI<br /><br />Sekitar 60% berat badan manusia terdiri dari cairan. Setiap hari sekitar 1,7 liter cairan di dalam tubuh keluar melalui urin, tinja, keringat dan pernapasan. Cairan yang keluar tersebut akan digantikan oleh cairan yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman, yakni sebanyak 3 liter perhari. Jika cairan yang keluar dai tubuh terjadi secara berlebihan dan tidak diimbangi dengan cairan yang masuk, maka terjadilah dehidrasi (kekurangan cairan tubuh).<br /><br />Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh, karena terjadi pengeluaran yang lebih banyak daripada pemasukan. Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh. Zat eletrolit yang diperlukan tubuh terdiri dari anion dan kation antara lain Na+, K+, Ca2+, SO42-, dan Cl-.<br /><br />Dehidrasi terdiri dari :<br /><br />a. Absolut :Kandungan air dibawah normal atau dibawah standar.<br /><br />b. Hypenatermic : Keadaan hilangnya elektrolit lebih rendah secara disproporsional dibandingkan dengan hilangnya air.<br /><br />c. Relatif : Dehidrasi sebagai akibat meningkatnya tekanan osmotik cairan tubuh.<br /><br />d. Voluntari : Akibat dari rasa haus yang tidak merangsang penggantian air yang hilang dengan cukup.<br /><br />INFUS MENGANDUNG KARBOHIDRAT<br /><br />Karbohidrat merupakan bahan bakar utama (sumber energi) bagi tubuh yang didalam makanan terdapat sebagai monosakarida, disakarida dan polisakarida. Selain sumber energi juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan asam-basa, pembentukan struktur sel, jaringan dan organ tubuh. Bilamana seorang penderita harus diberikan makanan yang memadai tetapi tidak dapat melalui saluran cerna atau mengalami gangguan saluran cerna seperti diare maka sumber energi utama yakni karbohidrat dapat diberikan melalui infus yang mengandung karbohdrat.<br /><br />Glukosa merupakan sumber karbohidrat yang lebih disukai dan salah satu senyawa yang penting didalam tubuh sebagai sumber energi.<br /><br />INFUS Na BIKARBONAT UNTUK ASIDOSIS METABOLIK<br /><br />Asidosis metabolic adalah suatu keadaan dimana pH arterial bersifat asam dan konsentrasi bikarbonat plasma dibawah normal. Pada asidosis metabolic akut, pH arterial dibawah 7,1-7,2 dan konsentrasi bikarbonat plasma, <8><br /><br />Farmakologi<br /><br />Na.bikarbonat merupakan agen pengalkali yang berdisosiasi membentuk ion bikarbonat. Bikarbonat merupakan komponen basa konjugasi dari buffer ekstraseluler utama yang ada di tubuh,yaitu buffer bikarbonat-asam karbonat. Pada kondisi normal buffer ini menjaga pH plasma yaitu 7,37-7,42. Namun bila terjadi gangguan pada system buffer ini maka pH plasma dapat naik ataupun turun. pH plasma yang dibawah normal mengindikasikan terjadinya asidosis metabolic. Pemberian Na.bikarbonat akan menigkatkan konsentrasi bikarbonat plasma dan meningkatkan pH plasma sehingga pH plasma normal kembali (DI 2003 hal 2472-2473).<br /><br />INFUS PROTEIN<br /><br />Protein merupakan makromolekul yang pada hidrolisa hanya menghasilkan asam amino. Sel hidup menghasilkan berbagai macam makromolekul (protein, asam nukleat dan polisakarida) yang berfungsi sebagai komponen struktural, biokatalisator, hormon, reseptor dan sebagai tempat penyimpanan informasi genetik. Makromolekul ini merupakan biopolimer yang dibentuk dari unit monomer atau bahan pembangun.<br /><br />Asam amino dibagi menjadi dua bagian yaitu:<br /><br />1. Asam amino essensial yaitu asam amino yang diperlukan oleh tubuh tetapi tidak dapat disintesis dalam tubuh sehingga harus diperoleh dari luar. Contoh : Arginin, histidin, isoleusin, lisin, metionin, fenil alanin, treonin, triptofan, dan valin.<br /><br />2. Asam amino non essensial yaitu asam amino yang dapat disintesa didalam tubuh. Contoh: Alanin, asparagin, asam aspartat, sistein, asam glutamate, glutamin, glisin, prolin, hidroksiprolin, serin, dan tirosin.<br /><br />Arginin mempunyai fungsi yang sama seperti asam amino, yaitu meningkatkan stimulan hormon pertumbuhan, prolaktin, dan glukosa darah. Arginin dapat menambah konsentrasi glukosa darah. Efek ini dapat langsung berpengaruh dari hati menjadi asam amino yang berkualitas.(DI hal 1341)<br /><br />INFUS IV DEKSTROSA<br /><br />Farmakologi (DI, hal 1427)<br /><br />Dekstrosa dengan mudah dimetabolisme, dapat meningkatkan kadar glukosa darah dan menambah kalori. Dekstrosa dapat menurunkan atau mengurangi protein tubuh dan kehilangan nitrogen, meningkatkan pembentukan glikogen dan mengurangi atau mencegah ketosis jika diberikan dosis yang cukup. Dekstrosa dimetabolisme menjadi CO2 dan air, maka larutan dekstrosa dan air dapat mengganti cairan tubuh yang hilang. Injeksi dekstrosa dapat juga digunakan sebagai diuresis dan volume pemberian tergantung kondisi klinis pasien.<br /><br />LARUTAN PENCUCI PADA OPERASI LAMBUNG<br /><br />Larutan irigasi adalah larutan steril, bebas pyrogen yang digunakan untuk tujuan pencucian dan pembilasan. Sodium Klorida ( NaCl ) secara umum digunakan untuk irigasi ( seperti irigasi pada rongga tubuh, jaringan atau luka ). Larutan irigasi NaCl hipotonis 0,45% dapat digunakan sendiri atau tanpa penambahan bahan tambahan lain. Larutan irigasi NaCl 0,9% dapat digunakan untuk mengatasi iritasi pada luka. ( DI 2003 hal 2555 )<br /><br />Larutan irigasi dimaksudkan untuk mencuci dan merendam luka atau lubang operasi, sterilisasi pada sediaan ini sangat penting karena cairan tersebut langsung berhubungan dengan cairan dan jaringan tubuh yang merupakan tempat infeksi dapat terjadi dengan mudah.( Ansel hal 399 )<br /><br />INFUS PENDERITA DIARE BERAT<br /><br />(LOCKE RINGER)<br /><br />Locke – Ringer mengandung zat-zat yang dibutuhkan tubuh yaitu elektrolit-elektrolit dan karbohidrat sesuai untuk penderita diare berat<br /><br />Digunakan norit, yaitu untuk menyerap pirogen dan mengurangi kelebihan H2O2. Cara sterilisasi yang digunakan adalah dengan teknik otoklaf karena bahan-bahan yang digunakan tahan panas<br /><br />Pembahasan : hipertonis (harap diperhatikan laju tetesan per menit)<br /><br />INFUS UNTUK PENGELOLAAN METABOLIK ALKALOSIS<br /><br />Alkalosis metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Alkaosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan banyak asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut)<br /><br />Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bia kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.<br /><br />Penyebab utama alkalosis metabolik :<br /><br />1. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)<br /><br />2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung<br /><br />3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).<br /><br />Gejala :<br /><br />1. Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah tersinggung), otot berkedut dan kejang otot, atau tanpa gejala sama sekali.<br /><br />2. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).<br /><br />3. Diagnosa dilakukan pemeriksaan darah arteri untuk menunjukkan darah dalam keadaan basa.<br /><br />Pengobatan :<br /><br />Biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian cairan dan elektrolit (natrium dan kalium)<br /><br />INFUS LARUTAN IRIGASI GLISIN<br /><br />Larutan irigasi adalah sediaan larutan steril dalam jumlah besr. Larutan tidak disuntikkan ke dalam vena, tapi digunakan di luar sistem peredaran darah dan umumnya menggunakan jenis tutup yang diputar atau plastik yang dipatahkan, sehingga memungkinkan pengisian larutan dengan cepat. Larutan ini digunakan untuk merendam atau mencuci luka2. Sayatan bedah atau jaringan tubuh dan dapat pula mengurangi pendarahan.<br /><br />Persyaratan larutan irigasi adalah sbb :<br /><br />1. Isotonik<br /><br />2. Steril<br /><br />3. Tidak disbsorpsi<br /><br />4. bukan larutan elektrolit<br /><br />5. Tidak mengalami metabolisme<br /><br />6. Cepat diekskresi<br /><br />7. Mempunyai tekanan osmotik diuretik<br /><br />8. bebas pirogen<br /><br />Larutan irigasi glisin digunakan selama operasi kelenjar prostat dan prosedur transuretral lainnya. Larutan yg digunakan untuk luka dan kateter uretra yg mengenai jaringan tubuh hrs disterilkan dgn cara aseptis.<br /><br />INFUS IV YG MGD NUTRISI<br /><br />Glukosa termasuk monosakarida dimana sebagian besar monosakarida dibawa oleh aliran darah ke hati. Di dalam hati, monosakarida mengalami proses sintetis menghasilkan glikogen, oksidasi menjadi CO2 dan H2O atau dilepaskan untuk dibawa dengan aliran darah ke bagian tubuh yg memerlukannya. Sebagian lain monosakarida dibawa langsung ke sel jaringan organ tertentu dan mengalami proses metabolisme lbh lanjut. Karena pengaruh berbagai faktor dan hormon insulin yg dihasilkan oleh kelnjar pankreas, hati dapat mengatur kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa dalam darah merupakan faktor yg sgt penting utk kelancaran kerja tubuh.<br /><br />INFUS IV RINGER LAKTAT<br /><br />Jika untuk mengatasi kondisi kekurangan volume darah, larutan natrium klorida 0,9% - 1,0% menjadi kehilangan maka secara terapeutik sebaiknya digunakan larutan ringer, larutan ini mengandung KCl dan CaCl2 disamping NaCl. Beberapa larutan modifikasi jg mengandung NaHCO3 maka larutan dapat disterilakan dengan panas yang stabil. Pengautoklafan larutan natrium hidrogen karbonat hanya diproses mempunyai penyaringan kuman.<br /><br />Pembahasan : larutan ini bersifat hipertonis. Harap diperhatikan laju tetesan per menit. Laju tetesan maksimal 5 ml per menit<br /><br />INFUS IV AMMONIUM KLORIDA<br /><br />(PENDAHULUANNYA SAMA DENGAN ALKALOSIS METABOLIK)<br /><br />Ammonium klorida digunakan sebagai z.a yang dapat berkhasiat untuk pengobatan gangguan metabolisme alkalosis dalam tubuh serta menggantikan ion klorida yang hilang dalam tubuh.<br /><br />INFUS IV MENGANDUNG ELEKTROLIT DAN KARBOHIDRAT<br /><br />Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk meminimalisasi trauma pada pembuluh darah, namun cairan hipotonis maupun hipertonis dapat digunakan. Untuk meminimalisasi iritasi pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-22041537470804186212010-12-08T18:59:00.000-08:002010-12-08T19:00:11.824-08:00KLSIFIKASI HORMONHORMON<br />Hormon terbagi dari 6 golongan yaitu : <br />1. Hormon androgen dan sintetisnya /testoteron<br />2. Hormon estrogen dan progesteron<br />3. Hormon kortikosteroid<br />4. Hormon tropik dan sintetiknya<br />5. Obat anabolik dan lainnya<br />Hormon adalah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang masuk ke dalam peredaran darah utnuk mempengaruhi jaringan secara spesifik. Jaringan yang dipengaruhi (organ target) umumnya terletak jauh dari tempat hormon tersebut dihasilkan.<br />Misalnya hormon pemacu folikel (FSH, follicle stimulating hormone) yang dihasilkan oleh kelenjar hipolisis anterior hanya merangsang jaringan tertentu di ovarium.<br />Tetapi dalam hal hormon pertumbuhan kekhususan organ target menjadi kabur karena sebab hormon pertumbuhan mempengaruhi berbagai jenis jaringan dalam badan.<br />Sumber hormon alami yang praktis biasanya dari hewan ternak misalnya sapi. Tetapi beberapa hormon karena khasnya sehingga yang berasal dari hewan tidak berfungsi untuk manusia seperti hormon pertumbuhan, FSH dan LH (luteinizing hormone).<br />Cara lain untuk menghasilkan hormon alami dengan rekayasa genetik. Melalui rekayasa genetik, DNA mikroba dapat diarahkan untuk memproduksi rangkaian asam amino yang urutannya sesuai dengan hormon manusia yang diinginkan.<br />Analog hormon adalah zat sintetis yang berkaitan dengan reseptor hormon. Analog hormon sangat mirip dengan hormon alami dan sering kali fungsi klinisnya lebih baik dari pada hormon alaminya sebab mempunyai beberapa sifat yang lebih menguntungkan.<br />Misalnya estradiol adalah hormon alami yang masa kerjanya sangat pendek, sedangkan etinilestradiol adalah analog hormon yang masa kerjanya lebih panjang.<br />Juga ada beberapa obat atau zat kimia yang menghambat sintesis, sekresi maupun kerja hormon pada reseptornya disebut antagonis hormon. Indikasi utama hormon adalah untuk terapi pengganti kekurangan hormon misalnya pada hipotiroid.<br />Walaupun hormon merupakan zat yang disintesis oleh badan dalam keadaan normal, tidak berarti hormon bebas dari efek toksis/racun.<br />Pemberian hormon eksogen/ dari luar yang tidak tepat dapat menyebabkan gangguan keseimbangan hormonal dengan segala akibatnya.<br />Terapi dengan hormon yang tepat hanya mungkin dilakukan bila dipahami segala kemungkinan kaitan aksi hormon dalam tubuh penderita.<br />Sumber : Farmakologi dan Terapi edisi 4 (Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)<br />Untuk pemilihan hormon yang tepat sesuai kebutuhan dan keluhan anda ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter.<br />Di apotik online medicastore anda dapat mencari hormon yang telah diresepkan dokter secara mudah dengan mengetikkan di search engine medicastore. Sehingga anda dapat memilih dan beli hormon sesuai kebutuhan anda.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-49797872632460029122010-12-08T18:56:00.000-08:002010-12-08T18:57:18.741-08:00ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS HERNIAHERNIA<br /><br />Pendahuluan<br /><br />Hernia merupakan suatu kelainan yang sering terjadi pada masyarakat. Orang awam biasanya menyebut hernia dengan istilah “turun berok”. hernia itu sendiri dalam istilah kedokteran dapat d<br /><br />Hernia merupakan suatu kelainan yang sering terjadi pada masyarakat. Orang awam biasanya menyebut hernia dengan istilah ”turun berok”. Hernia itu sendiri dalam istilah kedokteran dapat diartikan sebagai suatu protrusi atau penonjolan abnormal isi suatu rongga melalui defek atau celah yang lemah dari dinding rongga tersebut. Untuk dapat dikatakan sebagai hernia maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu adanya isi hernia, kantong hernia dan cincin hernia. Sebagian besar hernia terjadi pada regio inquinalis dan 50 % diantaranya merupakan hernia indirek.<br /><br />Anatomi dinding perut<br /><br />Lapisan dinding perut dari lapisan paling luar ke dalam.<br /><br />- Lapisan kulit : kutis, subkutis, lemak subkutan dan fasia superfisialis (Fasia Scarpae).<br /><br />- Otot dinding perut : m.Obliqus abdominalis eksternus, m.Obliqus abdominalis internus, dan m.transversus abdominalis.<br /><br />- Peritoneum<br /><br />Fungsi otot dinding perut<br /><br />- Pernafasan<br /><br />- Proses BAK dan BAB dengan meningkatkan tekanan intraabdominal.<br /><br />Perdarahan dinding perut<br /><br />- Kraniodorsal dari cabang Aa. lntercostac VI-XII dan Aa. Epigastrika superior.<br /><br />- Kaudal dari A. circumflexa superfisialis , A. Pudenda Eksterna dan A. Epigastrika inferior.<br /><br />Definisi<br /><br />Hernia adalah protrusi atau penonjolan isi rongga melalui detek atau bagian lemah (lokus minoris resistensi) dari dinding rongga yang bersangkutan.<br /><br />Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut.<br /><br />Hernia meliputi 3 unsur. yakni :<br /><br /> 1. Kantong hernia (peritoneum parietalis)<br /> 2. Isi (Viskus)<br /> 3. Pintu atau leher hernia (Lokus minores resistentiae pada dinding abdomen)<br /><br />Klasifikasi<br /><br />Berbagai jenis hernia yang ada dapat diklasifikasikan sebagai berikut:<br /><br />v Berdasarkan terjadinya<br /><br />• Hernia kongenital<br /><br />• Hernia akuisita<br /><br />v Berdasarkan letak/lokasinya<br /><br />• Hernia interna<br /><br />• Hernia eksterna<br /><br />v Berdasarkan sifatnya/ klinis<br /><br />• Hernia reponible<br /><br />• Hernia irreponible<br /><br />• Hernia inkaserata<br /><br />• Hernia strangulata<br /><br />Keterangan<br /><br /> * Hernia kongenital : merupakan hernia yang terjadi sejak lahir karena kelainan bawaan<br /> * Hernia akuisita : merupakan hernia tejadi bukan karena kelainan kongenital<br /> * Hernia interna : merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui suatu celah kedalam rongga lain dan tanpa diliputi kantong, contohnya :<br /><br />ü Hernia diafragmatika (menonjol melalui foramen Bochdalek)<br /><br />ü Hernia foramen Winslow<br /><br />ü Hernia mesenterium, biasanya terjadi secara iatrogenik misalnya setelah anastomosis usus<br /><br /> * Hernia eksterna : penonjolan isi suatu rongga ke arah luar seperti dinding perut, pinggang atau perineum, contohnya:<br /><br />ü Hernia inquinalis<br /><br />ü Hernia scrotalis<br /><br />ü Hernia femoralis<br /><br />ü Hernia umbilikalis<br /><br /> * Hernia reponible : terjadi jika isi hernia dapat keluar masuk, isi hernia keluar biasanya pada saat berdiri atau mengedan (aktifitas) dan masuk pada saat tiduran (istirahat) , hernia jenis ini biasanya tanpa keluhan.<br /> * Hernia irreponible : terjadi jika isi hernia tidak dapat keluar masuk karena sudah ada perlekatan antara isi hernia dengan kantongnya, hernia jenis ini biasanya tanpa keluhan nyeri maupun gangguan pasase usus.<br /> * Hernia inkaserata : terjadi jika isi hernia tidak dapat keluar masuk kerena adanya jepitan isi hernia oleh cincin hernia sehingga timbul gejala gangguan pasase usus seperti mual, muntah, kembung, tidak dapat BAB, tidak dapat flatus.<br /> * Hernia strangulata : terjadi jika isi hernia megalami jepitan oleh cincin hernia sehingga timbul gejala gangguan pasase (obstruksi) dan gangguan vaskularisasi. Gangguan pasase dapat berupa mual, muntah, kembung, tidak dapat BAB, tidak dapat flatus dan gangguan vaskularisasi dapat berupa nyeri yang menyerupai cholik yang lama kelamaan bisa menetap dan dapat diikuti dengan nekrosis daerah yang mengalami jepitan bahkan dapat terjadi perforasi. Bila hernia strangulata hanya menjepit sebagian dinding usus biasanya disebut hernia Richter.<br /><br />Faktor predisposisi<br /><br />Hal-hal yang mempermudah terjadinya suatu hernia antara lain :<br /><br />Ø Riwayat batuk lama : TBC paru<br /><br />Ø Pekerja pengangkat beban berat<br /><br />Ø Trauma<br /><br />Ø Konstipasi lama<br /><br />Ø Usia tua<br /><br />Ø Hipertrofi prostat<br /><br />Ø Iatrogenik<br /><br />Ø Obesitas<br /><br />Ø Kebiasaan mengejan saat BAB<br /><br />Hernia inquinalis<br /><br />Karena sebagian besar kasus hernia yang terjadi merupakan hernia inquinalis, maka berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai anatomi regio inquinalis, klasifikasi dari hernia inquinalis, gejala klinik, pemeriksaan dan penatalaksanaannya. Hernia inquinalis merupakan salah satu jenis dari hernia eksterna yang artinya penonjolan tersebut dapat dilihat dari luar tubuh, dalam hal ini penonjolannya melalui kanalis inquinalis. Hernia inguinalis lebih banyak dijumpai pada pria dan lebih sering terjadi disebelah kanan.<br /><br />v Anatomi kanalis inquinalis<br /><br />• Batas kraniolateral : anulus inquinalis internus (merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis musculus tranversus abdominis)<br />• Batas medial bawah : anulus inquinalis eksternus (merupakan bagian terbuka dari aponeurosis musculus oblikus eksternus<br /><br />• Batas atas / atapnya : aponeurosis musculus oblikus eksternus<br /><br />• Batas bawah / dasarnya : ligamentum inquinale<br /><br />Pada pria kanalis inquinalis berisi tali sperma / funikulus spermatikus dan pada wanita berisi ligamentum rotundum.<br /><br />v Klasifikasi hernia inquinalis<br /><br />• Hernia inquinalis direct / medialis<br /><br />Penojolan terjadi tanpa melewati suatu saluran, biasanya merupakan kelainan yang didapat (peninggian tekanan intraabdomen atau kelemahan otot di trigonum Hasselbach) dan terletak sebelah medial dari arteri epigastrika inferior di trigonum Hasselbach. Bentuk benjolan biasanya bulat. Pada pemeriksaan finger tip teraba pada sisi medial jari dan jarang menyebabkan komplikasi.<br /><br />• Hernia inquinalis indirect / lateralis / kongenital<br /><br />Dalam hal ini hernia terjadi karena kelainan kongenital yaitu kegagalan penutupan processus vaginalis peritonii. Penonjolannya terjadi melewati saluran yaitu anulus inquinalis internus, kanalis inquinalis dan anulus inquinalis eksternus. Letak benjolan sebelah lateral arteri epigastrika inferior, biasanya bentuk benjolannya memanjang, pada finger tip tes benjolan teraba diujung jari dan sering mengalami komplikasi seperti inkaserasi atau strangulasi.<br /><br />v Gejala klinik<br /><br />Gejala dan tanda klinis sebagian besar ditentukan oleh keadaan isi hernia. Gejala yang muncul biasanya berupa benjolan pada lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, bersin, batuk atau mengedan dan menghilang pada saat berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, jika ada biasanya dirasakan didaerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu segmen usus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkaserasi kerena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.<br /><br />v Pemeriksaan<br /><br />Pemeriksaan fisik hernia :<br /><br />§ Inspeksi : pasien diminta mengedan maka akan terlihat benjolan pada lipat paha, bahkan benjolan bisa saja sudah nampak meskipun pasien tidak mengedan<br /><br />§ Palpasi : teraba benjolan yang kenyal, mungkin isinya berupa usus, omentum atau ovarium, juga dapat ditentukan apakah hernia tersebut dapat didorong masuk dengan jari / direposisi<br /><br />§ Aukultasi : bila isi hernia berupa usus maka dapat terdengar bising usus dengan menggunakan stetoskop<br /><br />§ Finger tip tes : hanya dapat dilakukan pada pria dan pada hernia reponible. Tujuan utamanya untuk membedakan hernia inquinalis lateralis atau medialis, selain itu juga dapat menentukan diameter dan ketebalan cincin hernia. Cara pemeriksaannya : sebelumnya pasien diminta untuk memasukkan hernianya / didorong masuk, kemudian salah satu jari tangan pemeriksa dimasukkan menelusuri jalan masuk hernia, setelah itu pasien diminta mengedan. Jika hernia teraba atau menyentuh ujung jari berarti merupakan hernia lateralis dan bila hernia menyentuh bagian samping jari berarti merupakan hernia medialis.<br /><br />v Faktor yang dapat mencegah<br /><br />• Kanalis inqunalis yang berjalan miring<br /><br />• Struktur musculus oblikus abdominis internus yang menutupi kanalis inquinalis pada saat berkontraksi<br /><br />• Adanya fascia transversa yang kuat sehingga dapat menutupi trigonum Hasselbach<br /><br />v Penatalaksanaan<br /><br />• Konservatif : dengan melakukan reposisi secara bimanual, tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah cincin dengan tekanan lambat tetapi menetap sampai terjadi reposisi , pada anak reposisi dapat dilakukan dengan menidurkan anak menggunakan sedative, ditidurkan dalam posisi Trendelenburg atau kompres es di atas hernia, hal ini dikarenakan pada anak cincin hernia lebih elastis. Bila terjadi inkaserasi atau strangulasi maka keadaan umum pasien diperbaiki terlebih dahulu dengan pemasangan infus, pemasangan catheter, pemasangan NGT dan pemberian antibiotik profilaksis. Setelah keadaan umum diperbaiki maka harus segera dilakukan tindakan operatif<br /><br />• Operatif : merupakan satu-satunya pengobatan yang rasional<br /><br />ü Herniotomi : dilakukan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin dan dipotong.<br /><br />ü Hernioplasty : tindakan memperkecil anulus inquinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inquinalis. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah residif, bisa dengan menggunakan metode Bassini (memperkecil anulus inquinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa dan menjahitkan pertemuan musculus transversus internus abdominis dan musculus oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inbquinale Poupart) atau metode Mc Vay (menjahitkan fasia transversa, musculus tramsversus abdominis, musculus oblikus internus abdominis ke ligamentum Cooper.<br /><br />Pada bayi dan anak-anak tidak dilakukan hernioplasty karena penyebabnya adalah kelainan kongenital, processus vaginalis tidak menutup sedangkan anulus inquinalis internus cukup elastis dan dinding belakang kanalis yang kuat.<br /><br />Hernia scrotalis<br />Hernia scrotalis merupakan hernia inquinalis lateralis yang mencapai scrotum (penjelasannya sama seperti hernia inquinalis hanya lokasinya saja yang berbeda), kadang-kadang ukurannya dapat sangat besar. Diagnosa ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi atau jika tidak dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan yang jelas disebalah kranial dan ada hubungan ke kranial melalui anulus eksterna. Herniameti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-90926818481548225362010-12-08T18:52:00.000-08:002010-12-08T18:53:27.000-08:00TAHAPAN PERKEMBANGAN ANAKPerkembangan anak merupakan segala perubahan yang terjadi pada usia anak, yaitu pada masa: <br />1. Infancy toddlerhood (usia 0-3 tahun)<br />2. Early childhood (usia 3-6 tahun)<br />3. Middle childhood (usia 6-11 tahun)Perubahan yang terjadi pada diri anak tersebut meliputi perubahan pada aspek berikut: <br />4. fisik (motorik)<br />5. emosi<br />6. kognitif <br />7. psikososial<br />Aspek-aspek perkembangan anak<br />1) Perkembangan Fisik (Motorik)<br />Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak. <br /><br />Perkembangan fisik (motorik) meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus. <br />a) Perkembangan motorik kasar<br />Kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan melompat termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh.<br /><br />Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya. <br />b) Perkembangan motorik halus<br />Adapun perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu. <br /><br />Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggunting, dan menyusun balok termasuk contoh gerakan motorik halus.<br />2) Perkembangan Emosi<br />Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai; merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya. <br /><br />Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi.<br />3) Perkembangan Kognitif<br />Pada aspek koginitif, perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya. Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan maupun isyarat), memahami kata, dan berbicara.<br />4) Perkembangan Psikososial<br />Aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama teman-teman sebayanya.<br /><br />Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dan pendidik bisa merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar keempat aspek tersebut berkembang secara seimbang. <br /><br />Rangsangan atau latihan tidak bisa terfokus hanya pada satu atau sebagian aspek. Tentunya, rangsangan dan latihan tersebut diberikan dengan tetap memerhatikan kesiapan anak, bukan dengan paksaan.<br />Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak antara lain: <br />FAKTOR DALAM<br />• Ras/etnik atau bangsa : Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak memilki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya<br />• Keluarga: Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk atau kurus<br />• Umur : Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja.<br /><br />• Jenis kelamin : fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki-laki.. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat<br />• Genetik : adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.<br />• Kelainan kromosom : Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhanseperti pada sindroma Down's dan sindroma Turner's.<br />FAKTOR LUAR<br />Faktor prenatal<br />• Gizi : Nutrisi ibu hamil terutama dalam trisemester akhir kehamilan akan mempengaruhipertumbuhan janin<br />• Mekanis : Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kongenital seperti club foot<br />• Toksi/zat kimia :beberapa obat-obatan dapat menyebabkan kelainan kongenital.<br />• Radiasi Paparan radium dan sinar rontgen dapat kelainan pada janin seperti deformitas anggota gerak<br />• Infeksi : Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh virus TORCH dapat menyebabkan kalainan pada janin, katarak, bisu tuli, retasdasi mental dam kelainan jantung.<br />• Kelainan imunologi : Adanya perbedaan golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan jaringan otak<br />• Psikologi ibu : Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakukan salah/kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain<br /> FAKTOR PERSALINAN<br />Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan keruskaan jaringan otak<br /> FAKTOR PASCASALIN<br />• Gizi : untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat<br />• Penyakit kronis/kelainan kongenital : tuberkolosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani<br />• Lingkukan fisis dan kimia : Lingkungan sebagai tempat anak hidup berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu mempunya dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak.<br /> PSIKOLOGIS<br />Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertetkan, akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya<br /> SOSIO-EKONOMI<br />Kemisikinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan anak.<br /> <br />LINGKUNGAN PENGASUHAN<br />Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu anak sangat mempengaruhi tumbuh kembang <br /><br /><br />Keterampilan motorik anak Usia 3-4 tahun<br /><br /><br />Motorik kasar:<br />1. Mengambil benda kecil diatas nampan tanpa menjatuhkan<br />2. Menangkap bola besar dengan tangan lurus kedepan<br />3. Memanfaatkan bahu dan siku pada sat melempar bola hingga 3 meter<br />4. Berdiri dengan satu kaki selama 5 detik<br />5. Berdiri dengan kedua tumit dirapatkandan tangan disamping , tanpa kehilangan keseimbangan <br />6. Berjalan menyusuri papan dengan menempatkan satu kaki di depan kai yang lain<br />7. melompat sejauh 1 meter atau lebih dari posisi berdiri semula<br />8. melompat dengan satu kaki<br />9. Mengendarai sepeda roda tiga dengan melalui tikungan yang lebar Motorik Halus<br />1. menggunting ketas menjadi dua bagian<br />2. menggambar linkaran tetapi masih belum teratur<br />3. Jika di beri gambar kepala dan badan manusia yang belum lengkap, anak akn mampu menambahkan paling tidak 2 bagian tubuh.<br />4. mencuci dan mengelap tangan sendiri<br />5. mengaduk cairan dengan menggunakan sendok<br />6. menuang air dari teko kecilke gelas /cangkir tanpa tumpah<br />7. membawa sesuatu menggunakan penjepit<br />8. memegang sendok garpu dengan cara menggenggam<br />9. membuka kancing baju dan melepas ikatan tali sepatu<br /> <br /> <br /> <br />Keterampilan motorik anak USIA 4-5 tahun <br /> <br /> <br />Motorik kasar<br />1. Menyentuh jari kaki tanpa menekuk lutut<br />2. berdiri jinjit dengna tangan di pinggang<br />3. mengayuh satu kai ke depanatau ke belakang tanpa kehilangan keseimbangan.<br />4. berjalan pada garis yang sudah dibuat<br />5. Melompat dengan satu kaki secara bergantian: salah satu kaki kedepan dan kaki lainnya ke belakang atau sebaliknya atau melompat, lalu bertumpu pada salah satu kai selama 3 detik dan sebalinya secara bergantian<br />6. berlari langsung menendang bola<br />7. melambungkan bola tennis dengan satu tangan lau menangkapnya dengan dua tangan Motorik Halus<br />1. memasukan surat keamplop<br />2. membentuk berbagai obyek dengan tanah liat atau lilin malam<br />3. mencuci tangan dan mengeringkannyatanpa bantuan.<br />4. mencuci wajah dan mengeringkannya tanpa bantuan dan tanpa membasahi baju<br />5. memasukan ke lubang jarum<br />6. berlari langsung menendang bolameti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-88023835578335073902010-12-08T18:48:00.000-08:002010-12-08T18:49:59.518-08:00ANATOMI FISIOLOGI TELINGAANATOMI FISIOLOGI TELINGA<br />PENDAHULUAN<br />Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pende¬ngaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.<br />Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi wicara dan pendidik. Perawat yang terlibat dalam spesialisasi otolaringologi, saat ini dapat raemperoleh sertifikat di bidang keperawatan otorinolaringologi leher dan kepala (CORLN= cerificate in otorhinolaringology-head and neck nursing).<br />Anatomi Telinga Luar<br /> <br />Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.<br />Anatomi Telinga Tengah<br /> <br />Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.<br />Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.<br />Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.<br />Anatomi Telinga Dalam<br />Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.<br />Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dina¬makan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terja¬di aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak<br />Keseimbangan dan Pusing<br />Kelainan sisten keseimbangan dan vestibuler mengenai lebih dari 30juta orang Amerika yang berusia 17 tahun ke atas dan mengakibatkan lebih dari 100.000 patah tulang panggul pada populasi lansia setiap tahun.<br />Keseimbangan badan dipertahankan oleh kerja sama otot dan sendi tubuh (sistem proprioseptif), mata (sistem visual), dan labirin (sistem vestibuler). Ketiganya membawa informasi me¬ngenai keseimbangan, ke otak (sistem serebelar) untuk koordinasi dan persepsi korteks serebelar. Otak, tentu saja, mendapatkan asupan darah dari jantung dan sistem arteri. Satu gangguan pada salah satu dari daerah ini seperti arteriosklerosis atau gangguan penglihatan, dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan.<br />Aparatus vestibularis telinga tengah memberi unipan balik menge¬nai gerakan dan posisi kepala, mengkoordinasikan semua otot tubuh, dan posisi mata selama gerakan cepat gerakan kepala.<br />pusing<br />sering digunakan pada pasien dan pemberi perawatan kesehatan untuk menggambarkan stiap gangguan sensasi orientasi ruang, namun tidak spesifik dan tidak bisa menggambarkan dengan jelas. Karena gangguan keseimbangan adalah sesuatu yang hanya bisa dirasakan oleh pasien, penting untuk menentukan apa gejala yang sebenrnya dirasakan oleh pasien.<br />Vertigo<br />didefinisikan sebagaihalusinasi atau ilusi gerakan gerakan seseorang lingkungan seseorang yang dirasakan. Kebanyakan orang yang menderita vertigo menggambarkan rasa berputar putar atau merasa seolah-olah benda berputar mengitari. Vertigo adalah gejala klasik yang dialami ketika te disfungsi yang cukup cepat dan asimetris sistem vestibuler perifer (telinga dalam).<br />Ataksia<br />adalah kegagalan koordinasi muskuler dan dapat terjadi pada pasien dengan penyakit vestibuler. Sinkope, pingsan, dan kehilangan kesadaran bukan merupakan bentuk vertigo, juga merupakan karakteristik masalah telinga biasanyaji menunjukkan adanya penyakit sistem kardiovaskuler.<br />Prinsip Fisiologi yang Mendasari Konduksi Bunyi<br />Bunyi memasuki telinga melalui kanalis auditorius ekternus dan menyebabkan membrana timpani bergetar Getaran menghantarkan suara, dalam bentukm energi mekanis, melalui gerakan pengungkit osikulus oval. Energi mekanis ini kemudian dihantarkan cairan telinga dalam ke koklea, di mana akani menjadi energi elektris. Energi elektris ini berjalan melalui nervus vestibulokoklearis ke nervus sentral, di mana akan dianalisis dan diterjemahkan dalam bentuk akhir sebagai suara.<br />Selama proses penghantaran,gelombang suara menghadapi masa yang jauh lebih kecil, dari aurikulus yang berukuran sampai jendela oval yang sangat kecil, yang meng batkan peningkatan amplitudo bunyi.<br />Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat<br />Memegang peran yang penting. Jendela oval dibatasi olehj anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat lentur, memungkinkan gerakan penting,dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes menerima impuls dari membrana timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan duktus koklearis dilindungi dari gelombang bunyi oleh menbran timpani yang utuh, jadi memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara. pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu, dan terjadi jedai sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. namun waktu jeda akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar yang memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat bersamaan. Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal motilitas cairan telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti. Akibatnya terjadi penurunan kemampuan pendengaran.<br />Gelombang bunyi dihantarkan oleh membrana timpani ke osikuius telinga tengah yang akan dipindahkan ke koklea, organ pendengaran, yang terletak dalam labirin di telinga dalam. Osikel yang penting, stapes, yang menggo dan memulai getaran (gelombang) dalam cairan yang berada dalam telinga dalam. Gelombang cairan ini, pada gilirannya, mengakibatkan terjadinya gerakan mem¬brana basilaris yang akan merangsang sel-sel rambut or¬gan Corti, dalam koklea, bergerak seperti gelombang<br />. Gerakan membrana akan menimbulkan arus listrik yang akan merangsang berbagai daerah koklea. Sel rambut akan memulai impuls saraf yang telah dikode dan kemudian dihantarkan ke korteks auditorius dalam otak, dan kernudian didekode menjadi pesan bunyi.<br />Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang dihantararkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan konduksi udara normal dan mengaki¬batkan hilangnya rasio tekanan-suara dan kehilangan pendengaran konduktif.<br />Kehilangan Pendengaran<br />Ada dua jenis kehilangan pendengaran.<br />Kehilangan konduktif<br />biasanya terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi serumen, atau kelainan telinga tengah, seperti otitis media atau otosklerosis. Pada keadaan seperti itu, hantaran suara efisien suara melalui udara ke telinga dalam terputus.<br />kehilangan sensoris<br />melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Selain kehilangan konduktsi dan sensori neural, dapat juga terjadi kehilangan pendengaran campuran begitu juga kehilangan pendengaran fungsional. Pasien dengan kehilangan suara campuran mengalami kehilangan baik konduktif maupun sensori neural akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi tulang. Kehilangan suara fung¬sional (atau psikogenik) bersifat inorganik dan tidak berhubungan dengan perubahan struktural mekanisme pendengaran yang dapat dideteksi biasanya sebagai manifestasi gangguan emosional.<br />Lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat menderita berbagai tingkat kehilangan pendengaran. Kebanyakan di antaranya dapat ditolong dengan terapi medis atau bedah atau dengan alat bantu dengar dan memandu pasien ke pusat pelayanan.<br />Pendekatan Psikososial<br />Gangguan pendengaran dapat menyebabkan perubahan kepribadian dan sikap, kemampuan berkomunikasi, kepekaan terhadap lingkungan dan bahkan kemampuan untuk melindungi diri sendiri. Di dalam ruang kelas, pelajar dengan gangguan pendengaran dapat menunjukkan tingkat ketidaktertarikan, kurang perhatian dan kegagalan. Orang akan merasa terasing di rumah karena ketidak mampuannya mendengar bunyi lonceng, dengungan, suara burung berkicau, atau kendaraan yang melintas.<br />Pejalan kaki yang menderita gangguan pendengaran dapat menyeberang jalan pada saat yang tidak tepat karena tak mampu mendengar mobil yang mendekat. Individu yang menderita kehilangan pendengaran dapat melewatkan sebagian percakapan dan merasa yakin bahwa orang lain membicarakan dirinya. Banyak individu bahkan tidak menyadari bahwa pendengarannya secara bertahap mulai terganggu. Sering kali bukan mereka yang menderita gangguan tetapi orang yang berkomunikasi dengan mere¬ka yang pertama kali mengenali adanya gangguan ter-sebut.<br />Tidak jarang individu dengan gangguan pendengaran menolak mencari pertolongan medis. Oleh karena rasa takut bahwa kehilangan pendengarannya merupakan tanda usia lanjut, banyak orang menolak mengenakan alat bantu dengar. Sedangkan orang lain merasa kurang percaya diri bila mengenakan alat bantu. Pasien yang mampu melakukan introspeksi diri biasanya akan menanyakan kepada orang yang diajaknya berkomunikasi untuk memberi tahu. ketika melakukan penyuluhan pasien yang memerlukan bantuan pendengaran. Perawat harus ingat bahwa keputusan mengenakan alat bantu dengar adalah sangat pribadi dan sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku orang tersebut.<br />Pendekatan Gerontologik<br />Bersama proses penuaan, dapat terjadi perubahan telinga yang kemudian dapat mengarah ke defisit pende¬ngaran. Beberapa perubahan terjadi pada telinga kecuali bila serumen cenderung menjadi lebih keras danj lebih kering sehingga terjadi peningkatan kemungkinan imfeksi.<br />Pada telinga tengah, membrana timpani menjadi atrofi atau menjadi sklerotik. Telinga tengah dapat mengalarni degenerasi sel pada dasar koklea. Tampaknya ada predisposisi familier pada terjadinya kehilangan pendengaran sensorineural. Manifestasinya berupa kehilangan kemampuan suara berfrekuensi tinggi, kemudian oleh kehilangan frekuensi menengah dan rendah. Istilah presbikusis dipakai untuk menerangkanl kehilangan pendengaran yang progresif. Namu presbikusis merupakan diagnosis eksklusi, sehingga kehilangan pendengaran sensorineural harus dah disingkirkan.<br />Tanda awal kehilangan pendengaran bisa meliputi tinitus, peningkatan ketidakmampuan mendengar pertemuan kelompok, dan perlu mengeraskan volume televisi.<br />Literatur (Paparella et a!., menyatakan bahwa 25% orang berusia antara 65<br />• tahun dan 50% orang berusia di atas 75 tahun mengalami kesulitan pendengaran. Penyebabnya tidak diketahui hubungannya dengan diet, metabolisme, arteriosklen stres, dan keturunan tidak konsisten.<br /> Faktor lain yang mempengaruhi pendengaran populasi manula, seperti pemajanan sepanjang terhadap suara keras (mis. jet, senjata api, mesin gergaji mesin),<br /> Beberapa obat, seperti aminoglik dan bahkan aspirin, mempunyai efek ototoksik gangguan ginjal dapat menyebabkan perlambatan ek obat pada manula. Banyak manula menelan quinin untuk mengatasi kram tungkai, yang dapat mengakib hilangnya pendengaran.<br /> Faktor psikogenik dan pn penyakit lainnya (mis. diabetes) juga sebagian menimbulkan kehilangan pendengaran sensorineural.<br />Gejala Kehilangan Pendengaran<br />Deterlorisasi wicara<br />Individu yang bicara dengan bagian akhir kata tldak jelas atau dihllangkan, atau mengeluarkan kata-kata bernada datar, mungkin karena tidak mendengar dengan baik, Telinga memandu suara, baik kekerasan maupun ucapannya.<br />Keletihan<br />Bila Individu merasa mudah lelah ketika mendengarkan percakapan atau pidato, keletihan bisa disebabkan oleh usaha keras untuk mendengarkan. Pada keadaan ini, Iridividu tersebut menjadl mudah tersinggung.<br />Acuh<br />individu yang tak bisa mendengar perkataan orang lain mudah mengalami depresi dan ketidaktertarikan terhadap kehidupan secara umum. Menarik dlri dari sosial Karena tak mampu rnendengar apa yang terjadi di sekitarnya menyebabkan individu dengan gangguan pendengaran menarlk diri dari situasi yang dapat memalukannya.<br />Rasa tak aman<br />Kehilangan rasa percaya diri dan takut berbuat salah menclptakan suatu perasaan tak aman pada kebanyakan orang dengan gangguan pendengar¬an. Tak ada seorang pun yang menginglnkan untuk mengatakan atau melakukan hal yang salah yang cenderung membuatnya nampak bodoh.<br />Tak mampu membuat keputusan-prokrastinal<br />Kehilangan kepercayaan diri membuat seseorang dengan gangguan pendengaran sangat kesulitan untuk membuat keputusan.<br />Kecurigaan<br />Individu dengan kerusakan pendengaran, yang sering hanya mendengar sebagian dari yang dikatakan, bisa merasa curiga bahwa orang lain membicarakan dirinya atau bagian percakapan yang berhubungan dengannya sengaja diucapkan dengan lirih sehingga la tak dapat mandengarkan<br />Kabanggaan semu<br />Individu dengan kerusakan pendengaran berusaha menyembunyikan kehilangan pendengarannya. Konsekwensinya, ia sering berpura-pura mendengar padahal sebenarnya tidak.<br />Kesepian dan ketldak bahaglaan Meskipun setiap orang selalu menginginkan ketenangan, namun kesunyian yang dipaksakan dapat membosankan bahkan kadang menakutkan. Individu dengan kehilangan pendengaran sering merasa (terasing)<br />Kecenderungan untuk mendominasi pembicaran<br />Banyak Individu dengan kerusakan pendengaran cenderung mendominasi percakapan, mengetahui bahwa selama pembicaraan terpusat padanya sehingga ia dapat mengontrol maka la tidak akan melakuKan kesalahan yang memalukan.<br />(Seizin Maico Hearing Instruments.)<br />Kebisingan dan Efeknya pada Pendengaran<br />Kebisingan suara yang tak diinginkan dan tak dapat dihindari) telah diidentifikasi sebagai salah satu bahaya lingkungan pada abad ke-20. Besarnya volume kebisingan yang mengelilingi kita setiap hari telah meningkat dari kejengkelan sederhana sampai berpotensi sebagai sumber bahaya kerusakan fisik dan psikologis.<br /> Dalam istilah dampak fisik, suara keras dan menetap terbukti menyebabkan konstriksi pembuluh darah perifer,<br /> peningkatan tekanan darah dan<br /> kecepatan denyut jantung (akibat sekresi adrenalin),<br /> dan peningkatan aktivitas gas¬trointestinal<br />Mekanisme yang paling sering adalah kehi¬langan pendengaran yang diinduksi oleh kebisingan. Namun untungnya kelainan yang dapat dicegah. Istilah kehilangan pendengaran yang diinduksi oleh kebi¬singan digunakan untuk menjelaskan kehilangan pende¬ngaran yang terjadi setelah pemajanan jangka lama terha¬dap kebisingan keras {mis. mesin-mesin berat, motor dan persenjataan), sementara trauma akustik merujuk pada kehilangan pendengaran akibat pemajanan tunggal terha¬dap kebisingan yang sangat intens, seperti ledakan. Biasanya kehilangan suara yang diinduksi kebisingan terjadi pada frekwensi tinggi (sekitar 4000 Hz), meskipun dengan pemajanan kebisingan terus-menerus kehilangan pendengaran dapat menjadi lebih berat dan meliputi pula frekwensi di sekitarnya<br />Pengkajian Kemampuan Mendengar<br />Pemeriksaan Telinga .<br />Telinga luar diperiksa dengan<br />inspeksi dan palpasi lang-sung sementara membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatic<br />Pengkajian Fisik.<br />Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya<br /> deformitas, lesi,<br /> cairan begitu pula ukuran,<br /> simetris dan sudut penempelan ke kepala.<br />Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjuk¬kan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur wajah.<br />Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa.<br /> Otoskop dipegang dengan satu tangan semen¬tara aurikulus dipegang dengan tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit ke luar Cara ini akan membuat lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa melihat lebih jelas membrana timpani.<br /> Spekulum dimasukkan dengan lembut dan perlahan ke kanalis telinga, dan mata didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk melihat kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar yang dapat dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm pada orang dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak ke depan. Karena bagian distal kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel yang sensitif, maka tekanan harus benar-benar ringan agar tidak menimbulkan nyeri.<br /><br /><br /><br /><br /><br />GAMBAR 57-2. Teknik untuk menggunakan otoskop.<br /> <br /> Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat.<br /> Membrana, timpani sehat berwarna mutiara keabuan<br />pada dasar kanalis. Penanda harus dttihat mungkin pars tensa dan kerucut cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis.<br /> Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh pada Hpatan malleus dan daerah perifer. dan warna membran begitu juga tanda yang tak biasa at! deviasi kerucut cahaya dicatat. Adanya cairan, gele bung udara, atau masa di telinga tengah harus dicatat.<br /> Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana timpani yang baik hanya dapat dilakukan bi kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumen not nya terdapat di kanalis eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop.<br /> Bila serumen sangat lengket maka sedikit minyak mineral atau pelunak serumen dapat diteteskan dalam kanalis telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.<br />Ketajaman Auditorius.<br /> Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan<br /> bisikan kata atau detakan jam tangan.<br /> Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,<br /> pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.<br />Penggunaan uji Weber dan Rinne<br />memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif dengan kehi-langan sensorineural<br />Uji Weber<br />memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mende¬ngar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilang¬an pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pende¬ngaran unilateral.<br />Uji Rinne<br />gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid (kon¬duksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi uda-ra). Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengar¬kan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlang-sung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.<br />Prosedur Diagnostik Auditorius dan Vestibuler<br />Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiome¬ter adalah satu-satunya instrumen diagnostik yang paling penting.<br />Uji audiometri ada dua macam:<br />(1) audiometri nada-murni, di mana stimulus suara terdiri atas nada murni atau musik (semakin keras nada sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan pende¬ngarannya), dan<br />(2) audiometri wicara<br />di mana kata yang diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan mendengar dan membedakan suara.<br />Ahli audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan earphone dan sinyal mengenai nada yang didengarkan. Ketika nada dipakai secara langsung pada meatus kanalis auditorius eksiernus, kita mengukur konduksi udara. Bila stimulus diberikan pada tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi (osikulus), langsung menguji konduksi saraf. Agar hasilnya akurat, evaluasi audiometri dilakukan di ruangan yang kedap suara. Respons yang dihasil-kan diplot pada grafik yang dinamakan audiogram.<br /> <br />Frekwensi<br />merujuk pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi per detik siklus perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwensi dari<br /> 20 sam¬pai 20.000Hz.<br /> 500 sampai 2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari (yang dikenal sebagai kisaran wicara. Nada adalah istilah untuk menggambarkan frekwensi; nada dengan<br /> frekwensi 100 Hz dianggap sebagai nada rendah, dan nada<br /> 10.000 Hz dianggap sebagai nada tinggi. Unit untuk mengukur kerasnya bunyi (intensitas suara) adalah desibel (dB), tekanan yang ditimbulkan oleh rsuara. Kehilangan pendengaran diukur dalam decibel, yang merupakan fungsi logaritma intensitas dan tidak bisa dengan mudah dikonversikan ke persentase.<br /> Ambang kritis kekerasan adalah sekitas 30 dB. Beberapa contoh internsitas suara yang biasa termasuk gesekan kertas dalam lingkungan yang sunyi, terjadi pada sekitar 15 dB; per kapan rendah, 40 dB; dan kapal terbang jet sejauh kaki, tercatat sekitar 150 dB. Suara yang lebih keras i 80 dB didengar telinga manusia sangat keras. Suara ya terdengar tidak nyaman dapat merusak telinga dala Timpanogram atau audiometri impedans, meng refleks otot telinga tengah terhadap stimulus suara, kelenturan membrana timpani, dengan mengubah teh udara dalam kanalis telinga yang tertutup (Gbr. Kelenturan akan berkurang pada penyakit telinga tertutup)<br />Respons batang otak auditori (ABR, auditori brain sistem response) adalah potensial elektris yang dapat terteksi dari narvus kranialis VIII (narvus akustikus) alur auditori asendens batang otak sebagai respons stimulasi suara. Merupakan metoda objektif untuk mengukur pendengaran karena partisipasi aktif pasien sama sekali dak diperlukan seperti pada audiogram perilaku. Elektroda ditempatkan pada dahi pasien dan stimuli akustik, biasanya dalam bentuk detak, diperdengarkan ke telinga. pengukuran elektrofisiologis yang dihasilkan dapat di tentukan tingkat desibel berapa yang dapat didengarkan pasien dan apakah ada kelainan sepanjang alur syaraf,<br />seperti tumor pada nervus kranialis VIII. Elektrokokleografi (ECoG) adalah perekaman potensial elektrofisologis koklea dan nervus kranialis VIII bagai respons stimuli akustik. Rasio yang dihasilkan digunakan untuk membantu dalam mendiagnosa kelainan keseimbangan cairan telinga dalam seperti penyakit Mniere dan fistula perilimfe.<br />Prosedur ini dilakukan dengan menempatkan elektroda sedekat mungkin dengan koklea, baik di kanalis auditorius eksternus tepat di dekat membrana timpani atau melalui elektroda transtimpanik yang diletakkan melalui mambrana timpani dekat mem-bran jendela bulat. Untuk persiapan pengujian, pasien diminta unluk tidak memakai diuretika selama 48 jam sebelum uji dilakukan sehingga keseimbangan cairan di dalam telinga tidak berubah.<br />Elektronistagmografi (ENG) adalah pengukuran dan grafik yang mencatat perubahan potensial elektris yang ditimbulkan oleh gerakan mata selama nistagmus yang ditimbulkan secara spontan, posisional atau kaloris. Digu¬nakan untuk mengkaji sistem okulomotor dan vestibular dan interaksi yang terjadi antara keduanya. Misalnya, pada bagian kalori uji ini, udara atau air panas dan dingin (uji kalori bitermal) dimasukkan ke kanalis auditorius eksternus, dan kemudian gerakan mata diukur. Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga kanalis semisirkularis lateralis paralel dengan medan gravitasi dan duduk sementara elektroda dipasang pada dahi dan dekat mata. Pasien diminta tidak meminum supresan vestibuler seperti sedativa, penenang, antihistarnin, atau alkohol, begitu pula stimulan vestibuler seperti kafein, selama 24 jam sebelum pengujian.<br />ENG dapat membantu diagnosis kondisi seperti penyakit Meniere dan tumor kanalis auditorius internus atau fosa posterior.<br />Posturografi platform adalah uji untuk menyelidiki kemampuan mengontrol postural. Diuji integrasi antara bagian visual, vestibuler dan proprioseptif (integrasi sensoris) dengan keluaran respons motoris dan koordinasi anggota bawah. Pasien berdiri pada panggung (platform), dikelilingi layar, dan berbagai kondisi ditampilkan, seper¬ti panggung bergerak dengan layar bergerak.<br />Ambang penerimaan wicara adalah tingkat intensitas suara di mana pasien mampu tepat membedakan dengan benar stimuli wicara sederhana. Pembedaan wicara menentukan kemampuan pasien untuk membedakan suara yang berbeda, dalam bentuk kata, dalam tingkat desibel di mana suara masih terdengar.<br />pasien terhadap enam kondisi yang berbeda diukur dan menunjukkan sistem mana yang terganggu. Persiapan uji ini sama dengan pada ENG.<br />Percepatan harmon sinusoidal (SHA, sinusoidal har¬monic acceleration), atau kursi berputar, mengkaji sisiem vestibulookuler dengan menganalisis gerakan mata kopensatoris sebagai respons putaran searah atau berlawaan arah dengan jarum jam. Meskipun uji SHA tak dapat mengidentifikasi sisi dari lesi pada penyakit unilateral, namun sangat berguna untuk mengidentifikasi adanya penyakit dan mengontrol proses penyembuhanya, persiapan pasien sama dengan yang diperlukan pada EN<br />Berkomunikasi pada Kerusakan Pendengaran<br />Saran berikut dapat membuat komunikasi lebih bafik dengan penderita gangguan pendengaran yang wicaranya sulit dipahami.<br />1. Pusatkan seluruh perhatian pada apa yang sedang ia katakannya. Perhatikan dan dengarkanjangan IM-coba melakukan pekerjaan lain sementara menJe ngarkannya.<br />2. Libatkan pembicara dalam percakapan bila memungkinkan untuk mengantisipasi jawaban. Hal ini mungkinkan anda menjadi terbiasa dengan pola wicaranya yang khusus.<br />3. Cobalah mencari konteks intinya tentang apa yang sedang dikatakannya; anda kemudian mungkin dapat mengisi detil dari konteks tersebut.<br />4. Jangan mencoba berpura-pura mengerti bila anda memang tidak mengerti.<br />5. Bila anda tak mampu memahami atau mengalami keraguan berat mengenai kemampuan memahami apa yang dikatakannya, lebih baik memintanya menulis-kan pesan yang ingin disampaikannya daripada meng-ambil risiko salah pengertian. Meminta orang tersebut mengulang pesan dalam bentuk wicara, setelah anda mengetahui isinya, juga dapat membantu anda mem-biasakan diri dengan pola wicaranya.<br />Anjuran agar komunikasi lebih baik dengan penderita gangguan pendengaran yang dapat membaca gerak bibir adalah sebagai berikut:<br />1. Ketika berbicara, anda harus menatap orang tersebut selangsung mungkin.<br />2. Yakinkan bahwa wajah anda tampak sejelas mungkin; posisikan diri anda sedemikian rupa sehingga wajah anda mendapat pencahayaan yang memadai hindari terhalang oleh bayangan cahaya yang terlalu terang;jangan menutupi penglihatan orang tersebut terhadap mulut anda dengan cara apapun; hindari berbicara sambil mengunyah sesuatu dalam mulut anda.<br />3. Yakinkan bahwa pasien mengetahui topik atau subjek ekspresi verbal anda sebelum meneruskan dengan apa yang anda rencanakan untuk diucapkan ini memung-kinkan orang tersebut menggunakan petunjuk konteks-tual dalam membaca gerak bibir.<br />4. Berbicara secara perlahan dan jelas, dengan jeda yang lebih sering dibanding bila anda berbicara normal.<br />5. Bila anda ragu apakah beberapa petunjuk atau instruk-si telah dipahami, lakukan pengecekan untuk meya-kinkan bahwa pasien telah memahami secara penuh pesan anda.<br />6. Bila mulut anda terpaksa ditutup dengan alasarTapapun (misalnya memakai masker) dan anda wajib memberi arahan atau instruksi kepada pasipn, maka tak ada jalan lain kecuali anda harus menulis pesan yang ingin anda sampaikan.<br />Gangguan Telinga Luar<br />Otalgia<br />Otalgia adalah rasa nyeri pada telinga. Karena telinga dipersarafi oleh saraf yang kaya (nervus kranialis V, VII, IX, dan X selain cabang saraf servikalis kedua dan ketiga), maka kulit di tempat ini menjadi sangat sensitif.<br />Otalgia adalah gejala yang dapat timbul dari iritasi lokal karena banyak kondisi dan dapat juga disebabkan oleh nyeri pindahan dari laring dan faring. Banyak keluhan nyeri telinga sebenarnya akibat nyeri di dekat ser ndi temporomandibularis. Diperkirakan bahwa lebih c 50% pasien yang mengeluh otalgia tidak ditemukan pnyakit telinganya.<br />Impaksi Serumen<br />Secara normal serumen dapat tertimbun dalam ka eksternus dan dalam jumlah dan warna yang bervaria Meskipun biasanya tidak perlu dikeluarkan, kadang kadang dapat mengalami infaeksi, menyebabkan rasa penuh dalam telinga, dan/atau kehilangan perdengaran. Penumpukan serumen terutama bermakna populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengar Usaha membersihkan kanalis auditorius dengan bata korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahay karena trauma terhadap kulit dapat mengakibatkan infek atau kerusakan gendang telinga.<br />Penatalaksanaan.<br />Serumen dapat diambil denga irigasi, pengisapan, atau instrumentasi. Kecuali bila riwayat perforasi membrana timpani atau terdapat inflamasi telinga luar (otitis eksterna), irigasi lembut kan prosedur yang dapat diterima untuk mengambil serumen.<br />Teknik ini efektif bila serumen tidak terlalu melekat dalam kanalis auditorius eksteni Pengambilan serumen yang berhasil dengan irigasi ha bisa dicapai bila aliran air dapat mencapai bela serumen yang menyumbat agar dapat mendorongnya lateral dan ke luar dari kanalis. Meskipun irrigator pic air biasanya aman, namun instrumen ini berhubungan den perforasi membrana timpani dan bahkan cedera otologik yang lebih serius. Maka harus digunakan tekanan serdah mungkin yang digunakan untuk mencegah trail mekanik.<br />Bila sebelumnya sudah terdapat perforasi membran timpani di belakang impaksi serumen, air dapat mema ruang telinga tengah. Masuknya air dingin ke da telinga tengah dapat mengakibatkan vertigo akut dengan cara menginduksi arus konveksi termal dalam kanalis semi sirkularis. Memasukkan air ke dalam rongga teli tengah dapat juga meningkatkan risiko infeksi. Irigasi kanalis juga terbukti mengakibatkan otitis eksterna: na (osteomielitis tulang temporal) pada manula pende diabetes. Bila harus melakukan irigasi aural pada penderita diabetes, harus digunakan larutan steril. Bila irigasi ti berhasil sempurna atau bila impaksi serumen tidak purna, maka dapat dilakukan pengangkatan secara mekanis, dengan pandangan langsung pada pasien yang koope-ratif oleh tenaga profesional yang terlatih.<br />Serumen juga dapat dilunakkan dengan meneteskan beberapa tetes gliserin hangat, minyak mineral, atau hidrogen peroksida perbandingan setengah selama 30 menit sebelum pengangkatan. Bahan seruminolitik, seper-ti peroksida dalam gliseril (Debrox) atau Cerumenex juga tersedia; namun, senyawa ini dapat menyebabkan reaksi alergi dalam bentuk dermatitis. Pemakaian larutan ini dua sampai tiga kali sehari selama beberapa hari biasanya sudah mencukupi untuk memudahkan pengangkatan im-paksi. Bila impaksi serumen tak dapat dilepaskan dengan cara ini, dapat diangkat oleh petugas perawatan kesehatan dengan instrumen khusus seperti kuret serumen dan pengisap aural yang menggunakan mikroskop binokuler untuk pembesaran.Benda Asing<br />Otitis Eksterna<br />Infeksi, utamanya bakteri atau jamur, merupakan masalah yang paling sering pada telinga. Kebanyakan penyebab otitis eksterna (infeksi telinga luar) termasuk air dalam kanalis auditorius eksternus (telinga perenang), trauma kulit kanalis memungkinkan masuknya organisme ke jaringan, dan kondisi sistemik seperti defisiensi vitamin dan kelainan endokrin. Kanalis telinga normal steril pada beberapa orang; sedang lainnya mengandung Staphylo-coccus albus dan/atau organisme lain seperti difteroid. Patogen otitis eksterna yang paling sering adalah Staphy-lococcus aureus dan spesies Pseudomonas. Jamur yang paling sering dapat terisolasi dari telinga normal maupun yang terinfeksi adalah Aspergillus. Otitis eksterna sering disebabkan oleh dermatosis seperti psoriasis, ekzema, atau dermatitis sebore. Bahkan reaksi alergi terhadap semprot rambut, cat rambut, dan losion pengeriting rambut permanen dapat mengakibatkan dermatitis, yang akan hilang bila bahan penyebabnya dihilangkan.<br />Manifestasi Klinis.<br />Pasien biasanya datang dengan nyeri, cairan dari kanalis auditorius eksternus, nyeri tekan aural (biasanya tak terdapat pada infeksi telinga tengah), dan kadang demam, selulitis, dan limfadenopati. Keluhan lain dapat meliputi pruritus dan kehilangan pendengaran atau perasaan penuh. Pada pemeriksaan otoskopis kanalis telinga nampak eritema dan edema. Cairan berwarna taming atau hijau dan berbau busuk. Pada infeksi jamur bahkan dapat terlihat spora hitam seperti rambut.<br />Penatalaksanaan. Prinsip terapi ditujukan untuk menghilangkan ketldaknyamanan, mengurangi pembeng-kakan kanalis telinga, dan mengeradikasi infeksi. Tak jarang pasien mendapat resep analgetik selama 48 sampai 92 jam pertama. Bila jaringan di kanalis eksternus meng-alami edema, perlu dipasang sumbu untuk menjaga ka¬nalis tetap terbuka sehingga cairan obat (mis. larutan Burow, sediaan antibiotika telinga) dapat dimasukkan). Obat tersebut dapat diberikan dengan penetes dengan suhu ruangan. Obat yang dipakai biasanya kombinasi antibiotika dan kortikosteroid untuk melemaskan jaringan yang terinflamasi. Jika terdapat selulitis atau demam, maka perlu diberikan antibiotika sistemik. Bahan anti-jamur dapat diberikan bila perlu.<br />Pasien diingatkan untuk tidak membersihkan sendiri kanalis auditorius eksternus menggunakan lidi kapas. Pasien juga dilarang untuk berenang atau memasukkan air ke dalam telinga ketika mencuci rambut atau mandi. Wool kambing atau kapas dapat diolesi jel yang tak larut air (seperti vaselin) dan diletakkan di telinga untuk mencegah kontaminasi air. Pasien dapat mencegah infeksi dengan menggunakan preparat antiseptik telinga sehabismeti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-12767407935338625632010-12-05T19:29:00.000-08:002010-12-05T19:31:37.614-08:00Anatomi Dan Fisiologi PayudaraMetti Masnizar<br />Akademi Keperawatan Pemkab Aceh Selatan<br />Tahun Akademi 2008<br /><br />Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram.<br />Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :<br />1. Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.<br />2. Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.<br />3. Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara.<br /> <br /><br />Gambar 1. Anatomi payudara<br />Korpus <br />Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah.<br />Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus.<br />Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara.<br />ASI dsalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil (duktulus), kemudian beberapa duktulus bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus laktiferus).<br />Areola <br />Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat ke dalam puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar.<br />Papilla<br />Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar, panjang dan terbenam (inverted).<br /> <br />Gambar 2. Bentuk puting susu normal<br /> <br />Gambar 3. Bentuk puting susu pendek<br /> <br />Gambar 4. Bentuk puting susu panjang<br /> <br />Gambar 5. Bentuk puting susu terbenam/ terbalikmeti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4620722009882003886.post-65424257626500881232010-12-05T19:22:00.000-08:002010-12-05T19:23:27.675-08:00Demensia Masih Bisa DisembuhkanDemensia Masih Bisa Disembuhkan<br />Metti Masnizar<br />Mahasiswi Akademi Keperawatan Pemkab Aceh Selatan<br />Tahun Akademi 2008<br /><br /><br />Demensia atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai pikun sering dianggap proses yang normal pada orang tua, karena merupakan proses penuaan. <br /><br />Pada kenyataannya sebagian besar demensia ini dapat dicegah atau diobati karena bersifat reversible atau potensial reversible bila terdeteksi dini dan dilakukan penatalaksanaan yang tepat. <br /><br />Artikel ini akan membahas Demensia Vaskuler yang merupakan 50% jenis Demensia dikawasan Asia.<br /><br />MAKIN lama usia harapan hidup (life expectancy) makin meningkat. Tahun 1990 usia harapan hidup 59,8 tahun, dengan kelompok usia lanjut ( lansia) 5,5%. Tahun 2000, usia harapan hidup 65 tahun, dengan kelompok lansia 7,28 %. <br /><br />Sedangkan tahun 2020 usia harapan hidup diperkirakan 71,1 tahun dengan kelompok lansia 11,34 % (diperkirakan berjumlah sebanyak 28 juta jiwa), ini merupakan peringkat tertinggi keempat setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India dan Amerika Latin. Dari kelompok lansia tersebut 15 % adalah penderita demensia. <br /><br />Dengan demikiaan dapat dimengerti bahwa meningkatnya usia harapan hidup akan meningkatkan pula populasi demensia. <br /><br />Pengaruh lain dari meningkatnya usia harapan hidup adalah meningkat pula penyakit kardiovakuler antara lain stroke yang meningkat pada usia 65 tahun dan telah diketahui/disepakati sebagai penyebab demensia vaskuler.<br /><br />Lansia selain mengalami kemunduran fisik juga sering mengalami kemunduran fungsi intelektual. Demensia yang dikenal sebagai pikun adalah suatu kemunduran intelektual berat dan progresif yang akan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas harian seseorang. <br /><br />Demensia dapat disebabkan oleh berbagai sebab, antara lain oleh penyakit yang menyangkut kesehatan umum seperti penyakit jantung, paru, ginjal, gangguan darah, infeksi, gangguan nutrisi, berbagai keadaan keracunan serta kelainan otak primer seperti stroke, infeksi dan proses degenerasi. <br /><br />Sebagian besar demensia ini bersifat reversible atau potensial reversible bila terdeteksi dini, dengan kata lain dapat sembuh bila dilakukan penatalaksanaan yang tepat sebelum terlambat. <br /><br />Atas dasar neuropatologi, demensia dibedakan menjadi dua kelompok ialah vaskuler (misalnya Demensia pasca stroke) dan demensia nonvaskuler (misalnya Demensia Alzheimer’s). Namun dalam beberapa hal masih sulit dibedakan terutama pada aspek faktor penyebab, gejala klinis, maupun penanganannya karena sering terjadi keadaan yang tumpang tindih. <br /><br />Kesulitan tersebut dibuktikan bahwa ternyata 20-30% demensia Alzheimer’s juga mempunyai faktor risiko vaskuler (gangguan yang diakibatkan adanya masalah pembuluh darah) umum misal hipertensi/ darah tinggi, kadar kolesterol dan homosistein yang tinggi secara bersamaan. <br /><br />Bila dibanding dengan demensia Alzheimer’s (DA) maupun demensia jenis lain (demensia Lewy bodies) maka demensia Vaskuler (DVa) menempati urutan kedua (15- 20 %). <br /><br />Angka ini sangat bervariasi karena di Amerika dan Eropa DVa adalah 20-30 %, sedangkan di Asia justru 50% adalah DVa dan apabila dilihat dari etiologinya Demensia Pasca Stroke merupakan 15-30% dari demensia vaskuler.<br />Faktor Risiko Usia lanjut ditambah riwayat stroke sebelumnya, pendidikan rendah dan penyakit alzheimer asimtomatik secara konsisten meningkatkan risiko demensia pasca stroke. Penelitian 10 tahun terakhir menunjukan bahwa prevalensi demensia hampir 5% pada populasi usia di atas 65 tahun dan menunjukan peningkatan yang kuat sesuai bertambahnya usia, meningkat 14% pada usia 65-69 tahun dan 24% - 50 % pada usia 85 tahun ke atas. Peneliti lain mendapatkan risiko kumulatif setelah 3 tahun adalah 30%. <br /><br />Telah disepakati hipertensi sebagai faktor risiko terhadap stroke dan penyakit jantung koroner. Juga telah terbukti pula bahwa pengobatan hipertensi pada usia lanjut dapat menurunkan secara bermakna angka kejadian stroke dan kematian kardiovaskuler. Pada tahun terakhir ini telah diketahui pula bahwa demensia dan penurunan fungsi kognitif juga bertambah sebagai akibat dari hipertensi..<br /><br />Pada salah satu penelitian yang membandingkan antara 40 penderita stroke demensia dini dengan 31 penderita stroke non demensia menyimpulkan bahwa ternyata hipertensi terdapat paling sering pada penderita dengan demensia. <br /><br />Hasil-hasil penelitian lain menunjukkan bahwa kemungkinan terjadi demensia pada: <br /><br />Usia di atas 75 tahun adalah 2,5 kali lebih besar bila dibandingkan dengan usia yang lebih muda; Etnis Asia, Caribia atau Afrika 1.9ñ3.4 kali lebih besar dibandingkan dengan etnis lain; <br /><br />kelainan di belahan otak kiri 1,6 kali lebih besar daripada kanan; kelainan lapangan pandang 2 kali lebih besar daripada yang lapangan pandangnya normal dan pada inkontinensia urine (gangguan kencing) 4,8 kali lebih besar dibanding yang tak mengalami kelainan.meti_de0rentzhttp://www.blogger.com/profile/03140428807074805136noreply@blogger.com0